Sudah waktunya giliran kelasku untuk bertanding voli. Aku melihat Ares sudah berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri June, menepuk pundaknya. "Ayo, turun ke lapangan." Dari sini aku masih bisa mendengar suara Ares yang berbicara dengan June. Sementara pria China itu mengangguk dan membiarkan Ares jalan duluan menuruni anak tangga tribun sedangkan dia pamit dulu pada Riana."Semangat Jie gégé (kakak Jie, dlm bhs mandarin-kalo ga salah)," Rania mengangkat dua kepalan tangannya, memberikan semangat pada June.
Aku termangu mendengarnya, June di depan sana tampak menghentikan langkahnya dan menoleh sekali lagi pada Rania. Tatapannya tidak bisa terbaca dari arah pandangku yang hanya bisa melihat setengah wajahnya. Namun didetik berikutnya, June hanya mengangguk kemudian melanjutkan langkahnya.
Sorakan para penonton di tribun memenuhi pendengaranku. Disebelahku, Aby ikut-ikutan berteriak dan menyorakkan nama June. "Ana, ayo ikut tanding voli." Ia menyenggol sikutku.
Aku menggeleng, "kamu saja."
"Huh, tidak seru." Aby menuruni tangga tribun menuju lapangan, ikut bergabung bersama yang lain.
Aku tidak peduli. Pikiranku sedang dipenuhi oleh panggilan Rania pada June. Bukankah nama June hanya empat huruf itu? Bagaimana kata Jie ada di nama June? Rania juga memanggilnya sebagai kakak? Bukankah Rania lah yang lebih tua daripada June? Yang tidak aku sadari saat pikiranku sedang menjelajah, ternyata aku sedari tadi masih menatap punggung Rania. Ia mungkin merasa di perhatikan dan membalik badannya. Aku terkejut tertangkap basah sedang menatap lurus ke arahnya.
Rania tersenyum.
Itu membuat keadaan semakin kikuk untukku, jadi aku memutuskan untuk membalas senyumnya dengan anggukan.
Sorakan penonton di tribun terdengar ramai ketika peluit dibunyikan. Suara yang dominan perempuan ini terus menyemangati June yang sedang bersiap menyambut bola yang di pukul ke arahnya dari tim lawan. Di lapangan, June memukul bola dan mencetak poin membuat sorakan penggemar June berseru riang dan semakin heboh.
"Bagus, June"
"Kalahkan tim lawan."
"Semangat, sayang!"
Mendengar seruan-seruan tidak tahu malu itu aku merasa jijik. Dengan percaya dirinya mereka memanggil June dengan sebutan sayang padahal June menyewa seluruh pantai untuk kami berdua dan menciumku. Oke, Iliana. Dirimu sendiri juga terlalu percaya diri! Aku merasa muak dengan sorakan-sorakan dan pikiran diriku sendiri. Meninggalkan tempat itu, aku memilih untuk ke perpustakaan.
Sialnya, dari arah berlawanan aku melihat Tamara baru saja keluar dari kamar mandi dan saat hendak melangkah, ia melihatku berjalan ke arahnya. Sepertinya dia batal pergi dari sana, memilih bersandar di dinding dengan kedua tangan menyilang, ia menungguku.
"Hai, Iliana." Ia menyapa tepat di samping telingaku.
Abaikan dia, Iliana. Terus jalan.
"Aku dengar kamu ke rumah sakit bersama June." Kalimat itu membuat langkahku refleks berhenti, berbalik untuk menatap Tamara.
"Ternyata kamu memang menungguku, ya?" Aku tersenyum manis, sementara Tamara tampak muak melihatnya. "Jangan iri kalau June lebih memilih mengajakku." Sengaja aku memprovokasi Tamara, karena hari itu dia juga berada di asrama karena orangtuanya sedang bekerja di luar negeri jadi tidak bisa menjemput.
Tamara mengepal kedua tangannya di sisi, "Jangan terlalu percaya diri."
Aku terkekeh, memutar bola mata di depan Tamara. Jelas menunjukkan betapa aku muak dengan gadis ini. Berhadapan dengan Tamara entah mengapa membuat sisi kasar dalam diriku bangun. "Kamu juga, jangan terlalu percaya diri kalau dia akan tertarik sama kamu."
Aku mengambil napas Panjang, mengangkat bahu dengan gaya yang berlebihan. "Waktuku terlalu berharga untuk omong kosong ini. Bye, Tamara." Tubuhku berbalik dan meninggalkan Tamara dengan amarahnya yang sudah di ubun-ubun. Untuk kedua kalinya, aku tidak tahu sedang diawasi, kali ini secara langsung dari jauh. Bukan di balik layar monitor.
Perpustakaan benar-benar tidak ada orang lain selain diriku. Bahkan petugas perpustakaan yang selalu menyembunyikan dirinya di balik meja tingginya yang berbentuk bulan sabit itu tampak tidak ada disana. Biasanya ketika aku datang ia selalu menyambut dengan tampang juteknya dengan tidak acuh, seolah dia sudah bosan untuk berkerja disana. Aku tidak membawa buku atau novel apapun saat masuk ke sini. Jadi aku berkeliling sebentar di antara rak-rak buku yang tinggi untuk mencari buku bacaan. Ternyata banyak diantara beberapa buku yang berdebu terutama di rak teratas.
Brakk!
Sebuah suara berdebum, sepertinya buku yang jatuh di Lorong rak-rak buku lain. Aku berbalik untuk memeriksanya, walaupun hatiku mengatakan mungkin ada orang lain di perpustakaan ini dan menjatuhkan buku tersebut. Aku mengecek setiap Lorong dan tidak menemukan apapun sampai aku berada di Lorong rak dekat dengan meja petugas perpustakaan. Ada sebuah buku tergeletak di lantai, tapi tidak ada siapapun disini.
Aku menyimpan kembali buku tersebut ke dalam rak, ketika berbalik, aku melihat sebuah foto di lantai bawah meja petugas perpustakaan. Ketika tanganku mengambil foto itu untuk mengembalikannya ke atas meja karena khawatir itu milik pegutas perpustakaan, Gerakan tanganku berhenti untuk menatap foto tersebut. Aku mengenali orang di foto itu. Foto selfie June di dalam sebuah ruangan dengan senyum. Sepertinya ini di ambil beberapa tahun lalu. Tapi bagaimana foto seperti ini bisa ada di perpustakaan? Rasanya lebih logis jika aku menemukan foto ini ketika aku berada di rumah June. Tapi bahkan rumah pria itu sama sekali tidak memiliki foto yang di pajang di dinding rumahnya.
Apa ini? Aku melihat buku di atas meja petugas perpustakaan. Padahal seingatku saat masuk ke sini tidak ada apapun diatas meja tersebut. Karena penasaran, aku membuka buku tersebut dan ternyata isinya adalah album foto. Ada foto dua anak kecil, lelaki dan perempuan yang tampak tertawa di sebuah taman bermain. Anak laki-laki itu memiliki mata sipit dan tampak kulitnya lebih putih dari pada si anak perempuan. Aku membalik-balik setiap halaman dan melihat sepertinya ini adalah album foto pertumbuhan dua anak tersebut hingga aku mengenali wajah June dan Rania di foto masa remaja mereka. Mungkin foto yang ada di lantai merupakan salah satu foto milik album tersebut. Aku mencari halaman kosong untuk menempatkan foto ditanganku hingga aku sampai di lembar terakhir. Foto dengan latar lokasi syuting, ada June, Rania, dan bahkan tampak kepala sekolah, mereka tersenyum.
Aku tidak mampu bereaksi apapun. Seolah dunia berhenti disana. Hingga di menit berikutnya, aku mengeluarkan ponsel dan mengambil gambar foto tersebut di ponsel. Aku mengeluarkan foto tersebut dari album dan ketika membaliknya tampak sebuah tulisan yang agak pudar disana berupa; 2016.
Ini..? Bukankah tahun debut actor Huang Junjie?
Aku menoleh ke arah pintu perpustakaan yang terbuka.
Siapa yang menaruh ini disini? Apa maksud ini semua?
==========
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY, Iliana
Romance(vote dari kalian buat aku semangat menulis) Kenyataannya, dia berbohong. Tapi aku tahu itu bukan salahnya. Karena nyatanya, aku hanyalah salah satu figuran dalam hidupnya.~ Namaku, Iliana. Aku sama seperti kalian yang menggemari seseorang terkenal...