Bagian 19

14 1 0
                                    

“Rumahku semalam kebakaran.” June menjawab dengan santai. Seolah ‘kebakaran rumah’ hanya perkara kecil yang tidak begitu serius seperti kehilangan salah satu kunci ruangan.

Mama berseru tertahan. “Kamu mau tinggal sama kita dulu selama liburan?”

Aku langsung menatap Mama. Menegaskan kembali jika kalimat barusan memang berasal dari Mama. Sungguh aku sangat Tidak menduga hal seperti itu akan keluar dari mulutnya secara tiba-tiba. Bagaimana Mama bisa mengucapkannya begitu saja tanpa memikirkannya dulu? Bukannya aku tidak mau membantu June. Tapi arti dari kalimatnya Mama adalah aku akan berada satu atap dengannya selama dua minggu!

“Loh, kenapa? Bukannya dia laki-laki yang sering membantu kamu?” Mama mengeluarkan kalimat itu demi melihat wajah protesku. “Yang sering kamu ceritakan, laki-laki dari Cina di kelas kamu?”

Aku menepuk jidat. Astaga Mama ini, kenapa harus jujur disaat seperti ini. Memang aku sering menceritakan pada Mama tentang June yang selalu baik padaku, selalu ada untuk membantuku. Tapi tidak harus di publikasi seperti ini!

Aby menyela, “Ide bagus!” ia menatap June, sedikit mendongak karena perbedaan tinggi badan mereka. “Kamu bisa tinggal di rumah Iliana sementara sebelum masuk sekolah. Cuma 2 minggu, kok.”

“Sudah, sudah. Sekarang cepat ambil barang-barang kalian.” Perintah Mama.

Aku hanya bisa berbalik dengan lesu. Tapi seseorang menabrak tubuhku, memekik kaget karena kehilangan keseimbangan tubuh. Sudah dapat dipastikan aku jatuh ke lantai jika saja orang yang menabrak tubuhku tidak menggenggam tanganku, sementara June menahan bagian belakang tubuhku.

Saat aku bisa berdiri dengan lebih baik, aku menatap wajah orang yang menabrakku.

“Maaf, Nak. Hampir saja.” Ia menghela napas pelan. Sepertinya dia juga terkejut sudah menabrakku. Di belakangnya, berdiri Tamara dengan ekspresi kaget yang langsung berubah kembali menjadi wajah angkuhnya.

Aku mengangguk, tidak apa-apa.

Ayah Tamara beralih menatap Mama. Ia menyapanya. Hal kedua yang sangat tidak terduga. Mereka seperti orang yang saling kenal. “Anak kamu sekolah disini juga? Wah, ini kebetulan sekali.”

Melihat Mama, tampak ekspresi tidak nyaman disana tapi segera berubah menjadi sikap ramah dengan senyuman lebar. “Ya,” kata Mama pada akhirnya, “memang agak tidak terduga.”

“Papa kenal?” Tamara memotong.

Yang ditanya langsung mengangguk, ia justru kembali menoleh padaku. “Siapa namamu?”

Aku menatap Mama sebelum menjawab, Mama juga ternyata sedang menatapku. “Iliana, Om.”

Ayah Tamara tersenyum, “Wah, cantik, ya. Seperti ibunya.”

Aku hanya mampu tersenyum kaku. Andai Ayah Tamara tahu bagaimana hubungan kami berdua. Detik berikutnya, Mama menyuruh kami agar segera mengambil barang-barang. Aku dan June pamit dari sana.

Ketika aku kembali, June sudah berada disana dengan Mama. Ayah Tamara sudah tidak ada. Mungkin mereka sudah pulang. Tanpa menunggu waktu lama, kita langsung menuju tempat mobil Mama terparkir. Menuju rumah nenek.

Hari ini waktu berjalan terasa cepat sekali, seperti kibasan angin. Malam sudah tiba, barang-barang kami sudah di bereskan. Mama juga membawa kopernya, hanya berisi pakaian dan keperluan lainnya. Tidak banyak. Untuk makanan, rumah ini selalu memiliki stok yang aman.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ILY, IlianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang