"Om, jangan ...." Ana berusaha menolak keinginan Raka, tetapi pria itu jauh lebih kuat darinya.
"Sssstttt ... tidak akan, Sayang," ucap Raka dengan suara parau sambil berusaha membuka kedua kaki milik Ana agar terbuka lebih lebar.
"Nggak, Om ... aku nggak mau ...." Ana menggelengkan kepalanya kuat-kuat dengan mata yang entah sejak kapan telah berair.
"Om akan tanggung jawab," ucap Raka sepenuh hati.
"Om janji."
Saat ini Ana benar-benar tengah dilanda rasa takut yang besar.
"Om sayang sama kamu. Sungguh."
Ana memejamkan kedua matanya, dan ciuman Raka perlahan mulai dirasakan olehnya di setiap inci wajah.
Berbagai sentuhan lembut Raka di seluruh tubuhnya berhasil membuat Ana tenang dan melupakan rasa takutnya.
"Omm ...." Ana membuka matanya saat tangan Raka tiba-tiba bergerak aktif di pangkal pahanya.
Ana melihat Raka menyibakkan roknya ke atas, lalu menurunkan celana dalam warna putihnya dengan lembut.
"Om, jangan ...." Ana berusaha menutupinya, tetapi Raka berhasil menahan kedua tangannya. Raka membawa kedua tangan Ana ke bibirnya, lalu diciumnya hingga pipi Ana memerah, malu.
"Om Raka, sudahh ...." Ana malu karena tatapan pria itu begitu tajam menusuknya.
"Apanya yang sudah? Om bahkan belum masukin kamu."
Raka tersenyum dan melepaskan kedua tangan Ana dari bibirnya. Ciuman itu kemudian beralih ke bibir Ana. Raka mencium bibir Ana untuk ke sekian kali, dan dengan satu tangan, ia kembali aktif menyentuh pusat kewanitaan milik gadis itu.
Raka memainkannya dengan lembut, lalu memasukkan satu hingga dua jari ke dalam organ intimnya. Raka memaju mundurkan jarinya dengan begitu erotis hingga Ana bergerak-gerak gelisah di bawahnya.
"Cukuuup, Omm ... please," lirih Ana parau. Ana tidak kuat untuk tidak mendesah nikmat.
"Oke." Raka mencabut tangannya saat Ana menunjukkan tanda-tanda orgasme.
Ana merasa akan pingsan saat orgasme itu melanda. Matanya terpejam lama, dan tidak sanggup lagi untuk terbuka, termasuk saat Raka mengatakan sepatah kalimat menakutkan untuknya.
"Om akan memulainya, Sayang."
Matanya samar-samar terbuka. Ana melihat Raka membuang kondom yang sempat pria itu beli.
"Om tidak berniat untuk memakainya. Itu tidak nyaman."
Ana merasa begitu lemah dan pusing. Ia tidak berdaya saat Raka mengangkat kedua kakinya, dan merasakan sesuatu menggesek lalu memaksa masuk ke dalam organ intimnya.
Lalu ......
"AAAAAAAA!!!!" Ana menjerit dengan keringat dingin membasahi wajahnya yang cantik.
Ana terbangun sambil mengusap matanya yang berair. Hal yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit rumah kayu yang terasa asing. Namun, yang lebih menyakitkan adalah saat Ana membuka mata, tidak ada sosok Raka di sampingnya. Tidak ada siapa pun yang menemaninya.
Ana semakin keras mengusap matanya bersamaan dengan intensitas air matanya yang semakin deras mengalir.
"Om Raka ...." Ana memaksakan dirinya untuk bangun. Ia turun dari atas tempat tidur tanpa alas kaki yang melindungi.
"Om Raka ...." Ana terus-menerus memanggil nama pria itu, tetapi tidak ada balasan yang ia dengar.
Apa Om Raka pergi meninggalkannya?
Memikirkan hal itu membuat Ana menangis.
"Om Raka!" Ana terjatuh ke lantai dan menangis karena tidak mampu menemukan Raka.
Ana menangis, dan tangisannya semakin keras terdengar, hingga suara percakapan dari luar bangunan yang perlahan semakin dekat menghampiri.
Suara seorang pria yang begitu familiar untuk Ana dengan suara kikikan seorang wanita yang terasa dibuat-buat di telinganya.
"Aku akan meminta Tama untuk menjemputmu, dan untuk sementara waktu, kamu bisa tidur di kamar bawah yang berada dalam tahap renovasi."
"Om Raka ...." Ana kembali berdiri dan mempercepat langkahnya mendekati sumber suara itu.
"Kita bisa tidur bersama, Raka. Aku bisa melaya-"
"Tidak perlu, Stev. Aku sudah menemukan seorang gadis untukku."
"Om Raka ...." Ana membuka pintu dan melihat Raka berdiri membelakanginya sedang berbincang dengan seorang wanita yang sangat seksi dan cantik.
Ana tidak tahu apa yang mendorongnya untuk berlari ke arah Raka.
"Om Raka!" Ana berlari dan memeluk punggung Raka sambil terisak.
Ana cemburu melihat Raka berbicara dengan wanita lain selain dirinya. Ana tidak menyukainya.
***
***
"Ana?" Raka terkejut, lalu buru-buru memutar tubuh dan mencoba melepaskan kedua tangan Ana yang melingkar di perutnya.
"Om Raka nggak boleh ninggalin aku! Nggak!" ucap Ana di sela-sela tangisan manja.
Raka tersenyum mendengar suara ketakutan Ana.
"Siapa yang ninggalin kamu, Sayang?" Raka menangkup wajah Ana yang telah dibanjiri air mata. Hidung gadis itu memerah bagaikan tomat matang yang siap untuk disantap.
"Sassttt ... jangan nangis lagi." Raka mencium hidung Ana lembut.
"Om Raka ... nggak boleh ... pergi lagi ...." kata Ana terbata-bata, lalu melingkarkan kedua tangannya ke leher kukuh Raka.
Ana memeluk Raka erat, dan saat itulah matanya tanpa sengaja bertemu dengan mata wanita asing itu. Ana
mengeratkan pelukannya saat mata wanita itu terlihat tidak bersahabat."Om Raka nggak boleh selingkuh. Nggak boleh," bisik Ana, dan dibalas oleh pelukan yang serupa eratnya oleh Raka kepadanya.
Raka tersenyum. Ia merasakan kecemburuan Ana hanya dari suara gadis itu, dan akan mengunakan kesempatan ini untuk mendapatkan Ana sepenuhnya.
"Kalau begitu, menikahlah dengan Om, Sayang," bisik Raka sambil mencumbui leher Ana, gemas. Menekan punggung Ana agar lebih erat merapat ke tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH MY FATHER'S FRIEND (21+) | END
RomanceWarning : Dewasa, Mature, kolaborasi E dan Ray ( 21+) "Om Raka udaaah..." "Relaks, sayang. Sebentar lagi..." Inilah kisah cinta Anastasia (20 tahun), sang mahasiswi cantik pecinta shopping, dengan pria paruh baya sahabat sang ayah saat berada di ban...