BAB:2.TAK KUNJUNG MEREDA

2.1K 193 1
                                    

Eza menuruni anak tangga dengan langkah pelan, laki-laki itu menggunakan kemeja hitam dan celana jeans senada.

Kemarin sore, ia datang ke kediaman papa Anandra, papa kandungnya. Eza bisa tidur di rumah sang abi maupun sang papa, terserah mood-nya.

Di meja makan sudah berkumpul Mama Nadhira, papa Anandra dan juga Kenan, merek menunggu kedatangan Eza. Sedankan Eza langsung bergegas mengambil tempat duduk disamping Kenan.

Senyum hangat Nadhira mengawali pagi mereka, wanita itu tidak pernah pilih kasih pada Eza yang notabenya anak tiri dan Kenan anak kandungnya.

Kenan menoleh pada sang adik, "gak kerja Za?" Tanya Kenan.

"Gak," jawab pemuda itu singkat.

"Mau ke pondok ya?" tebak Kenan sekali lagi, namun dibalas gelengan oleh Eza.

"Ya terus mau kemana?" tanya Dokter muda berusia 25 tahun itu sedikit agak kesal.

"Kepo!" balas Eza ketus, membuat sang papa tertawa.

Anandra memandang teduh pada pemuda itu. Putranya dan Nindya ini ternyata sudah dewasa, mata indah itu berubah menjadi tajam, pipi bulat itu berubah menjadi rahang yang tegas, bibirnya yang biasanya banyak bicara kini menjadi irit. Sayang sekali ia melewatkan masa pertumbuhan sang putra. Untung saja Eza tidak membencinya karena tidak becus menjadi seorang ayah, bahkan saat ia kembali merangkul Eza ia sudah memiliki keluarga baru. Untungnya Putranya itu berpikir dewasa dan menyampingkan egonya hingga ia mau menerima Dira dan Kenan, ia juga memaafkan kelakuan Anandra dimasa lalu.

"Eza mau ke makam ya?" tanya Anandra menengahi

"Iya, kangen mama, sama Zinnia." gumamnya sangat pelan diakhir kalimat. Nadhira tersenyum mendengar perkataan pemuda itu, ia kasihan dengan apa yang selama ini Eza alami.

"Abang temenin ya?" tawar Kenan. Eza langsung menoleh memandang tak suka pada Kenan.

"Abang bukannya kerja?" tanya Sang papa heran.

"Kerja sih pa, libur sekali-kali gak ada salahnya kan," ujar Kenan mencari alasan.

"Gak perlu," balas Eza singkat, ia ingin sendiri dan tidak mau ditemani oleh siapapun.

"Boleh ya pa?, sekali aja," pinta Kenan seperti anak kecil, memang tak sadar umur.

"Tanya sama yang bersangkutan aja bang kalau papa sih oke-oke aja," jawab Anandra sambil menikmati Secangkir teh.

"Abang kenapa sih?," tanya Mama Dira heran, kemanapun sang adik pergi pasti ia akan mengintil.

"Eza butuh waktu sendiri juga bang, dia butuh privasi." Sambung wanita cantik itu.

"Emang mau ngapain dikuburan?, pakek privasi segala." ujar Kenan kesal.

"Izin nikah" jawab Eza datar, sambil mengoleskan selai cokelat pada rotinya.

"HAH?!!, MAKSUDNYA GIMANA??," tanya Kenan tak santai, mereka menutup telinga masing-masing.

"Kamu mau nerima perjodohan itu?" Anandra memastikan, Eza hanya mengangguk membenarkan.

"Kepentok batu nih kayaknya," ucap Kenan asal, Anggota termuda disana hanya merotasikan bola matanya.

"Nanti papa yang omongin sama Abi kamu, sekarang sarapan dulu!," suruh Mama Nadhira kepada tiga laki-laki tersayangnya itu, ia menyendokkan nasi ke masing-masing piring.

"Gak mau nasi, ma." Tolak Eza,

"Roti mulu tiap pagi za," ujar sang mama memperingati.

"Cuma Ziarah ma, gak menguras banyak tenaga," elak pemuda itu memberi alasan. Nadira mengalah saja dan menuruti keinginan putranya itu.

EZAZEA(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang