Typo banyakk!
Bagaimana rasanya hidup berdampingan dengan dia yang faham agama, namun belum selesai dengan masa lalunya?
Dia yang keras kepala namun porak poranda batinnya. Dia yang berusaha sembuh dan mencoba menghargai apa yang sudah menjadi mili...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebuah ruangan yang cukup besar dihiasi dengan berbagai pernak-pernik pernikahan dengan sederhana namun tetap memunculkan nuansa indah dan elegan. Ruangan itu dihias dengan banyak bunga-bunga indah menambah kesan cantik. Ya hari ini adalah hari pernikahan Eza
Pernikahan Eza dan Azea bersifat privat, jadi hanya orang-orang terdekat yang diundang, ini atas permintaan keduanya, mengingat Azea belum tamat SMA, jadi mereka lebih merahasiakan hubungan ini dari publik.
"Papa ngomongin apa sih," bisik Kenan kepada sang adik.
"Brisik," balasnya tidak peduli. Telihat tidak sopan, namun ini adalah kenyataannya. Kenan yang berisik dan Eza yang bermulut pedas, perpaduan yang tepat sekali. Kenan ingin rasanya ia memukul kepala adiknya dengan keras, pemuda itu tidak ada lembut-lembutnya kepadanya.
Dengan insiatifnys sendiri Kenan berdiri menghampiri sang papa. "Pa, acara udah mau mulai," kata Kenan, menatap jam tangannya. Anandra mengangguk lalu kembali duduk tak jauh dari Eza.
"Jangan pingsan ya Za, badan maco gini malu-maluin kalau letoy," ujar Kenan berbisik, belum sempat Eza membalas ia sudah berlari menuju tempat duduk disamping Zeidan dan Ahzam.
"Hai Cil!" sapanya riang, tidak ada wibawanya sama sekali.
"Halo, om dokter!" Sapa Zeidan tak kalah riang. Anak Azhira dan juga Gus Ikhwan ini memang sangat ramah. Sedangkan Ahzam hanya tersenyum membalas sapaan Kenan.
Kembali pada Eza yang sedang duduk menghadap calon mertuanya, perasaan tidak tenang ketika acara sudah dimulai.
Acara yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.
Rahman- Ayah dari Khanza Azea Zilfhana mengulurkan tangannya di hadapan calon menantunya yaitu Eza, ia menyerngit ketika pemuda itu tak kunjung menyambut uliran tangannya.
"Bisa kita mulai? Apakah kamu sudah siap nak akad menggunakan bahasa Arab?" Tanya Rahman pada pemuda itu. Eza menarik nafas dalam, ia menoleh pada sang abi, namun laki-laki paru baya itu tersenyum, seakan memberitahu bahwa semua akan baik-baik saja.
Eza lalu mengangguk. Walaupun ragu ia segera menjabat tangan Rahman. "In syaa Allah."
Wanita ini adalah Azea bukan Zinnia, ingat itu. batin Eza.
Bismillahirrahmanirrahim
"Ya Muhammad Fahreza Anandra ibna Arya Anandra. Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka Khanza Azea Zilfhana binta Yahya Ar-Rahman alal mahri 500.000.000 Indonesia rupiah wamajmueat min adawat alsalaa halaan."
"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur halaan."
"Bagaimana para saksi?"
"SAHHHH!!!!" Seru para saksi dan tamu undangan serentak.
"Barakallahulakuma wa baraka 'alaykuma wa jama'a baynakuma fii khoir"
"Alhamdulillah." Eza menyapu wajahnya dengan kedua tangan. Ia tetap mengucap syukur meski hari ini yang ia lakukan ada keterpaksaan. Rasanya sangat aneh, ada perasaan lega ketika selesai melakukan ijab qabul, sekarang ia sudah sah menjadi suami seorang gadis.