Hampir setengah jam Ana mengunci bibir. Sikap Raka yang sebelumnya menakutkan, kembali berubah saat
mobil yang mereka tumpangi pelan-pelan telah sampai di halaman depan rumah Ana.Seorang pria paruh baya keluar menyambut kedatangan mereka. Siapa lagi kalau bukan ayah Ana. Seperti melihat malaikat penolong, Ana buru-buru membuka pintu mobil mendahului Raka, lalu keluar seraya mengambil langkah cepat menuju
pria berbadan tegap itu.“Papa!”
“Kok, baru sampai?” tanya Edo kepada Ana.
“Pa, tadi Om—” Sambil memegang lengan Edo, Ana berusaha mengatakan keburukan Raka, tapi ....
“Sepertinya Ana tersinggung dengan ucapanku, Kak.” Raka memotong ucapan Ana.
“Ih, ngga—” Ana berusaha membela diri, tetapi Raka tidak memberinya kesempatan untuk berbicara.
“Kakak tahu sendiri, sejak Ana kecil, aku selalu menciumnya,” Raka tersenyum polos sambil mengusap puncak kepala Ana, tetapi Ana menepisnya dengan perasaan tidak suka, “dan sekarang dia marah karena aku ingin menciumnya,” lanjut Raka dengan ekspresi yang Ana tahu, hanya ekspresi dibuat-buat.
Edo mendesah. “Raka sayang sama kamu, Ana. Kamu seharusnya senang mendapat perhatian penuh dari Om
Raka.”“Ih! Aku sudah besar! Aku nggak mau dicium sama om-om kayak dia! Nggak!” teriak Ana sambil menunjuk jijik pada Raka.
Setelah itu, Ana pergi dan berlari, masuk ke dalam rumah. Meninggalkan ayahnya yang masih berdiri di samping Raka.
Saat Ana menoleh ke belakang, ia melihat Raka tengah fokus menatapnya dengan tatapan yang Ana benci. Tatapan itu penuh intimidasi dan menakutkan. Ana menggelengkan kepala dan mempercepat langkahnya
menaiki anak tangga satu per satu menuju ke kamarnya.
***
Empat jam kemudian ....Hanya memakai tanktop putih dan rok super rendah, Ana berbaring sambil membuka majalah berisikan produk-produk ternama yang selama ini ia beli dengan uang pemberian ayahnya. Sementara satu tangannya yang lain, sibuk memegang ponsel yang menempel di telinganya.
“Udah dapat kerja part time belum, Sya?”
Suara Tania terdengar dari seberang telepon, dan seperti biasanya Tania adalah satu-satunya yang memanggil Ana dengan sebutan Tasya—Anastasya.
“Belum, nih, Tan.” Ana mengubah posisi tubuhnya menjadi terlentang. Ia memainkan bibir merahnya, bingung karena sikap sang ayah yang sejak satu minggu terakhir ini mulai membatasi uang jajannya. Bahkan kartu ATM-nya diambil paksa karena kegiatan shopping-nya minggu lalu telah
dianggap terlalu berlebihan.“Gue ada tawaran kerja buat lo. Sumpah, gajinya besar banget, Sya! Cukup deh buat lo shopping!"
“Memangnya kerja apa?” Ana mengerutkan keningnya ingin tahu.
“Jadi model, Sya. Cocok deh buat lo.”
“Model?”
Bertepatan dengan itu, pintu kamar Ana tiba-tiba dibuka oleh seseorang. Pintu itu terbuka tanpa suara, membuat si pemilik kamar semakin hanyut dalam percakapan di ponselnya. Ana tidak menyadari bahwa saat ini ia tidak lagi sendirian.
Pintu yang awalnya terbuka telah kembali tertutup rapat. Pria itu berdiri dan bersandar santai di pintu sambil
mendengar dan mengamati Ana dengan sebelah sudut bibir yang terangkat penuh.“Satu jam pemotretan lo bisa dapat hampir lebih dari tujuh juta. Gimana?”
“Tujuh juta?” Ana bergumam kecil sambil memainkan bibirnya lagi,
menatap langit-langit kamar dengan bingung. Tawaran itu menggoda imannya.“Tujuh juta—”
“Om bisa kasih lebih sama kamu. Itu kalau kamu mau.”
Suara itu membuat Ana yang tengah berbaring santai tiba-tiba bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE WITH MY FATHER'S FRIEND (21+) | END
RomanceWarning : Dewasa, Mature, kolaborasi E dan Ray ( 21+) "Om Raka udaaah..." "Relaks, sayang. Sebentar lagi..." Inilah kisah cinta Anastasia (20 tahun), sang mahasiswi cantik pecinta shopping, dengan pria paruh baya sahabat sang ayah saat berada di ban...