Who's Are You?

799 103 7
                                    

Juan benar-benar tidak tau dia ini sekarang lagi dibawa kemana sama Om Darren yang nyatanya baru pertama kali ini dia temui.

Setiap kali Juan nanya Om Darren itu sebenarnya siapa, pasti selalu saja dia mengalihkan pembicaraannya.

Ada saja yang dijadikan topik obrolan sama Om Darren sampai mebuat Juan udah keburu malas buat menuntut jawaban dari Om Darren.

Tapi sayangnya Juan tidak bisa kalau tidak dikasih jawaban.

Satu pertanyaan dari Juan tentang Om Darren siapa aja tidak ada jawabannya dan sekarang Om Darren membawa Juan ke sebuah apartemen mewah yang Juan sendiri benar-benar tidak tau punya siapa.

"Om beneran mau jual aku ke Tante-Tante ya?" tanya Juan

"Kalau ngejual kamu bisa ngebuat saya kaya raya, udah saya jual kamu dari dulu"

"Dari dulu?" beo Juan, "berarti Om udah tau dengan aku udah lama banget? Terus ini apartemen siapa lagi?"

"Kamu banyak tanya Juan" jawab Darren, "malam ini kamu nginap di sini aja dulu ya"

"Dih? Ogah, ngapain?" tanya Juan, "balik aja lah aku Om"

"Udah malam Juan" jawab Darren, "saya yang bakal capek kalau harus nganterin ke rumahmu"

"Kan aku bisa pulang sendiri Om"

"Pakai apa?" tanya Darren, "jalan kaki? Yang ada nanti kamu di tawarin Tante-Tante"

"Motorlah Om"

"Motor kamu masih disana" jawab Darren

"Tadi katanya bakal di anterin juga Om?!"

"Siapa yang mau nganter? Mereka?" tanya Darren balik, "lagian udah malam, orang-orang saya pastinya sudah istirahat"

"Om gimana sih!?" protes Juan

"Kamu saya drop di sini aja ya, saya udah capek kalau harus nganterin kamu juga sampai ke atas" jelas Darren sambil menyodorkan sebuah kartu akses berwarna abu-abu ke arah Juan

"Kok dikasih ke aku?" tanya Juan

"Kamu naik sendiri ya, unitnya ada di lantai dua puluh lima, unitnya pakai lift pribadi jadi ini kunci aksesnya, passwordnya tanggal lahir kamu" jelas Darren

"Eh Om? Ga usah deh aku bisa minta Jean jemput aku aja"

"Udah ga usah nolak kamu" jawab Darren sambil membukakan pintu Juan dari dalam, "turun, terus tunjukin aja kunci akses ini ke resepsionis, lalu jalan ke arah lift, jangan lupa kartu aksesnya kamu scan, soalnya lantai dua puluh ke atas sudah unit privat, kalau sudah di unit kamu jangan lupa masukin kodenya biar kamu bisa masuk" jelas Darren, "istirahat kalau sudah masuk, besok pagi saya jemput"

Setelah mengatakan kalimat yang cukup panjang tersebut, Darren tidak lupa mendorong pelan tubuh Juan hingga memaksa Juan untuk keluar dari dalam mobilnya Darren selanjutnya Darren melajukan mobilnya tanpa menunggu Juan memasuki apartemennya.

Sedangkan Juan masih berdiri di tempat dia dipaksa turun atau kalau menurut Juan dia diusir. Masih memandang tak percaya mobil yang sedari tadi dia tumpangi kini telah melaju menjauh.

"Ini serius gue masuk sendiri ke apartemen stranger?" ucap Juan kepada dirinya sendiri sambil menatap kunci akses yang sedang dia genggam

🧚‍♂️

Pada akhirnya Juan mengikuti intruksi yang diberikan oleh Om Darrennya tadi.

Sebenarnya Juan sedikit terpaksa karena handphonenya sudah mati, kemungkinan sih baterainya habis.

*ting*

Pintu lift perlahan terbuka ketika lift sampai pada lantai unit yang dituju.

Perlahan Juan melangkah kakinya meninggalkan lift dan langsung dihadapkan kepada lobby mini yang disediakan sebelum memasuki unit apartemen.

"Padahal ini sudah unit ini udah di kasih kunci aksesnya sendiri untuk bisa sampai ke unit ini, tapi masih juga ada pintu yang masih harus dibuka pakai password" ucap Juan heran sambil memandangi sekeliling lobby mini di tempat sekarang dia berdiri.

Ruang tersebut sebenarnya tidak terlalu kecil, kira-kira cukup untuk menampung tiga orang.

Di ruangan mini ini tidak terdapat banyak peralatan yang disediakan, hanya terdapat sepasang sofa yang sepertinya memang sengaja disediakan disini, lemari sepatu berwarna kuning emas yang terbuat dari kaca, beberapa tanaman hias di setiap pojok ruangan yang kalau menurut Juan itu tidak asli sama sekali, serta jangan lupakan pula lantai dan dinding yang sepenuhnya terbuat dari marmer putih.

Setelah cukup puas menatap sekeliling, Juan beralih menatap ke arah pintu yang masih tertutup rapat, sebuah pintu besar yang hanya berwarna hitam polos, sangat kontras warnanya dengan suasana pada lobby mini di depannya yang di dominasi akan warna putih dan juga kuning emas.

Mengikuti instruksi yang diberikan oleh Om Darren tadi, Juan menekan angka berupa tanggal lahirnya dan benar saja, pintu tersebut terbuka.

"Wah" ujar Juan sesaat setelah memasuki unit apartemen tersebut yang langsung membuat Juan terkagum-kagum dengan interior apartemen tersebut.

"Kenapa kok semua lampu hidup?" gumam Juan pelan memperhatikan sekeliling di mana setiap sudut di apartemen tersebut diterangi oleh sinar lampu yang seperti memang sengaja dihidupkan.

Meskipun Juan merasa terkagum dengan interior yang terkesan minimalis dengan dominasi warna hitam, tetap saja Juan menaruh rasa curiga dan waspada.

"Kalau Mama atau Kila yang tinggal di sini pasti udah ngeluh karena ngerasa tinggal di dalam goa" ucap Juan

"Maskulin banget ini apart" ucap Juan lagi, "tapi anehnya terasa hangat"

Tanpa disadari oleh Juan sendiri, kini Juan melangkah kakinya mengelilingi apart yang baru saja dikunjunginya, memindai, memperhatikan dan mengagumi setiap sudut interior yang Juan rasa sangat cool

"Jean bakal suka nih dengan interior serba gelap gini" ucap Juan lagi

Hingga Juan tiba memasuki salah satu kamar, Juan dibuat cukup terkejut dengan pemandangan pertama yang dilihatnya.

Sebuah meja panjang yang menurut Juan seharusnya lebih cocok untuk dikatakan sebagai meja tv, terdapat sejumlah bingkai foto yang tampak familiar bagi Juan.

Berbagai macam warna pada bingkai foto tersebut yang sangat kontras dengan dinding kamar yang lagi-lagi masih didominasi dengan warna hitam, bingkai foto dengan berbagai ukuran.

Di dalamnya terdapat foto-foto dari tiga orang bayi yang menurut Juan sangat familiar.

Diambilnya salah satu foto yang terbingkai dengan warna pink, menampakkan seorang bayi yang memakai pakaian serba pink yang menurut Juan itu adalah seorang bayi perempuan.

Di tengah-tengah sederet bingkai foto yang tertata rapi tersebut, terdapat satu bingkai foto berwarna putih dengan ukuran yang paling besar di antara yang lain.

Di dalamnya terdapat seorang bayi perempuan yang fotonya tadi Juan ambil dengan sisi kiri dan kanannya juga terdapat dua orang bayi lainnya.

Untuk sesaat Juan masih memperhatikan wajah-wajah tersebut yang menurut Juan semakin merasa tidak asing.

"Ini.. gue?" ucap Juan yang lebih seperti bertanya dan lagi memperhatikan sosok bayi lainnya, "Jean sama Kila juga?"

"Tapi.. kena--" ucap Juan terpotong ketika mengedarkan pandangannya pada sekeliling kamar karena fokusnya teralihkan pada saat memasuki kamar tersebut dengan jejeran bingkai foto yang tersusun rapi

"Pa?" sambung Juan ketika dia melihat foto sang Mama bersama dirinya dan juga kembarannya yang terbingkai dengan ukuran besar di atas headboard kasur

Rahang Juan mengeras, tangannya menggenggam erat bingkai foto dirinya dengan para kembarannya yang masih balita dengan pandangan matanya menatap tajam pada bingkai foto tersebut yang bertuliskan "My home, Rafandra' dengan tambahan gambar hati di ujungnya.

"Who are you?" ucap Juan dengan penuh penekanan pada setiap kalimatnya

🧚‍♂️

Rafandra Twins | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang