04 • Pemberian Vania

905 61 0
                                    

Happy Reading All

🖤
.

Di pagi hari yang cerah ini, Elvan tengah memanaskan motornya di depan garasi. Netra Elvan tak sengaja melihat ke arah jalanan, dimana ada mobil berwarna hitam melewati rumahnya. Tatapan Elvan terfokus pada orang yang mengendarai mobil itu, karena kaca mobilnya di turunkan, membuat Elvan bisa melihat siapa yang menyetir. Elvan merasa familiar dengan orang itu.

Elvan sedikit tidak menyangka ketika ia baru sadar, bahwa ia memang mengenali orang itu, bahkan Elvan mencari orang itu sedari dulu. Ia tidak salah lihat kan? Bahwa Elvan memang beneran melihat orang itu melewati rumahnya? Apakah orang itu juga tinggal di sekitaran sini? Lalu kenapa Elvan baru tahu? Mama nya tidak menceritakan apapun jika memang iya dia tinggal disini.

Jika memang benar, apakah ada seorang gadis yang selama ini ia cari? Ah, Elvan jadi mengingat lagi dengan gadis kecilnya dulu. Pasti sekarang dia sudah dewasa, jika dia masih tinggal disini, Elvan pasti masih bersama terus dengannya.

Elvan menghela nafas, ia jadi kembali merindukan kenangan dirinya bersama gadis itu. Terlalu banyak momen menyenangkan yang mereka ciptakan dan itu selalu berada di memori otak Elvan.

"Ah apasi, salah liat lo El! Lo tau abangnya Gea yang sekarang aja ngga!" Guman Elvan. "Tapi.. kalo diliat sekilas tadi emang rada mirip, siapa ya dia? Ngga pernah liat gue sebelumnya."

"Bareng."

Mendengar suara seseorang, membuat Elvan seketika menoleh ke samping, dimana ada seorang lelaki dengan seragam sekolah yang berbeda dengannya itu tengah menyengir kuda ke arahnya. Elvan menatap malas kakaknya itu.

Dia Calvino Azrayansyah Leondra, atau biasa disebut Alvin. Sebenarnya, selisih umur Alvin dan Elvan hanya lima bulan saja, Elvan lebih muda lima bulan dari Alvin. Kenapa bisa? Karena Alvin bukan anak kandung dari Melita melainkan hanya anak kandung nya Rayan, papa Alvin dan Elvan.

Ibu kandung Alvin sudah meninggal setelah melahirkan Alvin, Alvin terlahir dengan status hubungan terlarang. Maka dari itu, karena Rayan mau bertanggung jawab, Rayan siap untuk mengurusi Alvin bersama dirinya dengan Melita. Melita tidak marah, mungkin hanya kecewa sesaat. Berbeda dengan Elvan, Elvan adalah anak kandung Melita. Namun waktu itu, Rayan sempat tidak percaya bahwa anak dari kandungan Melita itu adalah anak kandungnya, karena Rayan pernah memergoki Melita dengan seseorang dan besoknya Melita bilang, jika dirinya hamil. Padahal jelas-jelas, Elvan adalah anak kandung dari Rayan dan Melita.

"Gue buru-buru." Tolak Elvan.

Hubungan Elvan dan Alvin bisa dibilang mereka tidak akrab, tetapi sewaktu mereka kecil, mereka sangat akrab. Berbeda dengan sekarang, Elvan tidak mau dekat dengan Alvin, tentu ada alasan mengapa dirinya sering menjauh dari Alvin. Padahal, Alvin ingin selalu dekat dengan adeknya itu.

"Yah El, motor gue masih di bengkel. Gue nebeng sama lo, lagian sekolah gue itu sebelum sekolah lo juga. Lo pasti lewat jalan gang sekolah gue." Alvin terus membujuk agar Elvan mau berangkat bareng dengan dirinya. Memang benar motornya berada di bengkel, kemarin motornya ada yang menjahili tanpa sepengetahuan Alvin.

"Ada mobil." Balas Elvan santai. Elvan mulai menaiki motornya dan hendak memasangkan helm full face nya ke kepalanya.

"Gamau, nanti gue pulang gabisa bawa motor gue dong? Ayolah El, pliss.. kali ini aja."

"Gabisa, temen gue udah nungguin."

"Apa masalahnya El? Gue cuma nebeng doang. Ntar lo berentiin motornya di depan gang sekolah gue. Lo ga perlu turun, cuma berenti doang abis itu lo lanjut ke sekolah lo."

Elvan menghela nafas sabar, ia malas sekali jika terus membalas perkataan Alvin dengan menolak. "Ck, bawel lo. Cepetan naik."

Seketika, Alvin berseru senang. Ia langsung menaiki jok belakang motor Elvan dengan perasaan senang. Akhirnya, ia berhasil membujuk Elvan.

"Lo kenal tetangga baru kita itu ngga? Rumah Gea udah diisi sama orang lain lagi." Alvin mulai membuka pembicaraan dalam perjalanan.

"Gausah lo bahas." Ucap Elvan dingin, ia paling tidak suka ada yang membahas ke masa lalunya.

"Ya gue cuma mau bilang, gue ngga ngerasa asing sama cewek yang kemaren gue temuin di rumah itu, padahal gue tau namanya aja ngga."

•••Zelvano•••

Elvan melangkah masuk ke kelasnya bersama ketiga sahabatnya, ia melangkah ke tempat kursinya berada. Menatap sebuah kotak bekal berwarna biru muda berada di atas mejanya, ada secarik kertas juga disana.

"Van, apaan itu? Punya lo?" Tanya Arven yang juga melihat kotak bekal yang ada di atas meja Elvan. Arven tentu sedikit bingung, memang sejak kapan Elvan membawa bekal apalagi Tupperware nya berwarna biru muda.

Elvan mengangkat bahu acuh, kemudian duduk di kursinya. Karena penasaran pada kertas yang ada di atas kotak bekal itu, Elvan pun mengambilnya lalu membaca tulisan tangan yang ada di kertas itu.

Hai Elvan! Aku bawain roti selai coklat kacang buat kamu. Kata mama kamu, kamu suka banget sama makanan ini. Pas banget, tadi pagi aku juga sarapan ini. Jadi aku niat bawain makanan ini buat kamu.

Dimakan ya.. tenang, ngga ada racunnya kok.

Vania

Elvan kemudian menatap tanpa minat kotak bekal yang berada di atas mejanya tersebut. Meskipun jika memang benar makanan itu adalah kesukaannya, tetapi ketika makanan itu dari orang lain bukan dari mama nya, Elvan tidak minat.

"Isi kertasnya apa itu? Mau liat dong!" Aldo hendak meraih kertas yang dipegang oleh Elvan, namun Elvan segera hindarkan.

"Ga penting." Balasnya, ia kemudian merobek kertas itu hingga menjadi beberapa bagian, lalu membuangnya ke tempat sampah yang berada di bawahnya.

"Kok dirobek?! Dari fans ya? Ih masa Elvan udah punya fans sampe dibawain sesuatu segala?!" Ucap Aldo sedikit tidak terima.

Elvan tidak mempedulikan apa yang dikatakan Aldo, ia kemudian mengambil kotak bekal itu lalu memberinya pada Aldo. "Kalo mau, ambil aja."

Aldo dengan senang hati menerimanya, namun segera direbut oleh Arven.

"Ih Arven apa-apaan si lo?!" Aldo hendak merebut lagi kotak bekal itu dari Arven, namun Arven terus menghindarinya.

"Bagi-bagi dong!" Ucap Arven.

"Seharusnya Aldo yang bilang kayak gitu!"

"Gue buka yaa." Arven membuka kotak bekal yang ntah pemberian dari siapa itu.

"Roti nya warna ijo, gue gasuka. Nih buat lo aja." Arven kembali memberikan kotak bekal itu pada Aldo.

Aldo menghela nafas panjang. Ia juga tidak suka roti berwarna hijau, padahal keliatannya enak. "Gajadi deh." Aldo kemudian memberikan kotak bekal itu pada Elvan. "Setau Aldo, Elvan bukannya paling suka sama roti warna ijo ini? Yaudah, mening buat Elvan. Kan ini emang buat Elvan."

"Terserah." Elvan tak mengacuhkan itu, ia kemudian fokus pada ponselnya, membiarkan kotak bekal itu berada di atas mejanya lagi.

Elvan menatap kotak bekal itu. "Mama kenapa kasih tau kesukaan El sama dia si?"

"Kenapa lo suka sama gue sampe segitunya?"

•••Zelvano•••

TBC

Yang masih mau lanjut bacanya, spam next nya dulu dong➡️➡️

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote jika suka dan komennya yaa🖤🖤

Terimakasih, see u next chapter ♡♡

Sudah direvisi

ZELVANO [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang