48 • Tidak Dapat Dipersatukan?

444 24 0
                                    

Happy Reading All

🖤
.

Vania baru saja teleponan dengan Jessica, Vania tidak menyangka jika Jessica tadi meminta maaf padanya. Tapi, ada satu fakta yang membuat dirinya tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Jessica dinyatakan hamil dan rahim yang ada dalam kandungan Jessica ada hubungannya dengan Elvan.

Meskipun Jessica sudah bilang jika itu semua karena paksaan dirinya, tetapi tetap saja, Vania merasa.. ah tidak tahu, perasaannya saat ini sangat sulit untuk dideskripsikan.

"Apa mungkin ini takdir, kalo gue emang gabisa ditakdirkan dengan Elvan?" lirih Vania, gadis itu melamun.

"Gue ngga tega kalo Jessica ngandung sendirian, bagaimana pun juga, Elvan harus tanggung jawab. Apa Elvan masih perjuangin gue? Gue sebagai perempuan, kalo gue jadi Jessica, pasti rasanya berat banget. Gue ngga boleh egois, Elvan harus sama Jessica, sementara gue.. gue bakal milih nerima perjodohan ini."

"Ya, mungkin ini yang terbaik untuk kehidupan masing-masing. Yang dulunya deket dan saling ada rasa, bukan berarti bisa ditakdirkan untuk bersama."

Vania kembali teringat momen dimana dirinya saat bersama Elvan pada saat masih kecil.

"El janji, El akan terus jaga Vania, kita akan terus bersama sampai dewasa nanti, tumbuh sama-sama. El bakal jadi pahlawan nya Gea kalo Gea ada yang nyakitin, pokoknya Gea ngga boleh ada yang nyakitin! Ngga boleh ada yang buat Gea nangis."

"Ake terharu, El.."

"Gea, aku suka sama kamu."

"Aku juga suka sama kamu, El."

"Ceilah, masih bocah udah saling suka-sukaan aja." celetuk Fazar yang ada bersama Elvan dan juga Vania.

Elvan dan Vania hanya tertawa melihat wajah Fazar yang ekspresinya menurut mereka sangatlah lucu.

"Gue bersyukur, masa kecil gue berwarna. Punya keluarga yang utuh dan harmonis, gue rindu suasana dulu. Rasanya pengen ngulang waktu, nyatanya jadi dewasa itu ngga enak."

"Dek, udah siap?" Tiba-tiba Fazar datang bersama Kakek Hio menghampiri Vania yang berada di kamarnya.

Vania langsung mengusap air matanya yang tanpa disadari sudah keluar. "Siap apa?" tanya Vania tiba-tiba tidak tahu.

"Oh ya, kok langsung nanya udah siap aja si, maksudnya gimana? Kamu nerima atau ngga perjodohan ini? Ini ngga maksa, tapi Abang dan Kakek mau yang terbaik untuk kamu, Dek." ucap Fazar.

"Vania ngerti, Vania mau kok nerima perjodohan ini."

•••Zelvano•••

"Elvan.."

"Mama,"

Melita langsung memeluk Elvan dengan sangat erat, ia sangat merindukan anaknya. Meski baru samalam Elvan pergi dari rumah, tetapi rasanya Melita benar-benar tidak sanggup jika berjauhan dengan Elvan.

"Mama kangen sama kamu, sayang. Gimana keadaan kamu? Baik-baik aja kan? Semalem tidur dimana? Mama khawatir sama kamu, El. Maafin Mama karena kemarin Mama udah kasar sama kamu," ucap Melita merasa bersalah.

Setelahnya mereka mengurai pelukannya.

Elvan menampilkan senyum tipisnya. "Keadaan El baik-baik aja kok, Mah. Mama ngga usah khawatir, Mama juga gausah merasa bersalah gitu dong, kan El yang udah buat kecewa kayak gini." Elvan berusaha kuat, ia harus menahan rasa laparnya juga, semoga saja perutnya tidak berbunyi lagi dan jangan sampai berbunyi di hadapan sang Mama. Karena sedari tadi, perutnya terus saja berbunyi karena lapar.

ZELVANO [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang