-Pete Pov-
Aku sebenarnya sudah terbangun lebih dulu dibanding Vegas. Semua hal yang dilakukannya tentu aku ketahui. Termasuk saat pria itu pergi meninggalkan kamar untuk menemui tamu yang dapat aku pastikan adalah Phi Arm. Sudahlah, biarkan saja. Toh, tak ada yang dapat diharapkan lagi antara aku dan pria tanpa pendirian seperti Phi Arm. Ucapannya kemarin soal anakku yang hadir di luar kehendak entah mengapa terasa begitu menyakitkan. Hatiku remuk dan tak terima atas pandangan merendahkan yang dimilikinya.
Sibuk bergulat dengan fikiran, aku akhirnya melesat cepat ke kamar mandi setelah merasakan gejolak mual yang begitu hebat. Setiap pagi sepertinya aku harus terus mengalami morning sickness. Memang benar-benar anak Vegas. Keduanya senang sekali membuatku pusing.
Setelah lebih lega, aku keluar dari kamar mandi untuk mendapati eksistensi seorang pria berjubah hitam kini tengah berdiri di samping ranjang.
"V-Vegas?"
Pria itu memutar tubuhnya menghadapku. Meski setengah wajahnya ditutup oleh kain, namun karakter fisiknya cukup membuatku yakin kalau dia bukanlah Vegas.
"siapa kau?! kenapa bisa masuk kesini?"
Pria itu tak menjawab. Pandangan tajamnya kini sibuk menatapku dari mulai kepala hingga kaki. "Jangan macam-macam! A-aku, aku akan teriak!" Keringat dingin tiba-tiba membanjiri seluruh tubuhku dengan degup jantung yang berdebar tak karuan. Semakin parah saat pria itu justru melangkah maju ke arahku. "Mau apa?! jangan mendekat!" Tanpa sadar aku terus melangkah mundur hingga punggungku kini sudah menghimpit permukaan dari pintu kaca yang mengarah menuju balkon.
Jarak diantara kami semakin dekat. Aku bahkan dapat menatap langsung kedua netra miliknya yang memiliki iris berwarna kuning terang. Cukup untuk memberitahuku bahwa pria ini sama seperti Vegas. Bedanya, tak peduli seberapa marah pun Vegas padaku, aura membunuh sebagaimana yang pria ini miliki tak pernah aku lihat sekalipun.
Pria di hadapanku mengangkat tangan kanannya. Berfikir bahwa ia akan menampar wajahku, sontak membuatku memejam kedua mata hanya untuk menyadari bahwa yang dilakukannya ternyata jauh lebih buruk dari tebakanku.
Genggaman kuat diberikannya untuk membungkus sekeliling leher milikku. Menutup celah saluran pernafasan hingga tubuhku mengejang terasa sesak. Aku memohon ampun padanya melalui kontak mata kami yang belum juga terputus.
Bukan. Bukan pengampunan yang kudapatkan.
Pria di hadapanku justru memperkuat cengkraman tangannya disertai dorongan kuat tubuhku ke arah belakang. Suara retakan kaca mulai terdengar sebagai bukti bahwa tenaga yang dimilikinya luar biasa besar. Tak ada sedikitpun celah bagiku untuk bertahan. Kilasan wajah orang-orang yang aku sayangi tiba-tiba saja muncul dalam kepalaku yang terasa pening.
Sesaat sebelum pandanganku menggelap, pria itu mendekatkan wajahnya. "Ketentraman dan keselamatan, tak akan pernah berlaku bagi pengantin dan anak dari seseorang yang hina." Kalimat itu diakhiri dengan nyaring bunyi pecahan dari pintu kaca yang kini sudah hancur lebur. Membuatku kehilangan topangan, hingga akhirnya tubuhku terkapar sempurna di atas hamparan fragmen runcing yang merobek jaringan kulit.
Setelahnya hitam. Pria di hadapanku pun menghilang begitu saja.
-Author Pov-
Vegas dan Arm berlari saling mendahului menuju lantai dua diikuti oleh Malvin dan beberapa penjaga keamanan. Dengan mudah, pemandangan mengerikan dari Pete yang berlumuran darah pun disuguhkan begitu saja di hadapan mereka semua.
"B-biu?" Suara Vegas bergetar. Tubuhnya ia paksakan untuk terus berjalan masuk ke dalam kamar. Mendekati sang pengantin yang tergeletak tak sadarkan diri, pria alpha itu seketika ambruk dan jatuh berlutut sembari membawa Pete dalam rengkuhannya. "No.. no.. darling no.. please!" Lirihan Vegas terdengar begitu menyayat hati saat ia kecup seluruh wajah Pete tanpa henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Queen (VegasPete)
RomanceAntara melahirkan seorang putra mahkota atau mati, Pete Jakapan harus menentukan pilihannya secepat mungkin. Meski begitu, ia tahu betul bahwa apapun pilihannya, ia akan selalu berakhir dalam dekapan seorang Vegas del Hera.