Happy Reading All
🖤
.Cklek
"Dek, kamu ngapain bisik-bisik ngadep kamar mandi?"
Vania seketika langsung menoleh ke arah Fazar, Vania sedikit gugup ketika Fazar menatap ke arahnya dengan tanda tanya.
"Ini, tadi Nia nyariin cicak. Tadi masa cicak nempel ke baju Nia, terus udah jatuh apa belum ya? Biasanya kalo cicak jatuh ke kita, itu kita harus cuci bagian mana yang kena bekas cicak kan bang?" Kata Vania berbohong.
Fazar menganggukkan kepalanya. "Kenapa belum tidur, hm? Susah tidur? Yaudah abang temenin."
Vania segera menggeleng. "Ngga usah abang, ini Nia mau tidur kok. Abang ke kamar abang aja, istirahat sana, pasti abang cape seharian nemenin Nia terus."
"Kamu, ngga ada yang disembunyiin dari abang kan? Raut kamu kayak lagi bohong sama abang. Nia, abang tau kamu kayak gimana ya." Fazar menatap penuh selidik ke arah Vania, bukannya apa, Fazar merasa ada yang aneh saja. Tanpa izin Vania, Fazar langsung saja menyelonong membuka pintu kamar mandi yang ada di kamar Vania.
Fazar terdiam, melihat ada Elvan yang tengah berdiri di dalam kamar mandi dan menatap ke arahnya. "Astagfirullah," ucap Fazar sedikit terkejut mendapati kehadiran Elvan.
"Elvan?! Lo ngapain disini?!" tanya nya dengan bingung, Fazar tidak salah lihat kan?
"Hehe, bang." Elvan keluar dari kamar mandi seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dalam hatinya, ingin sekali dirinya menerkam Vania sekarang juga karena merasa gemas tidak pandai menyembunyikan.
Apa salahnya untuk mengelak? Seharusnya Vania menghalangi Fazar membuka pintu kamar mandi.
Benar dugaannya sebelum ia kesini, apa yang ia lakukan sekarang adalah ide yang buruk.
"Kenapa bisa lo ada disini? Lo ngga ngapa-ngapain adek gue kan?!" Selidik Fazar pada Elvan.
"Eh abang muka nya ngga gitu juga, Elvan ngga ngapa-ngapain kok," sela Vania.
"Abang ngga nanya sama kamu, tapi abang nanya nya sama dia! Dia itu selalu nyakitin kamu Nia, kamu pikir abang nggatau? Kalo dia ada niat jahat ke kamu gimana? Pasti dia kesini lewat balkon kan?" cerocos Fazar.
"Lewat balkon bukan berarti ada niat jahat kan?" celetuk Elvan santai.
"Apapun alasannya, tetep aja ngga baik. Dan kamu Nia, berani ya kamu udah mulai bohong sama abang? Abang kecewa sama kamu." Fazar melirik sekilas ke arah Vania, Fazar menampakkan raut kecewanya.
Vania memegang pergelangan tangan Fazar dengan tatapan memelas. "Maafin Nia, abang. Nia ngga bermaksud buat bohongin bang Fazar. Abang jangan marah sama Nia.. Nia mohon sama bang Fazar, jangan diemin Nia.." Vania bahkan matanya mulai berkaca-kaca.
Fazar yang tidak tega melihat adeknya memohon-mohon padanya seperti itu hingga ia melihat mata adeknya mulai berkaca-kaca, seketika raut Fazar berubah sendu. Ia paling tidak tega melihat adeknya seperti ini. "Abang ngga akan marah sama kamu, asal kamu janji, jangan pernah berbohong lagi sama abang." Fazar mengusap air mata Vania yang mulai turun.
"Jangan sedih, maafin abang yang udah buat kamu sedih."
Elvan yang melihat adik kakak akur seperti itu, ada rasa iri dalam dirinya karena dirinya dan Alvin sudah tidak pernah terlihat akrab seperti dulu lagi.
Elvan akui, Elvan sendiri yang terlihat berubah, namun Elvan yang selalu menghindar dengan Alvin juga, karena setiap kali ia melihat Alvin, ntah mengapa bawaannya selalu merasa kesal dengannya. Mungkin karena papa nya yang selalu membandingkan dirinya dengan Alvin, hingga membuat Elvan ada rasa tidak suka terhadap Alvin. Padahal Alvin tidak salah, jangan dicontoh ya bestie.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELVANO [selesai]
Teen Fiction𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖𝒓𝒏𝒂. 𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓, 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂...