Bagian 20

10 1 0
                                    

Happy reading guysss<3
==========

Malam itu menjadi malam yang panjang dengan tangisan. Tapi hari hari berikutnya June selalu membuatku tertawa. Ia memasak untukku. Sebelum aku bangun, sarapan sudah tersedia di dapur. Jendela-jendela sudah terbuka agar udara segar bisa masuk. Kami membersihkan rumah bersama. Kadang kami pergi ke pasar untuk membeli sayuran. Tidak ada supermarket disini, karena jarak kota masih puluhan hingga ratusan kilometer jauhnya.

June selalu memakai pakaian yang sangat tertutup ketika keluar. Saat aku bertanya, dia beralasan tidak mau terlihat begitu mencolok. Ya, itu memang masuk akal. Sudah pasti warna kulitnya yang begitu bersih seolah menyinari dunia tidak menjadi pusat perhatian warga sekitar. Belum lagi wajahnya yang terlihat oriental.

Dua hari sekali, kami mencuci pakaian. Aku yang bertugas mencuci, June yang membilas hingga menjemur pakaian. Meski memang itu tidak adil, tapi dia tidak pernah mengeluh. Kadang aku suka bersikap egois padanya, namun dia tetap menerima saja tanpa melawan. Itu membuat penilaian dirinya baik di mataku, meski seharusnya aku merasa bersalah padanya.

Sore ini, semua pekerjaan rumah sudah selesai. Aku memutuskan menonton televisi. June sedang mandi. Biasanya saat sore seperti ini aku memutuskan membaca buku di kamar hingga waktu makan malam. Karena biasanya, dari atas sering terlihat matahari terbenam. Saat itu tiba, maka aku menutup buku yang sedang kubaca sejenak untuk menatap pemandangan tersebut.

Semerbak harum sabun menyerang indera penciumanku.

“Hai, Ili.” June menyapa, ia baru keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang masih basah. Ia mengusapnya dengan handuk kecil.

Aku segera membuang muka, pemandangan itu membuat wajahku terasa panas. “Pakai baju dulu.” Aku berkata pelan, tidak sanggup melihat dirinya yang hanya berbalut handuk yang hanya menutup pinggangnya saja. Apalagi ternyata perutnya sangat tampan, dan bisepnya yang terlihat mencolok yang biasanya selalu tertutup pakaian.

June lewat di depanku. Itu membuatku langsung menutup wajahku dengan kedua telapak tangan. “Ada apa?” terdengar suaranya. Sepertinya dia belum masuk ke dalam kamarnya.

Aku menggeleng, berseru. “Cepat pakai baju!”

Aku mendengar June berdeham, tapi suaranya terdengar sedikit serak.

“Kamu juga,” bisiknya di telingaku yang seketika membuat seluruh tubuhku terasa merinding saat napas hangatnya menyentuh kulitku. “Jangan memakai celana pendek yang longgar. Posisi duduk kamu membuatnya terlihat seperti tidak pakai baju.”

Secara naluriah aku menurunkan tangan dan berusaha membenarkan posisi duduk yang sebelumnya menekuk kedua lutut dan mengangkatnya ke atas sofa. Tapi aku terkejut dan dibuat tidak bisa bergerak saat menyadari ternyata June menunduk padaku dengan kedua tangannya berada disisiku.

Reflek aku berteriak di depan wajahnya. “Apa.. yang..?”

“Tapi aku suka melihatnya.” Suara bisikannya seperti ancaman kematian bagiku.

“Jangan macam-macam!” aku berusaha mendorong tubuhnya.

Ia berdiri, tapi tidak segera pergi dari sana. Kesempatan itu langsung aku pakai untuk menutup kakiku dengan bantal sofa.

Selama beberapa detik sunyi, aku salah tingkah. Sementara June terus menatapku.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh kemudian petir menyahut. Detik berikutnya, hujan deras turun begitu saja seolah di tumpahkan langsung dari langit oleh malaikat.

“Jemuran!” aku berseru.

June segera berlarian keluar mengangkat jemuran kami tadi pagi. Seharusnya sudah kering. Mana pakaiannya banyak pula.

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang