Happy Reading All
🖤
.Malam hari, di kediaman rumah Elvan, Elvan sedang berada di balkon kamarnya. Cowok itu sangat gabut sekali karena ponselnya sedang di charger. Menghirup udara segar sejenak, lalu melangkah kembali memasuki kamarnya. Ia ingin mengambil sebuah bola basket miliknya.
Setelah mengambil bola basket, Elvan pun keluar dari kamarnya, ia turun dari tangga karena kamarnya berada di atas. Elvan akan keluar untuk bermain basket, ia mempunyai lapangan di rumahnya meski tidak sebesar lapangan bola. Biasanya, Elvan sering berlatih bermain basket disana.
"Kamu mau kemana, El?" Tanya seorang wanita paruh baya yang sedang menonton televisi. Wanita paruh baya itu mama Elvan, Melita.
"Main basket," jawab Elvan seraya memperlihatkan bola berwarna orange yang ia pegang.
Melita mengangguk. "Jangan lama-lama, gabaik angin malem."
Elvan hanya mengangguk menyahuti, ia kemudian melangkah keluar rumah.
Sesampainya di sana, Elvan sedikit melakukan pemanasan. Dirasa selesai, ia mulai memainkan bola basket kesayangannya itu sendirian.
Bola basket yang ia mainkan, selalu masuk ke dalam ring.
Sudah sekitar setengah jam Elvan memainkan bola basketnya sendirian, ia belum merasakan lelah. Elvan menyugar rambutnya ke belakang kala menghalangi pandangannya.
Saat Elvan hendak melempar bola tersebut ke arah ring, Elvan dikejutkan kala sebuah minuman berada tepat di hadapannya. Elvan menoleh kesamping, dimana ada seorang gadis yang menyodorkan minuman itu padanya dengan tersenyum manis.
"Haii Elvan! Ketemu lagi kita!" Ucap gadis itu dengan antusias. Gadis itu Vania.
Elvan heran kenapa ada gadis itu di rumahnya? Perasaan, gadis itu sebelumnya belum pernah datang ke rumahnya. Lalu, bagaimana gadis itu mengetahui jika Elvan tinggal disini? Apa karena gadis itu menyukainya hingga sampai menanyai rumahnya dimana? Elvan tak habis pikir jika itu memang benar. Jika lama kelamaan, itu bukankah sama saja seperti sasaeng?
Elvan menggeleng, mungkin ia hanya halu. Bagaimana mungkin Vania ada disini?
"Elvan minum dulu! Nih." Vania menyodorkan minuman dingin itu tepat ke pipi Elvan, hingga cowok itu tersadar bahwa dirinya tidak halu.
Vania tertawa, mungkin ia mengira Elvan terkejut karena kehadiran minuman dingin ini ke pipinya.
Elvan menepis minuman itu hingga minuman itu jatuh ke bawah. Vania tersentak kala minuman yang tadi dikasih tante Melita untuk Elvan, jatuh karena tepisan Elvan sendiri.
"Gue ngga butuh! Ngapain lo ada di rumah gue?! Mau jadi sasaeng?" Elvan terlihat marah dengan kehadiran Vania yang bagaimana bisa berada di rumahnya?
Vania dengan cepat menggeleng. "Aku emang tinggal di komplek ini, kemaren aku baru pindahan. Dan aku juga baru tau, kalo kamu ternyata tinggal disini." Jawab Vania dengan menundukkan kepalanya.
Sekarang Elvan mengerti, memang kemarin di dekat rumahnya ada yang baru pindahan. Tetapi Elvan tidak tahu, siapa orang yang baru pindah itu, ia memang tidak begitu peduli dengan sekitar.
Elvan melangkah pergi, tidak menghiraukan lagi Vania yang masih berdiri di tempatnya.
Vania awalnya kesini hanya karena tadi sore tante Melita menyuruhnya ke rumahnya saja jika dirinya merasa kesepian. Karena Vania merasa bosan di rumah, abang nya juga belum pulang ke rumah, Vania jadi merasa kesepian. Tadi Vania juga berniat untuk membuat puding, karena ia ingin ke rumah tetangga barunya itu, alhasil Vania membawa puding buatannya dan memberinya kepada tante Melita.
Tante Melita menerima dengan baik puding buatannya itu, membuat Vania merasa lega. Tadi Vania menanyai apakah di rumah ini hanya ada tante Melita saja, dan jawaban tante Melita katanya suami dan satu anaknya belum pulang, jika anak satunya lagi katanya sedang bermain basket di luar rumah.
Lalu tante Melita menyuruhnya untuk memberi minuman kepada anaknya itu, sekaligus menyuruhnya untuk kenalan, siapa tahu akan menjadi teman baik?
Dan ketika Vania hendak menghampiri cowok itu, langkah Vania terhenti. Ia menatap anak tante Melita yang sedang bermain basket itu, Vania merasa kenal dengan orang itu. Itu bukankah Elvan? Cowok yang sudah membuat dirinya merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama? Vania tidak menyangka, jika ia akan bertemu lagi dengan cowok itu di tempat yang berbeda, bukan di sekolah saja. Vania senang ketika ia mengetahui rumah Elvan, apalagi jarak rumah Elvan dan dirinya cukup dekat, ini benar-benar suatu kebahagiaan bagi dirinya.
Vania jadi tidak menyesal tinggal di rumah barunya itu.
Vania tersenyum miris kala tubuh cowok itu sudah tidak nampak lagi dalam penglihatannya. Sepertinya memang benar, selain tidak suka didekati perempuan, Elvan juga tidak suka akan kehadirannya. Tapi, apa Vania setelah tahu bahwa sifat Elvan seperti itu, Vania tidak akan mendekati Elvan lagi? Tentu tidak. Vania akan memperjuangkan cintanya, Vania yakin, kisah percintaannya seperti di novel-novel yang ia baca. Jika ia memperjuangkan cintanya, akankah hati Elvan luluh? Semoga saja iya.
Bunyi suara motor sport yang sudah tidak asing lagi bagi Vania, seketika membuat Vania merekahkan senyumnya, itu pasti suara motor abangnya! Abangnya sudah pulang! Vania lalu berlari kecil meninggalkan rumah ini saking senangnya ia ingin bertemu dengan abangnya. Karena, ia memang hanya tinggal berdua dengan sang abang. Kedua orangtuanya sudah tiada.
Vania langsung memeluk abangnya yang hendak membuka pintu rumahnya. "Abang.. kangen." Ucapnya manja.
Alfazar Geosar Novalo, atau sering Vania sebut bang Fazar. Selisih umur mereka berdua adalah 5 tahun. Fazar membalas pelukan adeknya, ia kemudian menyentuh kedua pipi Vania dengan kedua tangannya. "Ututu.. maafin abang ya, abang pulang telat."
Vania menggembungkan pipinya. "Hufthh, Nia kesepian tau."
Fazar terkekeh, ia cubit pipi adeknya yang sangat menggemaskan itu. "Iya, makannya abang minta maaf. Oh iya, kok kamu kayak abis dari luar? Kamu abis kemana emang?"
"Abis dari rumah itu." Vania menunjuk rumah yang berada di sebelah rumah depannya.
Fazar ikut melihat apa yang ditunjuk oleh Vania. "Emangnya kamu kenal sama orang rumah itu?" Tanya Fazar.
Vania mengangguk. "Tadi Vania bawain puding buatan Vania ke rumah itu. Tadi sore Nia disuruh ke rumah itu aja kalo ngerasa kesepian. Tante Melita, dia keliatan baik banget. Oh iya bang, Nia ngga nyesel pindah kesini! Karena rumah Nia sama orang yang Nia suka itu deket!"
Fazar terdiam, ia tidak asing dengan nama yang tadi disebutkan oleh Vania. Namun dengan cepat, ia kembali fokus pada adeknya lagi. "Orang yang Nia suka? Kamu udah suka-sukaan?!" Tanya Fazar dengan melotot. Vania bukannya takut, tapi malah tertawa geli melihat wajah abangnya itu.
"Hehe, abisnya orangnya ganteng banget! Ngga juga si, Nia suka karena Nia kalo deket dia itu suka deg-degan. Padahal di sekolah baru pertama kali ketemu. Ya meski orang itu gasuka sama Nia, tapi kan Nia suka."
"Siapa orangnya?"
"Namanya Elvan."
Fazar terdiam. "Abang ngga yakin jika dia tidak akan menyakitimu, Nia. Kapan kamu ingat semuanya?" Batin Fazar.
•••Zelvano•••
TBC
Hii
Masih mau lanjut kah bacanya? Spam next dong kalo masih➡️
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak setelah baca cerita ini, berupa vote dan komen sebanyak-banyaknya yaaa
Terimakasih semuanya, baik deh kalian udah mau mampir ke cerita ku ini, hhi♡
See u next chapter ya guys..
Sudah direvisi✓
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELVANO [selesai]
Teen Fiction𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖𝒓𝒏𝒂. 𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓, 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂...