Bagian 30

7 1 0
                                    

Pintu kamar di tutup.

Penghuni lain kamar asrama segera berjalan ke arahku, menjatuhkan pantatnya di atas kasurku. Ia bahkan sudah mengangkat satu kakinya sementara kaki yang lain sibuk berayun.

"Cerita sekarang atau berhenti kasih contekan!" Ancamnya.

Aku menghela napas, menulis satu paragraf terakhir di buku catatan. Beres! Semua tugas sekolah sudah aku salin. Menyebalkan juga jadi tukang bolos tapi tetap tidak mau ketinggalan pelajaran.

"Cerita yang mana?" aku membalikkan tubuh menghadap Aby.

Saat itu juga sesuatu mendarat tepat di wajahku. Itu ternyata bantal. Meskipun bukan benda yang keras, tapi tetap saja sakit.

Aku mengaduh pelan, "Kalau begitu aku tidak mau cerita!"

Aby nyengir, mengambil kembali bantal tersebut. "Maaf, sekali saja. Lain kali tidak akan begitu lagi."

Aku mendengus. Rasa ingin membalas dia, menjambak rambutnya hingga botak pada bagian tengahnya supaya dia tidak lagi mencatok rambut sebelum berangkat sekolah. Tapi pada akhirnya aku tetap menceritakan semua dari sejak liburan semester lalu hingga apa yang terjadi hari ini. Kecuali fakta Huang Junjie adalah June, yang saat ini menimbulkan pertanyaan baru di kepalaku. Bagaimana dia tidak mati sementara media di negaranya mengatakan bahwa dia telah tiada dalam kecelakaan?

"Ini sepertinya jadi kisah yang rumit. Di satu sisi Tamara menjadi antagonisnya dalam hidup kamu, tapi di kisah Tamara Ibu kamu yang sudah jadi orang jahatnya." Ia terdiam sebentar, mendekap bantal yang di pangkunya. "Tapi sebenarnya apa ada hubungannya Rania sama June? Apa motifnya sampai dia mengganggu kalian? Kamu bilang profilnya adalah seorang model, bukan?"

"Mereka saudara," jawabku. Aku menatap Aby dan aku bisa melihat keterkejutan di wajahnya.

Ia menggeleng, "Jangan ngarang. Kamu tahu darimana? Mereka jauuuuuuhhhhhhhhh sekali. Tidak ada mirip-miripnya."

Itu juga yang menjadi pertanyaanku hingga saat ini sejak aku mencuri dengar percakapan June dengan kepala sekolah. Jika kepala sekolah memang pamannya June, maka dari garis keturunan yang mana? Wajah June, tubuhnya, kulitnya, benar-benar ciri khas Negeri Tirai Bambu. Tapi kepala sekolah tidak seperti orang yang berasal dari luar negeri maupun blasteran. Juga foto mereka yang pernah aku temukan di perpustakaan pada hari itu, apakah memberikan apresiasi kepada Huang Junjie karena ia sudah debut dan menjalankan syuting di drama pertamanya?

Aduh, rasanya kepalaku pening.

"Tapi kalau iya mereka bersaudara, kenapa Rania malah mengusik kalian?" Aby masih tampak kebingungan.

Aku menggeleng, sudah sakit kepala rasanya memikirkan ini sekaligus. Aby juga. Bukannya prihatin dengan apa yang terjadi dengan Mama malah sibuk bertanya hal-hal yang diluar kapasitas pikiranku.

Aku beranjak berdiri, mendorong Aby dari atas kasurku. "Sudah tidur sana. Aku juga tidak tahu." Merampas bantal yang masih dia peluk, menarik selimut. Waktunya tidur.

*****

Disinilah aku.

Nekat masuk secara diam-diam ke dalam salah satu mini bus yang mengangkut tim basket sekolah kami. Dalam perjalanan menuju kota. Bahkan aku sendiri tidak ada rencana apa yang akan aku lakukan jika telah sampai di sana.

Secara kebetulan juga, guru olahraga kami sekaligus pelatih basket naik dalam mini bus yang sama dengan ketua tim basket. Sementara Ares-lah ketua tim basket, maka saat ini salah satu guru di sekolah berada di mini bus yang sama denganku.

Aku menggigit bibir. Keadaanku saat ini juga tidak baik. Itu yang jadi masalahku sekarang. Nasib menjadi penumpang gelap, duduk dibagian paling belakang bersama barang bawaan penumpang lain. Menjaga diri sendiri agar tidak kejatuhan tas yang entah apa saja isinya tapi sukses membuat kepalaku benjol. Sementara aku tidak boleh mengeluarkan suara! Bahkan meluruskan kaki saja susah.

ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang