i found my love

114 13 47
                                    

"HAH, DEMI APA?!" Suara pekikkan itu timbul dari ruang tamu lantai satu. Dua orang lainnya hanya mampu meringis mendengar pekikkan yang cukup keras dari mulut gadis berkuncir kuda itu.

"Lo tuh bisa gak sih kalo ngomong volumenya diatur?!" protes Lixia pada Yuqi —si pelaku—

"Ya maaf, lagian lo berdua kalo ngomong kek iya-iya aja!" gerutu Yuqi sambil mengaduk bobanya menggunakan sedotan.

Jiaqi membenarkan posisi duduknya, "Kali ini gue gak bercanda."

Yuqi yang duduk lesehan pun mendongak menatap Jiaqi yang duduk diatas sofa, "Jadi kali ini lo beneran? Tapi emangnya papa ngizinin?"

Jiaqi tampak menghela napasnya, ia sendiri juga tidak tahu bagaimana respon papanya ketika pria itu tahu bahwa putranya akan menikah. Mau bagaimanapun ia sendiri belum yakin untuk mendapat restu tersebut.

"Intinya yang paling penting, kita izin Chengxin dulu," celetuk Yuqi memberi saran. Meski ia sedikit enggan untuk ikut campur dalam urusan abangnya, tapi tak ada salahnya kan membantu sedikit?

Yuqi menatap datar bobanya, adukkan pada sedotannya kian melambat bersamaan dengan dirinya yang menopang dagu. Ia merasa bahwa Chengxin semakin jauh dari dirinya. Tentu saja, peristiwa ini juga salah satu penyebab bahwa Chengxin memang terbukti jauh darinya, entah itu secara prestasi ataupun profesi.

Jiaqi beranjak dari tempatnya, "Yasudah, kita temui Chengxin besok sekarang waktunya kamu istirahat, Xia." Jiaqi menarik pergelangan tangan Lixia untuk diantarnya pulang.

Sementara itu, di ruang tamu berukuran sedang dan dibawah cahaya tamaram tampak seorang Ma Yuqi yang sedang meratapi nasibnya kedepannya. Harusnya dari dulu ia mengabaikan Chengxin, tapi entah kenapa semuanya terasa sulit.

🌿

"Haoxiang, kamu baru pulang?" sambut Aiko sambil menuruni anak tangga. Gadis itu mendekati saudaranya yang baru saja meletakkan jasnya di atas sofa.

"Tumben jam segini belum tidur?" Haoxiang mulai menanyakan kabar adiknya itu. Aiko menggeleng, ia menatap raut Haoxiang yang sepertinya sedang lelah.

"Kamu lagi ada masalah, Xiang?"

Pertanyaan itu sukses membuat Haoxiang teringat akan permasalahannya dengan sang papa. Ya, akhir-akhir ini keduanya terlibat dalam sebuah perang dingin akibat perbedaan pendapat. Maka dari itu Haoxiang memutuskan untuk mendirikan bar sebagai pelariannya, jika saja ia diberhentikan dari profesinya sebagai wakil direktur ia tak perlu risau karena ia memiliki bar. Setidaknya ia memiliki usaha sendiri, bukan?

Haoxiang menjatuhkan pantatnya diatas sofa, laki-laki itu mengusap wajahnya gusar. Sementara itu, Aiko ikut duduk disamping Haoxiang. Tangan gadis itu terulur untuk memberi ketenangan pada saudaranya.

"Apa semua ini ada hubungannya sama papa?"

Haoxiang menatap Aiko sengit, "Berhenti bahas itu!"

Haoxiang bangkit berdiri dari posisinya, laki-laki itu melangkah pergi menaiki anak tangga dan berakhir dengan suara nyaring yang timbul dari bantingan pintu kamar Haoxiang.

Meskipun laki-laki itu memiliki kepribadian yang sangat tenang, tapi di dalamnya ia merupakan sosok yang keras dan mudah sekali marah. Kesabaran itu ada batasnya, bukan?

🌿

Terhitung sudah dua puluh kali Jiaqi berjalan mondar-mandir sambil sesekali melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas menit. Harusnya orang yang sejak tadi ia tunggu-tunggu sudah tiba di bandara, tapi ia tak melihat tanda-tanda kedatangannya. Jiaqi berdesis menahan kesal, sudah banyak waktu ia buang hanya demi menunggu seseorang yang menurutnya sangat tidak penting, tapi jika di ingat tentang keberadaannya disini sudah pasti orang itu sangat penting.

looking for youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang