-Empat hari kemudian, Jakarta, Apartemen Raka, Ruang Keluarga, 22.45 WIB-
"Hanya sentuh."
Setidaknya itulah janji yang Raka ucapkan kepada Ana saat mereka selesai menonton film romantis Midnight Sunbersama di ruang keluarga. Namun, kenyataannya adalah sebaliknya.
Ana memejamkan kedua matanya dengan napas tersengal.
"Ahhhh ... Mas Raka ...."
Ana meremas kaos polos warna hitam milik Raka saat lelaki itu tidak lagi sebatas menyentuh payudaranya. Ia
merasa geli yang bercampur nyeri saat bibir Raka mulai mencium bukit kembarnya secara bergantian. Belum lagi dengan jambang tipis di wajah Raka yang ikut menusuk geli kulit payudaranya yang sensitif.Remasan tangannya meluas ke sofa berbahan kulit ketika Raka menggigit dan mengulum puncak payudaranya dengan cukup keras hingga meninggalkan bekas merah di kulitnya yang putih.
"Mas Raka udahh ... ta ... di katanya ... cuma mau sen ... tuh ...." Ana berkata terbata-bata dan merasa sedikit kesal karena Raka hanya menertawainya dengan suara menggoda.
"Satu ronde lagi, ya ...." Raka yang baru saja mengusap paha mulus Ana, akhirnya mendapatkan tamparan panas di tangannya.
"Ihh! Nggak mau ...." Ana buru-buru mendorong dada Raka dan merapikan dress terusan warna putih miliknya yang menyibak naik hingga ke pinggang.
"Kenapa nggak mau?" tanya Raka dengan nada tersinggung dan itu terdengar nyata di telinga Ana yang baru saja mengikat tali dressnya yang sempat Raka lepas di dadanya.
"Aku capek ... lagian tadi kan kita udah begituan ...." Ana mencebikkan bibirnya dengan tatapan mata yang kali ini membuat Raka kembali merasa tidak berdaya.
"Oh God! Jangan menangis lagi!" Raka mengusap wajahnya.
"Aku nggak nangis!" Ana mengelak, dan Raka hanya bisa menarik napas sambil mengarahkan matanya kembali kepada Ana.
Raka melihat istrinya sedang mengusap kedua matanya yang berkaca-kaca dengan gerakan samar. Kebiasaan baru lagi muncul dalam diri istrinya yang labil. Istrinya mulai suka dimanja.
Setelah bercinta atau melakukan foreplay, Ana tiba-tiba menangis karena hal sepele. Sisi sensitifitasnya seolah sedang berada di level anak ABG, dan Raka harus lebih besar hati untuk melapangkan dada dan menahan nafsunya.
"Sini duduk di pangkuan Mas." Raka menepuk paha kirinya dan disambut dengan senyum ceria di wajah cantik
istrinya.Ana mendudukkan pantatnya yang berisi ke pangkuan Raka. Satu tangannya melingkar di lehernya, sementara tangannya yang lain sibuk memainkan jambang yang tumbuh
tipis di wajah Raka yang maskulin.Satu lagi kebiasaan aneh dari istrinya .... selain suka duduk di pangkuannya dan mudah menangis, Ana juga mulai suka memainkan jambangnya.
Raka mendesah. Saat ini Raka terlihat seperti sedang memangku seorang anak gadis atau keponakan daripada
seorang istri. Namun, lebih dari itu, kebiasaan-kebiasaan baru Ana tersebut semakin memperkuat dugaan Raka bahwa Ana memang benar-benar hamil."Besok kita ke rumah sakit."
Ana mendongakkan kepalanya. "Untuk apa?"
"Aku ingin mengecek kesehatanmu," ucap Raka sambil mengusap paha istrinya yang halus.
Ana mengenggam tangan Raka dan menahannya agar tidak mengusapnya terlalu jauh hingga masuk ke dalam
pangkal pahanya. Ia takut Raka kehilangan kontrolnya lagi."Ehm ... tapi habis dari rumah sakit, aku mau jalan-jalan!" ucap Ana antusias dengan mata berbinar.
Ana merasa terkurung ketika berada di Raja Ampat.
Bagaimana tidak? Raka selalu mengajaknya bercinta di dalam kamar dengan gaya-gaya percintaan yang aneh. Belum lagi dengan om-om tua yang begitu aneh dan menakutkan
mencoba menggodanya tanpa rasa malu."Jalan-jalan?" Raka memicingkan matanya sambil berpikir panjang, seolah seperti sedang merencanakan sesuatu di kepalanya.
"Aku bosan di kamar terus ...." Ana menggerutu dengan nada merajuk yang khas.
"Oke, tapi hari ini ...." Raka menggenggam tangan mulus Ana, lalu membawanya untuk menyentuh juniornya yang telah menegang dari balik celana dalamnya. "Aku mau kita bercinta lagi."
"Ihh! Nggak, ahh ...." Ana buru-buru melepaskan tangannya saat ia merasakan kejantanan milik Raka telah membesar dan 'berdiri' dengan tegang.
"Kalau begitu sentuh saja." Raka memberikan opsinya sambil mengusung senyum ringan, tetapi menggoda.
"Hanya se-sentuh?"
"Cukup pegang, lalu kamu pijat lembut seperti yang selama ini aku lakukan di payudaramu."
Ana melihat keanehan di sinar mata Raka saat mengatakan hal itu.
"Tapi ...." Ana merasa jijik harus menyentuhnya.
"Tidak apa-apa, Sayang." Raka menurunkan resletingcelananya, lalu menuntun tangan Ana untuk menyentuh Mr. P-nya.
Ana mengigit bibirnya dengan kening berkerut. Melakukan setiap instruksi yang diberikan Raka kepadanya.
Merasakan benda yang cukup panjang dan besar itu di tangannya."Teruss, Sayang." Ana melihat ekspresi penuh nikmat di wajah Raka saat ia mengusap dan memijatnya.
"Mas Raka udah, yah?" Ana ingin melepaskan diri, tetapi Raka menahan tangannya agar tetap melakukan instruksinya.
"Oh, God!"
Ana sempat terpana dengan erangan keras Raka, hingga sebuah sergapan datang dan diarahkan kepadanya.
Raka mendorong tubuhnya untuk telentang. Kedua kakinya diangkat dengan paksaan dan membuat Ana terkejut."Aku mau keluar, tapi aku mau mengeluarkannya di dalam milikmu, Sayang."
"Jangan!"
Tapi, semuanya terlambat. Raka sudah sepenuhnya membenamkan miliknya begitu dalam hingga ke dinding
rahimnya hanya dalam sekali sentakan.Ana berteriak sambil mencakar sebagian lengan hingga punggung Raka.
"Aaaaahh ... Mas Raka bohong!!!!!" Ana menahan hentakan keras Raka di pusat kewanitaannya.
Raka tersenyum tanpa dosa. Lalu, diciumnya bibir Ana penuh cinta. Mengabaikan rasa sakit di punggungnya, karena cakaran Ana kepadanya.
"Maaf, Sayang."
Cerita ini bisa juga dibaca bentuk PDF di KARYAKARSA ya guys 😊
Kata kunci : Eray Dewi Pringgo
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH MY FATHER'S FRIEND (21+) | END
RomanceWarning : Dewasa, Mature, kolaborasi E dan Ray ( 21+) "Om Raka udaaah..." "Relaks, sayang. Sebentar lagi..." Inilah kisah cinta Anastasia (20 tahun), sang mahasiswi cantik pecinta shopping, dengan pria paruh baya sahabat sang ayah saat berada di ban...