Bagian 13

16 2 0
                                    

Ruangan tampak diselimuti keheningan. Rania tampak tidak ingin langsung menjawab, di depanku ia sedang menatapku. Walaupun wajahnya tersenyum dan aku akui memang terlihat sangat cantik, tetapi aku bisa merasakan ada sirat lain di matanya.

 Walaupun wajahnya tersenyum dan aku akui memang terlihat sangat cantik, tetapi aku bisa merasakan ada sirat lain di matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia tertawa, "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal kami. June dan aku hanya bersaudara."

Aku sudah tahu soal itu. "Ya, maaf membuat kamu tidak nyaman."

Rania tersenyum, ia terkekeh pelan dan tampak mempertahankan keanggunan dirinya. "Aku dengar kalian sudah jalan berdua?"

Dia pasti mendengar gossip itu. Jika tidak, darimana dia punya ide untuk menanyakannya. Atau mungkin bisa saja June yang bercerita? "Itu bukan jalan seperti dugaan banyak orang. Dia masih baru di sini, jadi dia meminta aku supaya ikut dan menunjukkan di mana rumah sakit." Bohong. June bahkan tidak bertanya sekalipun harus berbelok ke arah mana padaku hari itu.

"Aku yakin kalian sangat dekat kalau begitu. Kamu juga pasti sering menjadi pendengar saat dia menceritakan sesuatu, bukan?"

Aku menggeleng, "Kami hanya teman. Tapi June tidak pernah menceritakan apapun padaku. Mungkin Ares adalah orangnya. Bagaimanapun juga, Ares dan June teman sekamar."

"Kamu salah, June memiliki kamarnya sendiri di asrama." Kata Rania.

Sebagai jawaban, aku hanya bergumam pelan. Aku tidak pernah tahu soal itu. Ares juga tidak pernah cerita. Lagipula memangnya untuk apa diceritakan? Toh, itu bukan sesuatu hal yang penting untuk diceritakan.

Tiba-tiba Rania bersuara dan menarik kembali kesadaranku. "Ah, ya! Kita sudah mengobrol jauh tapi aku tidak tahu siapa nama kamu."

"Namaku, Iliana." Aku tersenyum. Tanganku menjabat uluran tangan Rania yang tampak halus seperti sutra saat di genggam. "Tapi kamu boleh menyingkatnya Ana, sama seperti teman-teman yang lain."

Rania membalas senyumku, "Bagaimana panggilan yang June berikan?"

Aku sempat berpikir keras untuk menjawabnya. Tapi aku akhirnya mengingat satu kata, "Dia selalu memanggilku Ili, memang sedikit berbeda dari yang lain."

Rania berdiri dari sana, "Sampai bertemu lagi Iliana, sepertinya June sedikit menaruh perhatian lebih padamu." Ia berlalu dari pandanganku dan membiarkanku sendirian di sini tenggelam dalam perkataannya yang terdengar penuh misteri sekaligus terdengar seperti sebuah berita menyenangkan.

Yah, sebaiknya aku jangan berharap jika tidak mau kecewa. Rania berhak mengatakan apapun yang dia pikirkan di dalam otaknya itu. Aku tidak perlu menanggapinya dengan serius.

Waktu berjalan terasa lambat, tapi akhirnya malam sudah tiba. Walaupun begitu, Aby hari ini masih jarang bicara. Jadi aku memutuskan untuk diam. Memasuki jam makan malam, aku memutuskan untuk tidur lebih awal. Aku sedang tidak nyaman berbaur dengan siswa yang lain. Pasalnya sejak hari senin lalu pada saat kejadian June mengejarku di Lorong, esoknya kabar burung langsung menyebar hampir keseluruh siswa perempuan. Terutama pengagum June. Aku hanya beruntung hingga detik ini tidak memiliki gangguan apapun dari mereka, hanya beberapa tatapan yang sulit dikatakan jika itu adalah tatapan baik dari siswa perempuan setiap kali bertemu denganku.

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang