Rindu atau Nafsu? | (21+) | Part 1

73.3K 794 2
                                    

–Dua hari kemudian, kamar Ana, 19

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari kemudian, kamar Ana, 19.15 WIB

Aku Sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu. Oleh karena itu, Om ingin bercinta sama kamu.”

“Seks dengan cinta, bukan seks tanpa cinta.”

Ana tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Semuanya terasa indah di matanya. Semuanya terasa bagaikan surga untuknya, dan Ana sepertinya sudah mulai gila karena Raka.

“Tasya?”

Ana tersenyum dengan wajah berseri-seri, lalu membenamkan wajahnya ke bantal kesayangannya yang bergambar Teddy Bear Softy.

“Hei, Sya! Tasya!”

Suara teriakan itu membuyarkan lamunan indah Ana.

“Ada apa, sih, Tan?”

“Tasya, jujur deh sama gue.” Tania menarik lengan Ana agar gadis itu terduduk.

“Ihh, kenapa, sih, Tan?” Ana dengan malas akhirnya bangun dari rebahan santainya.

“Satu hari lagi elo mau nikah sama Om Raka? Elo lagi bercanda, ‘kan?” tanya Tania tidak percaya.

"Ihh, beneran. Aku mau nikah sama Om Raka.” Ana tersenyum bahagia di antara wajahnya yang berseri-seri terlihat cantik.

Tania memicingkan matanya dengan curiga. Ditatapnya tubuh Ana dengan cermat tanpa sedikit pun cela.

“Jangan-jangan elo dihamilin sama om-om itu, sampai-sampai elo mau nikah sama dia? Ngaku aja, deh, sama gue!”

“Ihh, nggak! Aku nggak hamil, kok. Begituan sama Om Raka aja belum pernah.” Ana mengelak dengan pipi mengembang merah.

Tania masih belum percaya, dan itu terlihat dari suara dan wajahnya. “Gue nggak percaya. Hampir tiga hari elo ke vila sama om mesum itu, tapi elo masih belum diapa-apain sama dia? Are you kidding me?”

“Ihh, beneran. Aku belum ngapa-ngapain sama Om Raka, kok.” Ana menjulurkan lidahnya bangga.

“Terus itu tuh kenapa sampai merah-merah gitu? Elo diapain sama om-om itu? Ayo, cerita!” Tania menunjuk leher dan bahu Ana yang memerah.

Mendengar hal itu, Ana buru-buru menggerai rambut panjangnya yang terawat dengan indah agar menutupi leher dan pundaknya. Satu kebiasaan Ana ketika di dalam kamar, hanya memakai tanktop sederhana dan rok. Baginya rok adalah bentuk kefeminimannya sebagai perempuan. Lalu, berbaring malas-malasan di atas tempat tidur.

“Ayolah, cerita sama gue.” Tania bertanya antusias, bahkan tanpa rasa malu ia menunjuk payudara Ana yang terlihat lebih besar dari terakhir kali ia melihatnya.

"Ihh apaan, sih! Udah, ah.” Ana kembali berbaring miring membelakangi Tania. Ia merasa malu membicarakan hal pribadi itu kepada sahabatnya.

“Nggak usah malu kali, Sya. Gue penasaran. Kalian ngapain aja ke vila?” Tania semakin gencar menyudutkan Ana, hingga Ana sulit untuk menghindar.

“Tapi janji dulu, jangan bilang siapa-siapa.” Ana memohon kepada Tania dengan tulus.

“Oke, janji,” janji Tania sepenuh hati. “Sekarang cerita.”

Ana dan Tania kini saling berbaring dengan mata saling menatap satu sama lain. Yang satu terlihat malu, sementara yang lain tampak antusias.

“Om Raka ....”

Baru saja mengucapakan dua patah kata, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.

KREK!

Seorang pria dengan setelan jas hitam resmi berdiri di depan pintu kamar Ana. Badannya yang tinggi dan gagah hampir menutupi sebagian ruas pintu.

“Om boleh masuk?” tanya Raka dengan senyum lembut dan manis khasnya.

“Om Raka?!” Ana kembali bangun dan tersenyum melihat pria yang satu hari ke depan akan menjadi suaminya datang mengunjunginya.

Tania yang tampak salah tingkah memilih untuk beranjak dari atas tempat tidur. “Tasya, gue mau ke toilet dulu, ya.”

“Di sini ada toilet, kok, Tan.” Ana menunjuk toilet di samping kamarnya.

LOVE WITH MY FATHER'S FRIEND (21+) | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang