Keluar - Masuk ? (21+) | Part 1

244K 1.5K 7
                                    

“Kalau Om, sih, lebih milih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kalau Om, sih, lebih milih ....”

Baru saja Raka akan mengucapkan kalimatnya, seorang wanita paruh baya bertubuh kecil datang dan masuk ke dalam kamar tamu yang kini dihuni sementara oleh Raka.

“Tuan Rak—” Marta—pembantu rumah tangga keluarga Wirawan—menutup mulutnya saat ia melihat Raka tengah
menindih anak dari majikannya.

Raka otomatis menoleh dan kesempatan itu digunakan oleh Ana untuk mendorong dada Raka yang saat ini tengah lengah. Raka tertarik ke belakang, dan Ana buru-buru turun
dari atas tempat tidur, tetapi ketika ia hendak berlari menuju ke tempat Marta, pria itu telah terlebih dahulu menahan pergelangan tangannya dengan sigap.

“Bi!” Ana berteriak, tetapi Raka memotong ucapannya.

“Ada apa, Bi?” tanya Raka sambil menahan pergelangan tangan Ana yang masih berkelit untuk membebaskan diri. Raka berdiri dan tubuhnya yang jangkung kian membuat Ana susah untuk melepaskan diri.

Marta tertegun kagum saat Raka dengan suara sopran bertanya kepadanya, tetapi dengan segera wanita berpakaian serba putih itu menormalkan ekspresi.

“Oh ... itu, ada teman Non Ana di bawah.”

“Laki-laki atau perempuan?” sahut Raka lebih cepat dari Ana.

“Laki-laki, Tuan.”

“Ihh, lepasss, Om! Temanku ada di bawah!” Ana dengan jengkel berusaha melepas tangan Raka, sementara Raka dengan tatapan tajam dan menusuk, mulai menatap tubuh Ana dari atas ke bawah.

“Ganti dulu pakaianmu, Sayang.”

Masih memasang wajah cemberut, Ana membantah.

“Nggak mau!”

Raka tersenyum, dan senyum misterius itu membuat Ana sedikit gentar, karena senyuman itu tampak berbeda dari
senyum manis yang biasanya Raka umbar.

Ana mencoba melepaskan kontak matanya dari Raka dengan menatap Marta, meminta bantuan, tetapi wanita itu hanya bisa tersenyum kecut. Bahkan beberapa saat kemudian, Marta akhirnya angkat kaki dari dalam ruangan setelah mendapatkan isyarat lewat mata Raka agar ia segera pergi.

“Ih, Bi ... jangan per—”

Ceklek.

Suara Ana bertepatan dengan suara pintu kamar yang kembali ditutup.

“Aku ini seorang pria, Sayang,” ucap Raka parau.

Ana terkejut saat tangan Raka tiba-tiba bergerak turun dari pinggang, dan kini berhenti tepat di pahanya. Kulit tangan pria itu yang kasar menyentuh paha milik Ana.

Bahkan, dengan ringan, tangan Raka menelusup masuk di sela-sela rok Ana yang pendek.

"Ih ... Omm ....” Ana merapatkan kakinya seraya mencoba menahan tangan Raka.

Bersamaan dengan itu, napas Raka menyapu telinga dan leher Ana yang sensitif hingga membuat Ana gemetar sembari berusaha menjauhkan kepalanya.

“Pakaianmu saat ini mengundang para pria buat mesumin kamu, Sayang,” bisik Raka. Dengan kekuatannya yang jauh lebih dominan dan besar, ia memaksa tangannya untuk masuk di sela-sela kaki milik Ana.

“Ahh ... jangan Omm!!!” Ana terpekik karena Raka—pria pertama yang menyentuhnya—kini menjatuhkan tangannya di pusat kewanitaannya yang masih dilindungi celana dalam.
Raka menggesekkan jari tangannya, dan itu membuat Ana semakin merapatkan kedua kakinya dengan gelisah sambil menggigit bibirnya begitu kuat.

“Omm ....” Ana mencengkram pergelangan tangan Raka saat tangan pria itu menyusup masuk ke celana dalam miliknya, dan seperti dialiri tegangan listrik, Ana berteriak saat Raka memasukkan satu jarinya ke dalam miliknya.

“Ahh ... Ommh! Cukupph!!!”

“Turuti Om, Sayang. Kalau tidak ....” Raka membisikkan sesuatu di telinga Ana. “Nanti bisa-bisa Om kawinin kamu sebelum nikahin kamu.”

“Ihh ... nggak ... nggak mau!” Ana menggelengkan kepalanya kuat-kuat dengan mata yang dialiri rasa takut. Raka tertawa keras, dan hal itu membuat Ana mengerucutkan bibirnya.

“Hanya bercanda, Sayang. Jangan takut.” Raka mengeluarkan tangannya dari dalam rok Ana, lalu merengkuh tubuh Ana ke dalam pelukannya.

Raka memeluknya sangat erat, dan Ana hanya bisa menerimanya dengan canggung dan jantung yang masih
berdebar kencang.

“Sekarang ganti pakaianmu. Nanti Om temani kamu menemui temanmu.” Raka melepaskan pelukannya, dan mengusap rambut Ana dengan gemas. Seperti anak ayam yang mematuhi induknya, Ana akhirnya mengikuti kemauan Raka. Ia memakai pakaian pilihan Raka, dan dengan sedikit kesal karena sikap intervensi pria itu yang berlebihan.

Ya sangat berlebihan, hingga teman
satu kampusnya—Rian—berkali-kali harus menerima semprotan dingin dari Raka, dan berhasil membuat laki-laki itu segera pergi, angkat kaki karena takut dengan Raka.

***


“Tidak boleh,” ucap Raka datar.

“Kenapa tidak boleh?! Papa selalu membolehkanku untuk keluar malam bersama teman-temanku yang lain!” Ana berkata dengan wajah merah padam.

“Tapi aku bukan ayahmu, Sayang.” Raka tersenyum, dan dengan gerakan samar di rambut Ana, ia kembali berkata, “Anggap saja ini adalah latihan karena kamu akan jadi istri Om. Jadi, belajarlah untuk selalu tinggal di rumah, menemani Om dan melakukan tugasmu menjadi seorang istri.” Raka
tersenyum dan Ana membelalakkan mata kesal.

“Ihh, nggak! Aku nggak mau nikah sama Om!” Ana menepis tangan Raka dan berjalan mundur untuk kembali menjauhi pria itu.

“Hari ini kamu menolak, besoknya kamu akan memohon sama Om buat nikahin kamu,” ucap Raka percaya diri sambil berjalan mendekati Ana.

“Nggak! Nggak akan!”

Ana mencoba menjaga jarak dari Raka, dan akhirnya berlari ke kamar tidurnya saat melihat tanda-tanda perubahan ekspresi pada wajah Raka.

“Aku akan bilang sama Papa!” ancam Ana, dan ia sempat mendengar suara kekehan keras Raka di ruang tamu.

Ceklek!

Ana menutup pintu kamar lalu buru-buru menguncinya.

Klik!

Jantung Ana berdebar sangat kencang. Ancaman Raka membuatnya tidak tenang.

“Aku nggak mau nikah sama Om Raka! Nggak mau!” ucap Ana pada diri sendiri.

Walaupun Raka memiliki wajah yang terbilang tampan, tapi Ana takut dengan kehadiran pria yang usianya terpaut jauh darinya itu. Raka terlalu vulgar dan mesum untuknya.

Ana kemudian menurunkan tangannya di pangkal paha. Ia masih merasakan tangan Raka di sana. Baru kali ini ada yang berani menyentuhnya seperti itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LOVE WITH MY FATHER'S FRIEND (21+) | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang