Sinar lampu langsung menyerang mataku begitu aku mengerjap. Atap dan dinding putih mengelilingiku, aku duduk dari posisi berbaring. Ini dimana? Tempat ini jelas bukan dinding kamarku di asrama. Bukankah tadi aku sedang bersama June di mobil?
Pintu diketuk. Naluriku menyuruh untuk waspada. Saat ini aku berada di tempat asing, orang di balik pintu bisa saja orang asing dengan niat buruk. Ketukan itu kembali terdengar, aku tidak berniat menjawab. Ketukan yang ketiga, engsel pintu bergerak. Pintu dibuka. Aku sudah terkesiap, tapi wajah Om Avan menyambut membuat seluruh tubuhku kembali rileks.
“Sudah bangun ternyata,” ia tertawa kecil berjalan ke arahku. “Aku baru saja mau membangunkan kamu. Tuan menunggu di dapur.”
Om Avan menghiasi wajahnya dengan senyuman. Tampak garis keriput di setiap ujung matanya setiap kali dia tersenyum.
“Tapi ini dimana, Om?”
“Rumah milik Tuan. Ayo, Tuan Muda sudah menunggu.”
Aku mengangguk, mengikuti langkah Om Avan. Begitu keluar dari pintu kamar, ruangan luas menyambutku dengan sofa dan meja tamu yang berada di tengah. Kami berjalan ke bagian dalam rumah. Ada sebuah lemari besar yang menghalangi antara ruang depan dengan meja makan. Disana sudah ada June sedang duduk menatap layar televisi sambil sibuk mengunyah. Pantry terdapat di sepanjang dinding, tampak rapi dan bersih seolah rumah ini selalu dihuni oleh seseorang setiap harinya.
“Hai, June.” Aku melangkah dan duduk di sampingnya. Tadi saat melangkah aku tidak tahu apa yang dimakan oleh June, tapi sekarang aku bisa melihat June sedang memakan semangka yang masih dalam keadaan setengah lingkaran, menyendoknya sambil menatap layer televisi.
Ia hanya menatapku sekilas sebagai jawaban, kemudian berdiri dan mengambil sepotong semangka dari dalam lemari pendingin. June menaruhnya tepat di depanku lengkap dengan sendok tanpa mengatakan apapun.
“Eh, ini buat aku?”
June mengangguk, masih menatap layar televisi. Ia tampak sudah berganti pakaian. Om Avan yang tadi mengantarku ke ruangan ini sudah pergi sejak pantatku menyentuh sofa.
Aku teringat sesuatu, pertanyaan yang sejak pertama aku membuka mataku disini terus terngiang-ngiang. “June, ini dimana?”
“Rumahku.” Ia menjawab singkat.
Melihat June sepertinya sedang dalam mode irit bicara, aku memutuskan untuk diam dan memakan semangka yang terasa dingin di dalam mulutku. Rasanya manis. Aku terus memakannya hingga sekarang sisa setengahnya saja. Semangka milik June bahkan sudah habis. Ia sedang pergi untuk membuang bekas semangkanya. Sepuluh menit berlalu, kenapa June lama sekali membuang sampah semangkanya? Apakah tempat sampah di dalam rumah ini sejauh itu saking luasnya? Entah dimenit keberapa, pria tampan itu akhirnya kembali. Di tangannya ada sesuatu.
“Pakaian ganti, yang itu pasti sudah kotor.”
Aku mengangguk, mengucap terima kasih. “Di sini ada siapa saja?” ini pertanyaan yang sangat penting. Di dalam rumah seluas ini, dan aku hanya seorang diri perempuan yang tidak berdaya di tambah aku tidak tahu bagaimana lingkungan disini. Jika ada yang berniat buruk bagaimana?
June menatapku, tubuhnya juga sedikit condong ke arahku. “Kita berdua.” Aku melihat ia tampak mengubah ekspresinya, tersenyum miring, berbisik tepat di telingaku. “Mau bersenang-senang?”
Pertanyaan itu sukses membuatku merinding. Dia gila! Dalam khayalanku, aku sudah berlari sekencang yang aku bisa menjauh dari June, tapi sayangnya aku terpaku disini. “Terus Om Avan tidur di mana?”
Melihat reaksi di wajahku, June justru malah tertawa pelan. Sejenak wajahnya yang biasa kaku berubah menjadi lebih bersahabat, terlihat lebih baik dan ramah. “Aku bercanda. Om Avan tidur di luar, ada ruangan khusus di sana untuk tidur sekaligus berjaga.”
![](https://img.wattpad.com/cover/268397755-288-k253333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY, Iliana
عاطفية(vote dari kalian buat aku semangat menulis) Kenyataannya, dia berbohong. Tapi aku tahu itu bukan salahnya. Karena nyatanya, aku hanyalah salah satu figuran dalam hidupnya.~ Namaku, Iliana. Aku sama seperti kalian yang menggemari seseorang terkenal...