Bagian 17

9 2 0
                                    


Sampai siang ini, baru aku merasakan pegal-pegal akibat berjalan di hutan hampir seharian kemarin. Memang sepertinya selama ini aku kurang olahraga, sibuk rebahan di kamar asrama.

“Sudah baikan?” June bertanya, dia membantuku memijat betis.

Aku mengangguk, “Tidak buruk.”

Ia balas mengangguk pelan, berdiri. “Kalau begitu kamu istirahat dulu. Nanti sore kita kembali ke asrama. Tapi aku pergi dulu bersama Avan.”

“Eh, mau kemana?” Secara naluriah aku langsung bertanya walaupun kemanapun June pergi itu bukan urusanku. Atau itu memang urusanku? Karena itu artinya aku akan ditinggalkan di rumah sebesar ini sendirian, bukan?

“Aku pulang sore ini. Kalau kamu lapar, ada makanan di lemari dapur.” Ia tersenyum dan mengusap rambutku sekilas sebelum pergi.

Aku mendengus, itu bukan jawaban. Dimenit berikutnya, terdengar suara mesin mobil yang bergerak menjauh. Dia benar-benar meninggalkan aku sendirian di rumahnya. Apa dia tidak takut aku mencuri?

Satu jam berlalu, menunggu dengan bosan. Dua jam, tiga jam tterlewat hingga matahari ssudah di puncak. June belum juga kembali. Memberi kabar juga tidak. Jenuh, tidak banyak yang bisa kulakukan, sepertinya mengelilingi rumah ini bukan ide buruk. Lagipula aku hanya tau letak dapur, kamar yang kupakai saat ini dan ruang tengah.

Aku menuju balkon, membuka pintu kacanya. Tampak halaman luas dengan rumput yang terpangkas rapi berbatasan dengan hutan. Apakah Om Avan yang memangkas rumputnya? Rumah ini sepertinya dibangun untuk memberikan ketenangan bagi pemiliknya. Tidak ada tetangga, semua di kelilingi oleh pohon. Kecuali dari kejauhan, aku melihat tembok yang berdiri kokoh. Samar memang, tapi aku yakin kalau itu ada tembok. Tampaknya mengelilingi rumah ini, memagarinya. Tapi kenapa jauh sekali? Berarti lahan rumah ini luas sekali, bukan? Tapi kenapa aku tidak pernah melihat dinding pagar rumah ini? Ah, iyaa.. setelah di ingat-ingat lagi, aku selalu tertidur setiap kali datang maupun pulang dari rumah ini.

Bagaimana bisa aku begitu mudah tertidur? Mungkin karena nyaman setiap kali di dekat June? Aku pernah membaca artikel tentang hal tersebut.

Bosan menunggu, aku memutuskan turun ke dapur. Apalagi kalau bukan untuk makan, aku lapar. Kasihan masakan June kalau tidak dimakan. Setelah membersihkan bekas makan tersebut, aku memutuskan menonton televisi. Hingga aku tidak sadar tertidur di sofa.

*****
Tidak bisa bernapas, seseorang mencubit hidungku sampai aku tersadar. June, dia pelakunya! Tapi sejak kapan aku tidur di pangkuannya?

“Sakit!” aku segera duduk, mengusap hidung.

Ia malah tertawa. Dasar menyebalkan!

“Betah di sini?” ia bertanya. “Mau menginap lagi? Sudah malam soalnya, padahal harusnya sore ini kita pulang ke asrama.”

Secara naluriah aku langsung melirik jam dinding. Pukul 19.15, masih ada waktu untuk kembali ke asrama. Walaupun sampai disana terlalu malam. Lagipula besok pembagian hasil nilai ujian, Mama berjanji akan datang. Nanti dia sibuk menanyakanku ke seluruh penghuni sekolah.

“Kita pulang sekarang, ayo!” aku segera berdiri dan menarik tangannya. June tidak menolak, menyambut. “Aku siap-siap dulu.”

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang