Bagian 14

9 2 0
                                        

Pagi pagi sekali, 3 jam sebelum matahari terbit petugas asrama tiba-tiba mengetuk pintu asrama seluruh siswa. Itu merupakan hal yang jarang terjadi. Kami diminta untuk segera bersiap-siap agar pagi ini bisa berangkat menuju salah satu kampung terdekat dari sini. Aku langsung bangun untuk membuka kunci pintu. Petugas asrama itu langsung menyuruhku mandi dan membangunkan Aby, kemudian dia beralih ke pintu lainnya bersama beberapa petugas lain.

Aby menggerutu ketika dibangunkan, bilang katanya masih mengantuk dan tidak peduli. Tapi aku memaksanya untuk bangun, akhirnya dia mengalah dan masuk ke kamar mandi sambil mengoceh kesal tidak jelas.

Satu jam kemudian, aku dan Aby sudah siap. Kami berjalan menuju aula makan. Kami hanya bertemu beberapa teman lain yang sama-sama menuju asrama. Sisanya sepertinya masih bersiap di dalam kamar. Dengan keadaan seperti ini, kegiatan class meeting diberhentikan hari ini dan akan dilanjut besok pagi.

"Ada apa, sih?" Aby bertanya, masih menyisakan kekesalan dalam suaranya.

Aku mengangkat bahu, tidak tahu.

Di aula, juga hanya ada puluhan siswa saja dari seribuan jumlah seluruh siswa yang sekolah di sini. Aku dan Aby tidak perlu pusing mengantre karena kami segera dapat makanan.

"Ayo ke sana." Aby menunjuk tempat yang sudah diduduki Ares. Kami mendekat ke sana.

"Hai, Iliana." Ares menyapa, kemudian ia bertanya. "Kamu tahu apa yang terjadi?"

Aku kembali menggeleng untuk jenis pertanyaan yang sama. "Petugas hanya membangunkan kami dan meminta untuk segera bersiap. Katanya kita akan pergi ke salah satu kampung terdekat. Aku juga tidak tahu kenapa."

"Harusnya tadi kamu tanya dulu." Aby menceletuk.

Dari arah berlawanan, June terlihat mendekat ke arah kami dengan membawa makanannya. "Selamat paggi, Ares." June duduk di kursi, ia menatapku kemudian ia berganti menatap Aby. "Selamat pagi, semua."

"Pagi juga, June." Aby membalas dengan senyuman sementara matanya tidak mau berhenti untuk terus melirik June.

Dalam waktu setengah jam kemudian, segera ruang aula menjadi semakin penuh sesak oleh siswa yang baru berdatangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam waktu setengah jam kemudian, segera ruang aula menjadi semakin penuh sesak oleh siswa yang baru berdatangan. Bagi yang kami yang sudah selesai, kami langsung keluar dari ruang aula untuk segera berkumpul di lapangan rumput. Beberapa guru sudah ada disana untuk merapikan barisan siswa selagi menunggu sisanya selesai makan. Lagi-lagi kami harus menunggu. Setelah seluruh siswa hadir dan berbaris, tidak lama kemudian aku melihat Riana dan Ibunya bergabung Bersama guru-guru yang lain.

"Aku minta maaf harus membangunkan kalian pagi-pagi sekali," pria yang kami kenali sebagai wakil kepala sekolah itu berbicara menggunakan pengeras suara, berdiri di atas papan kayu yang dibuat seadanya agar seluruh siswa bisa melihatnya. "Semalam, surat dari kantor kabupaten baru tiba. Mereka meminta guru dan para siswa untuk datang dalam acara 'Pesta Kebudayaan' yang diselenggarakan hari ini." Pak Derry, wakil kepala sekolah itu tampak terdiam sejenak. "Jadi aku harap kalian tidak mengeluh lagi, dan aku ingin kalian semua sudah berada di dalam bus dalam waktu 15 menit dari sekarang. Terimakasih."

Begitu kata terakhir diucapkan, Pak Derry turun dan para guru sudah mulai sibuk menggiring kami untuk berjalan ke luar Gedung sekolah. Puluhan bus dengan kapasitas 60 penumpang sudah terparkir di depan gerbang sekolah. Kebetulan karna jumlah siswa dalam satu kelasnya hanya ada 25 siswa, dalam satu bus bisa menampung jumlah 2 kelas lebih.

"Ayo, ayo, cepat!" seorang guru melambai tangannya sambil memegang kembar kertas yang isinya merupakan pembagian kelas.

June mendekat, entah dia dari mana. Ditangannya ada selembar kertas yang aku duga dia memintanya dari staf sekolah. Aby dan Ares melirik isi kertas tersebut, tidak lama kemudian aku mendengar Aby mengumpat.

"Ah, sial!" Aby mendecak, "Kita beda bus, Iliana."

Mendengar itu, aku ikut mengintip isi kertas dan tidak bisa menahan umpatan kesal dalam hati karna aku satu bus dengan seluruh siswa di kelas Tamara. "Yah, sepertinya kalian bertiga ada di dalam bus yang sama." Sekali lagi aku melirik isi kertas untuk melihat nomor bus, dan aku baru menyadari kalau posisi duduk pun sudah diatur. Ternyata staf sekolah memiliki waktu kurang dari semalam untuk menyiapkan hal seperti ini dari ribuan siswa yang ada. Berita buruknya lagi, teman sebangku yang akan bersamaku di dalam bus adalah pria sementara di seberang sisi satunya ada nama Tamara. "Aku harus masuk ke dalam bus. Dah, semua."

"Ayo, cepat masuk! Jangan buang waktu." Seorang guru berseru saat aku sudah berdiri di depan pintu bus tujuanku, tapi begitu melihatku hanya terpaku pada mobil hitam yang di naiki Riana dan Ibunya, guru tersebut merasa jengkel. "Hei, Nak. Aku bilang cepat masuk."

Melihat guru tersebut melotot, aku segera masuk. Tatapan Tamara dan teman-temannya menyambutku begitu aku masuk. Tamara sendiri tampak duduk sendiri dengan nyaman. Dia pasti mengusir teman duduknya. Ada senyum aneh di wajah mereka. Mereka pikir mereka cantik dengan senyuman seperti orang idiot begitu?

Dikursi sampingnya---tempat kursi tujuanku---sudah ada siswa yang duduk disana. Saat membaca Namanya, aku tidak tahu siapa dia atau yang mana orangnya. Tapi begitu melihatnya, ternyata dia adalah pria mesum yang pernah aku lihat dihukum seorang guru karena ada seorang siswi yang mengadukan kalau dia sudah mengintip dan merekamnya saat berganti pakaian di jam olahraga. Itu terbukti dari video yang ada di ponsel siswa tersebut. Duduk dengan dia bukanlah hal yang baik sepertinya.

"Duduk, Iliana. Kamu membuang waktu para guru, jangan hanya bengong seperti orang tidak punya otak," Tamara tertawa di akhir kalimatnya.

Aku mendengus, duduk di kursi pojok dekat jendela. Saat melewati pria itu, dia tampak menyeringai ke arahku dan pandangannya menyapu seluruh tubuhku. Saat aku sudah duduk, entah mengapa pria itu malah membuka kakinya lebar-lebar dan menyudutkanku. Aku mendorongnya, "Tolong, ini sempit."

Orang itu menoleh, dia malah memegang kedua tanganku yang mendorong kakinya.

Tiba-tiba terdengar suara keributan dari luar dalam beberapa saat, hingga kemudian seseorang masuk ke dalam bus. Aku sudah berharap itu adalah seorang guru agar bisa meminta di pindahkan. Dalam keadaan seperti ini duduk Bersama Tamara adalah pilihan yang lebih baik. Tapi ternyata orang itu adalah June. Aku tidak tahu kenapa dia masuk, tapi matanya tampak mencari-cari sesuatu di deretan kursi hingga tatapan kami bertemu. Dia langsung melangkah mendekat.

Melihat June datang, Tamara langsung berdiri dan tersenyum kepadanya. "Hai, June. Mau bergabung? Kebetulan kursi di sebelahku kosong.

June menatap Tamara sejenak, "Tidak perlu." Jawabannya langsung mematahkan keinginan Tamara. Ia Kembali menatapku, dan dengan sedikit kasar menarik lengan pria di sampingku.

Pria itu menatap June dengan tidak senang.

"Aku mau duduk di sini." Kata June, "Sepertinya cewe itu yang perlu ditemani." June menoleh ke Tamara, memberi isyarat pada pria di sampingku.

Saat dia hendak protes, seorang guru datang dan segera menginterupsi. "Roy, biarkan dia duduk di sana." Guru tersebut menyebut nama siswa yang duduk di sampingku.

Roy segera berdiri dan pindah. Tatapan Tamara tampak tidak senang. "Jangan melakukan apapun!" Tamara menunjuk hidung Roy dengan nada mengancam, tapi Roy tampak tidak peduli.

"Semuanya, segera duduk. Bus kan berangkat." Guru itu memberi instruksi terakhir sebelum menutup pintu bus dan duduk di belakang kursi supir.

June yang masih berdiri segera duduk. Bus segera melaju di jalanan aspal tipis melewati jalanan hutan. Kami melewati jalan yang saat itu aku lewati Bersama June, tapi pada persimpangan, kami tidak mengarah ke arah kota. Setelah 20 menit sejak kami berbelok, tampak perkebunan sawit milik pemerintah di kanan kiri jalan, sangat luas. Baru setelah itu perkebunan sayur dan sawah milik warga menyambut, beberapa warga terlihat sedang berkebun. Kami melewati pemukiman warga hingga sampai pada kantor kabupaten yang memiliki lapangan luas. Ada banyak warga disana. Tenda didirikan, panggung di hias sebaik mungkin.

Acara sudah mulai. Para siswa diarahkan untuk segera turun dari dalam bus.

==========

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang