Malam
Weeh maaf baru up🤗 ini aja baru selesai nulis, aku langsung update ☺️
Happy Reading All
🖤
."Lah, ada Elvan? Elvan ngapain disitu?" Salsa mempertajamkan lagi penglihatannya, siapa tahu, ia salah lihat. Namun Salsa rasa, Salsa benar-benar melihat Elvan yang berada di paling ujung meja sana, tengah melihat ke arahnya, mungkin lebih tepatnya melihat ke arah Vania? Siapa tahu kan.
Vania mengikuti apa yang Salsa lihat, seketika dirinya berhenti meminum kala netranya bertemu dengan netra Elvan. Vania dapat melihat, bahwa cowok itu tengah tersenyum ke arahnya. Namun dengan cepat, Vania langsung memalingkan mukanya.
Ia tidak ingin rasa suka terhadap Elvan akan semakin besar jika ia sendiri, masih ingin tahu tentang Elvan. Vania masih mencintai Elvan, jika dulu Vania memperjuangkan cintanya terhadap Elvan, maka sekarang tidak, Vania tidak ingin lagi memperjuangkan seseorang yang tidak ingin diperjuangkan. Vania hanya tidak ingin, ia memperjuangkan seseorang yang dimana, dia bukan ditakdirkan untuknya, yang ada hanya sia-sia.
Jika mereka berjodoh, Vania yakin, mau sekuat apapun keadaan yang terlihat tidak mendukung, pasti akan selalu ada cara untuk bersatu.
Vania saat ini ingin berjauh dengan Elvan karena ingin sedikit menyembuhkan luka di hatinya, setiap kali melihat Elvan, rasanya sakit. Ucapan-ucapan keras yang Elvan layangkan padanya ternyata sangat membekas dihatinya, hingga membuat Vania sadar diri. Dia menyerah, bukah karena lelah ataupun lemah, tapi karena takdir. Dia menyerah, tapi bukan berarti dia bisa menghapus perasaannya. Dia menyerah, tapi bukan berarti dia mudah merelakan.
"Sini, Van. Ngapain lo disitu? Kek dedektif aja mantengin kita-kita." celetuk Arven yang melihat ke arah Elvan.
"Detektif," cetus Bian meralat perkataan Arven.
"Nah, iya itu maksudnya."
Elvan yang sudah ketahuan jika sedari tadi dirinya mengamati terus mereka, Elvan pun kemudian melangkah menghampiri mereka.
"Lagi pada ngapain?" tanya Elvan.
"Lah, seharusnya kita yang nanya ke lo. Ngapain lo ada disini? Bukannya kata emak lo, lo abis pingsan?" tanya balik Arven. Arven memang tadi sempat menemui Melita, dan Melita mengatakan apa yang terjadi pada Elvan sebelumnya. Jujur, Arven malah tertawa dalam hati setelah mendengarkan apa yang Melita bilang.
Hanya karena Vania, ternyata Elvan bisa merelakan tubuhnya sampai jatuh pingsan karena terus berdiri di bawah guyuran hujan hanya demi, bisa merasakan apa yang Vania rasakan dulu. Arven tak habis pikir, yang Elvan lakukan tadi menurutnya percuma, karena Vania pasti jauh lebih sakit, tidak sebanding apa yang Elvan lakukan hal percuma itu.
"Pingsan?" celetuk Salsa.
Vania hanya mendengar, tidak berniat bertanya maupun mengeluarkan suaranya. Toh, pasti juga ia tahu sendiri karena yang lain bertanya dan dirinya akan mendengar penjelasan dari Elvan maupun Arven.
"Gausah dibahas, gue kesini cuma jaga-jaga aja. Takut Vania kenapa-napa," ucap Elvan, cowok itu masih berdiri diantara mereka berempat. Elvan melirik ke arah Vania yang dimana, gadis itu hanya diam saja, tidak menyapa nya seperti dulu. Jika boleh jujur, Elvan merindukan sikap gadis itu. Andai Elvan lebih memperhatikan Vania, pasti, Elvan akan mengetahui jika Vania adalah orang yang ia cari.
Dan Elvan tidak mungkin, berpikiran ingin menyakiti hati gadis itu agar gadis itu berhenti memperjuangkannya. Kadang, dunia terlalu sempit, buktinya saja seperti kehidupannya, orang yang selama ini ia cari, orang yang selama ini rindukan, orang yang selalu ada di hatinya, ternyata adalah orang yang terus menerus ia sakiti. Bahkan yang lebih parah, Elvan ingin, gadis itu menghilang dari kehidupannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELVANO [selesai]
Teen Fiction𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖𝒓𝒏𝒂. 𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓, 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂...