Part of Your Memories

13.6K 1.3K 36
                                    

-Author Pov-

15 menit setelah merutuki kebodohan dirinya, Pete baru menyadari fakta baru bahwa ia tak sedang berada di kamarnya,"Oh God, sejauh apalagi kebodohanku terus berlangsung?" Pete kemudian berguling menggulung tubuhnya dengan selimut seraya menyambar handphone yang tergeletak di bawah lampu tidur sebelah ranjang.

"Pete? dimana ka-"

"Jemput aku sekarang, bajingan!" Ucapan pria manis bernama Porsche itu terpotong oleh makian Pete.

"Haha, relax! send me your location, babe."

"Fuck you!"

"Not me, but Kinn was."

Pete mematikan sambungan telfon sepihak dan bersusah payah untuk turun dari ranjang seraya mengenakan kembali pakaiannya.

Dengan langkah tertatih, ia menunggu kehadiran Porsche di lobi hotel dengan gusar selama 15 menit sebelum akhirnya pria manis berkulit eksotis dengan balutan sweater hitam dan jeans biru langit pun mendekat dan duduk di sofa lobi hotel berseberangan dengan Pete. "Bagaimana kemarin? was he great?" Pertanyaan itu dilemparkan Porsche dengan senyum jahil dan alis mata yang sengaja ia naik-turunkan.

"You bastard!" geram Pete mencoba melempar bantal sofa di pinggirnya ke arah Porsche namun segera ditahan oleh sang target.

"Woaah, easy. Aku bisa jelaskan." Porsche kembali tersenyum.

"Jelaskan apa?! kenapa meninggalkan aku?! i was spending the whole night with a stranger you bast-"

"Tunggu, stranger?" Porsche menyela umpatan Pete karena merasa ada yang janggal dalam tuturan kata itu.

"Iya! aku bahkan tak kenal siapa dia!" Pete mengabaikan sekelilingnya yang mulai memberikan atensi mereka pada percakapan kedua sahabat ini.

Porsche termenung sesaat sebelum akhirnya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. "Pete, listen to me. Jangan potong ucapanku sampai aku selesai." Pete pun mengangguk lemah sebagai persetujuan.

"First, i'm sorry. Aku menambahkan obat perangsang ke minumanmu semalam. Tapi aku punya alasan bagus. After you got horny, Phi Arm will pick you up and boom! both of you will spend a hot night together. Aku kesal, kamu itu terlalu penakut untuk confess dan Phi Arm terlalu baik untuk nerkam kamu. Second, aku tak tahu kalau ternyata rencananya kacau. Sesudah kamu minum, Kinn picked me up and we hooked up together so i forgot to make sure that Phi Arm was the one who picked you up. Third, aku rasa orang itu datang sebelum Phi Arm sampai, and voila! you have a one night stand!" tutur Porsche dengan segala deduksinya.

Air mata Pete menggenang. Bibirnya mengerucut menandakan bahwa ia sebentar lagi akan menangis. "So.. it should be Phi Arm??" tanya Pete dengan volume kecil.

Porsche mengangguk iba.

"Hnggg.."

Porsche yang panik melihat Pete menangis pun segera menarik tangan sahabatnya itu untuk meninggalkan lobi hotel menuju pintu keluar. Ia tahu bahwa Pete butuh ketenangan saat ini.

-Vegas Pov-

Setelah pelepasan yang hebat berkat masturbasi panasku tadi, pintu kamarku diketuk tiga kali.

Aku segera bangkit dari ranjang dan bergegas merapikan pakaian serta mencuci tanganku yang tadi ternoda.

Saat aku buka pegangan pintu berwarna emas di hadapanku, seorang pria paruh baya dengan kacamata rantainya membungkuk dan memberiku penghormatan, "paduka pangeran, anda dipanggil ke aula utama" ujarnya tanpa mengangkat pandangan.

"Hm." Aku menutup pintu dan berganti pakaian untuk membersihkan noda-noda yang tersisa.

Setelah sampai di ruang utama, aku menelusuri pandanganku hanya untuk mendapati bahwa ruangan ini seperti sengaja dikosongkan.

"Mendekatlah, anakku," ujar suara baritone yang penuh dengan wibawa dalam intonasinya.

Aku berjalan mendekat dan memberikan penghormatan "Semoga keselamatan dan ketentraman Dewi Bulan selalu menyertai Sang Matahari dan Bintang dari Kekaisaran Hera."

Setelah itu, aku merasakan hangat pelukan seorang wanita yang memiliki aroma akrab. "Bagaimana kabarmu, nak? sepertinya sudah lama kita tak bertemu santai seperti ini," ujarnya semakin mengeratkan pelukan meskipun tubuhnya tak mampu mendekapku penuh.

"Aku baik, ibunda." Pelukan itu kubalas tak kalah erat.

Detik berikutnya, sebuah tepukan aku terima di bahu kananku. "Ayo kita bicara," ujar ayah.

Kami bertiga akhirnya duduk melingkari sebuah meja kayu berbentuk bundar yang sengaja digunakan untuk sesi menikmati teh.

Semuanya berjalan normal. Hingga akhirnya aku merasa bahwa tatapan ayah padaku terasa berbeda. Ah, tidak. Ayah bukan menatapku, ia mengamatiku.

"Nak." Sebuah panggilan pun akhirnya disuarakan.

"Iya, ayah?" tanyaku seraya menyesap teh pada cangkir yang masih mengepulkan asap.

"Kamu sudah berhubungan seks dengan siapa?"

"Uhuk uhuk-"

"Astaga, sayang! hati-hati! apa lidahmu terbakar?" Ibunda panik seraya mengusap punggungku lembut.

"Ak-aku tak apa bun. Aku hanya terkejut dengan pertanyaan ayah," ujarku masih berusaha menetralkan nafas.

"Vegas, jawab ayah." Pria itu masih mempertahankan tatapan mengintimidasinya.

"Bagaimana ayah tahu?" tanyaku dengan tatapan yang kubuang ke sembarang arah.

I mean, come on.

This is so awkward.

"Kamu kira ayah tak akan melihat lehermu yang dipenuhi tanda-tanda hisapan itu?" timpal ayah dengan nada meninggi.

Aku menghela nafas panjang sebelum akhirnya membuka suara, "there's someone. Aku sudah menginginkannya sejak lama dan tadi malam aku mendapatkannya," ujarku tanpa sadar disertai senyuman bodoh.

Pria bertakhta kaisar itu mengusap pelipisnya singkat sebelum akhirnya bangkit. "Temui ayah 4 minggu dari sekarang," ujarnya berlalu meninggalkan aku dan ibunda.

4 minggu?

Memangnya akan ada apa?


TBC

He's My Queen (VegasPete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang