Bagian 5

14 4 0
                                    

(visual dari perpustakaan sekolahnya Iliana)

HAPPY READING

==========

Kami berjalan di lorong asrama perempuan. June memaksa mengantar sampai depan pintu kamarku. Aku sudah menolak, tapi dia tetap memaksa dan mengatakan kalau tidak apa-apa. Padahal sejauh ini setiap laki-laki yang masuk ke dalam asrama perempuan selalu di jatuhi hukuman. Tapi June tetap bersikeras mau mengantarku, padahal ia juga sudah tahu peraturan itu. Dan sekarang setiap langkah kami di ikuti tatapan-tatapan bingung dan sinis. Tatapan sinis sudah pasti banyak dilayangkan padaku. Apalagi kami sempat berpapasan dengan Tamara dan teman-temannya. Tapi June tetap pada pandangan lurusnya pada Tamara yang membuat gadis itu bergidik ngeri dan langsung melenggang pergi.

Kami sempat bertukar kontak sebelum keluar dari UKS tadi. Sebenarnya aku yang meminta kontak June dengan alasan jika aku membutuhkan sesuatu darinya maka aku tidak perlu repot mencari pria tampan tersebut. Walaupun aku tidak yakin aku membutuhkan sesuatu darinya. Tapi tidak ada ruginya juga memiliki kontak June, malah seluruh siswi di sekolah sangat berharap bisa memilikinya.

Di dalam kamar, aku langsung duduk di kursi meja belajar. Menatap lotion yang aku pegang, pemberian dari June. Dengan aplikasi pencari, aku mengambil gambar lotion tersebut yang terdapat aksara Hanji, mencari penjelasannya lewat situs penerjemah bahasa.

Tidak perlu menunggu lama hingga hasilnya muncul. June benar kalau mengatakan ini adalah obat. Obat untuk penderita Sun Rashes, alias alergi matahari. Cirinya hampir sama dengan yang aku rasakan jika langsung terkena sinar matahari; gatal pada kulit, kulit memerah, rasa panas membakar, tumbuh ruam, hingga yang paling parah ialah kulit melepuh. Aku bergidik membayangkan kulitku melepuh. Aku menghela napas pelan, jadi selama ini aku menderita alergi matahari.

Aku mengirim hasil pencarian tadi pada Mama juga menambahkan beberapa pesan. Entah sedang apa dia, dan bagaimana reaksi Mama jika tahu aku menderita alergi sinar matahari?

Aku menyimpan lotion itu ke dalam laci meja belajar, kemudian mengambil beberapa buku untuk ke perpustakaan nanti. Aku baru saja mengunci pintu kamar saat ponselku berbunyi.

Mama menelpon.

"Hai, Ma!" Aku menyapa, mulai melangkah menjauhi kamar asramaku.

"Kamu baik-baik saja, Nak?" Tanya Mama dari seberang telpon.

Aku mengangguk, lupa kalau Mama tidak bisa melihatnya.

"Ana?"

"Iya, Ma." Aku menyahut lebih baik. "Tadi pagi ada pengumuman di lapangan. Karena pagi tadi sinar matahari terlalu terik, aku jadi merasakan gejalanya. Gatal, juga panas di kulit."

Mama terdengar mendesah pelan, "Ya ampun. Terus bagaimana? Kulit kamu terbakar?"

Aku menggeleng, lagi-lagi lupa kalau Mama tidak bisa melihatnya. "Tidak. Rasa perihnya hilang setelah memakai lotion yang fotonya aku kirim ke Mama tadi. Teman aku yang memberinya."

"Teman kamu baik sekali," dari telepon aku mendengar suara keyboard yang di ketik, sepertinya Mama sedang bekerja. "Sampaikan terima kasih Mama padanya, ya. Maaf, ya, An, Mama masih bekerja. Nanti Mama telpon lagi, ya. Jaga diri kamu baik-baik, Sayang."

Aku menghela napas pelan, tersenyum untuk diri sendiri. "Iya, Ma. Bye, Ma!" Entah berapa minggu lagi sampai Mama menelponku lagi.

Ponsel kumasukkan ke dalam saku pakaian, lenganku yang tidak memegang buku membuka pintu perpustakaan. Di dalam ada dua orang, satu sedang membaca buku sementara satu lagi sedang menekuni laptopnya dengan beberapa buku berserakan di mejanya. Sepertinya dia juga sedang mengerjakan tugas. Aku memilih duduk di meja kemarin setelah mengambil beberapa buku dari rak.

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang