13 • Yang Sebenarnya

850 45 0
                                    

HAPPY READING ALL

🖤
.

"Sebelum kita pindah dari rumah ini, Gea mengalami kecelakaan hebat. Dia korban tabrak lari, setelahnya Gea koma.. waktu itu, udah dua bulan Gea koma, tapi ngga ada tanda-tanda bahwa Gea akan sadar kembali. Dokter saat itu pasrah, dokter menyarankan untuk kita iklhasin Gea.. kasian Gea.. tapi kakek gamau, yaudah kakek langsung bertindak, kakek bawa Gea keluar negeri."

"Aku sama kakek keluar negeri buat jagain Gea, sedangkan mama sama ayah nyusul karena memang pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Disaat mereka mau nyusul kita ke luar negeri, tapi.."

"Mama sama ayah korban kecelakaan pesawat jatuh pada saat itu.. sepuluh tahun yang lalu.." jelas Fazar.

Melita membengkap mulutnya tidak percaya, rasanya sesak dan sedih. Air mata tak henti-hentinya mengalir, namun Melita tetap ingin Fazar melanjutkan penjelasannya kembali.

"Soal Gea, iya, Gea itu Vania. Kita udah ngga manggil Gea dengan sebutan itu lagi, kita sebut Gea dari nama depannya. Itu kemauan kakek. Kata kakek, kita harus memulai hidup baru lagi, itu setelah Gea udah sadar dari koma nya. Alhamdulillah, pengobatan Gea di luar negeri ngga sia-sia. Setelah satu bulan, Gea sadar, tapi.. dia mengalami amnesia."

"A-amnesia?" Tanya Melita melirih.

Fazar mengangguk. "Dia ngga inget apa-apa, bahkan dia aja ngga inget aku."

"Apa dari situ, kalian memulai hidup baru?"

"Ya. Setidaknya, Nia ngga ngerasain dulu yang namanya kehilangan. Aku aja ngga sanggup, Tan. Apalagi Nia? Nia masih begitu kecil.."

"Lalu, kalian tinggal dimana selama ini? Dan sama siapa aja kalian tinggal?"

"Setelah Gea keadaan nya pulih, enam tahun kita tinggal di luar negeri, Singapura. Bareng kakek sama mbak Hani, adeknya papah. Mereka ngurusin kita disana. Tapi cuma sampai enam tahun, abis itu, kita pindah lagi ke indo. Kita tinggal di rumah kakek, di bogor. Tiga tahun kita disana, dan sebelum pindah kesini, aku memutuskan untuk mandiri dan kakek juga udah ngizinin. Aku sama adek balik lagi ke rumah ini. Alhamdulilah, rumahnya kebetulan udah tidak ada yang menempatinya lagi. Jadilah, aku tinggal disini."

"Kenapa kamu ngga pernah ngabarin tante? Kita semua disini terus mikirin kalian.."

"Maaf, kita ngga punya nomor telepon kalian.. kakek juga ngga pernah ngizinin kita untuk berhubungan lagi sama kalian.."

Melita mengerti kenapa Indra-- kakek Fazar serta Vania tidak memperbolehkan keluarganya berhubungan dengan keluarga Melita. Tentu ada alasan di balik semuanya, tetapi itu hanya kesalahpahaman yang sayangnya sudah Indra anggap fakta. Tetapi pada saat itu, Geo dan Gesa tetap ingin dekat dengan mereka, karena mereka sahabatan sudah lama sejak masih sekolah, mereka bahkan sudah saling percaya. Dan rumah mereka juga sengaja berjarak dekat, satu komplek.

"Tante, Fazar mohon, tante jangan kasih tau soal ini kesiapa-siapa dulu, terutama sama El."

"Kenapa? El harus tau, dia sangat ingin bertemu dengan Gea. Tanpa dia sadar, ternyata Gea nya selalu ada di sekitarnya dan malah, El sering menyakitinya hanya karena tidak suka Vania terus mendekatinya."

"Vania kan lagi suka sama El kan, tante? Vania juga belum tau, kalo teman masa kecilnya adalah orang yang ia sukai. Biarkan Vania perjuangkan cintanya dulu.. sampai mereka sadar, bahwa mereka sebenarnya orang yang saling merindukan satu sama lain. Fazar yakin, jika mereka terus dekat, pasti akan ada momen yang terpikirkan ke masa lalu."

•••Zelvano•••

Elvan menatap aneh mama nya yang terlihat sedikit sembab juga terus mengulum senyum padanya, ada apa ini? Jangan bilang, mama nya kerasukan?! Oh no! Elvan jadi dibuat merinding sekarang, mana di rumah sepi.

Elvan masih berdiri di depan rumahnya, melihat pemandangan langit yang indah juga sekitar yang terlihat asri. Tapi tiba-tiba saja mama nya pulang kesini, menampakkan diri dengan raut yang membuat dirinya sedikit merinding.

"Astagfirullahalazim.. bismillahirrahmanirrahim, allahulaa--" gumam Elvan namun terputus karena mamanya langsung menyela dengan cepat.

"Kamu kayak ngeliat setan aja!" Melita segera menjewer telinga Elvan lantaran gemas karena tingkah anaknya itu.

"Astagfirullah, ini beneran mama kan? Mama ngga kerasukan kan?" Tanya Elvan dengan terus menatap intens mama nya.

"Yang bilang mama kerasukan siapa? Wah bisa-bisanya ya kamu ngira mama kerasukan!"

"E-eh maaf mah, ini beneran mama? Hufthh.." Elvan akhirnya bernafas lega.

"Ya iyalah, siapa lagi?" Sewot Melita, ia melepaskan jeweran nya terhadap anak nya.

"Mata mama keliatan sembab, mama abis nangis?" Tanya Elvan, seraya mengusap telinga nya yang sedikit panas karena jeweran mama nya tadi.

Melita memalingkan mukanya ke arah lain, tidak melihat ke arah Elvan. Melita berusaha mengelak. "Ngga, mama ngga abis nangis. Tadi mata mama kelilipan pas di jalan tadi, kena debu." Melita mengusap-usap lagi matanya.

"Terus kenapa tadi senyum-senyum ke arah El gitu?"

"Kamu kayak wartawan ih, nanya-nanya mulu. Kenapa ngga nanya keadaan Vania si? Kan mama abis jengukin dia karena dia lagi sakit, ya karena kamu ngga jengukin dia, ya seharusnya kamu nanya kek keadaan dia gimana."

"Ngga penting." Balas Elvan kembali datar. Ia tidak suka saat nama gadis itu disebut.

"Halah, sok-sokan bilang ngga penting tapi nanti mah, pasti bakal bilang gini, 'Vania itu hidup El, El gabisa hidup tanpa Vania." Melita langsung menyemburkan tawanya saat menirukan gaya bicara Elvan.

"Mana ada kayak gitu?! Lebay! El ga mungkin bilang kayak gitu ke cewek yang El gasuka."

"Haduh, saran mama nih ya El, kamu jangan suka nyakitin Vania. Meskipun kamu ngga nyakitin nya secara fisik, tapi kan kamu nyakitinnya secara hati. Kalo hatinya udah ngga sanggup denger perkataan kamu yang tajam itu, akan ada saatnya dia menyerah. Dan kamu.. pasti akan menyesali perbuatan kamu itu." Pesan Melita.

Elvan menatap mama nya. "Buat apa El menyesali perbuatan El ini? Bukannya bagus, kalo dia udah ngga sanggup deketin El lagi, dia akan menyerah, El akan bebas dari dia. Dan El menunggu hal itu terjadi. El kayak gini juga, biar dia sadar diri, biar dia juga ngga sakit hati terus karena El. Vania berhak dapetin yang lebih baik dari El, masa lalu El masih selalu ada di hati El, mah. El cuma gamau aja, dia terus mengejar El yang El sendiri, gabisa nerima hati dia buat El, El gabisa.." jelas Elvan, ia menatap sendu mama nya.

Melita paham, jelas paham apa yang dimaksud anaknya ini. Melita tersenyum, ia mengusap bahu anaknya. "Apapun alasannya, tapi kamu jangan terlalu kasar ya, sama Vania."

"El ngga janji."

Melita hanya bisa menghela nafas pasrah, kemudian tersenyum tipis. "Yaudah, terserah kamu. Mama cuma ngingetin, tapi ucapan mama tadi harus kamu ingat! Dia perempuan, kamu jangan terlalu kasar."

"Iya, El tau kok dia perempuan. Tapi kalo dia udah keliatan ngelunjak lagi, ya jangan salahin El kalo dia bakal nerima sakit hati lagi."

•••Zelvano•••

TBC

Yang masih mau lanjut bacanya, mana nih spam next nya➡️➡️ pengen tau seberapa antusias nya kalian baca cerita ZELVANO 🥺

Vote nya jangan lupaa

See u next chapter! Bye, kembali lagi besok. Klo inget up sama klo ngga ada halangan🙃 hhe.

Sudah direvisi ✓

ZELVANO [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang