51 • Bergantung Dengan Alat Medis?

680 30 3
                                    

Happy Reading All

🖤
.

Melita, Rayan, Alvin serta Jessica berlari tergesa-gesa menghampiri Elvan yang kini dalam keadaan mengenaskan. Bian memberhentikan motornya-- ia meminjam motor sport milik saudaranya, ia juga berlari menghampiri Elvan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa mereka semua terlihat panik melihat Elvan yang mengalami kecelakaan tersebut.

"El.. bertahan sayang. Mama tau, kamu anak yang kuat, bertahan yang sayang." Melita mendekati Elvan, dia sudah banjir air mata kala ia sendiri melihat langsung bagaimana mengenaskannya anaknya saat ini. Melita menaruh kepala Elvan ke bagian pahanya yang terbalut gamis.

Rayan mengangkat motor yang menimpa bagian kaki Elvan, jujur dia juga tidak sanggup melihat putranya dalam keadaan seperti ini. Meskipun dirinya masih ada rasa kecewa terhadap Elvan, tapi Rayan juga masih punya sisi peduli terhadap anaknya itu, bagaimanapun juga Elvan tetap anaknya, anak kandungnya. Mulut bisa berkata jika ia tidak ingin menganggap Elvan anaknya lagi, tetapi sangat berbanding terbalik dengan hatinya.

Tangan Melita bergetar kala ia menyeka darah yang keluar dari hidung Elvan, ini bukan karena benturan kecelakaan, tetapi sekaligus Elvan mengalami mimisan.

"Ma-ma.." Elvan bersuara dengan susah payah, nafasnya terasa sesak.

"Iya ini Mama sayang.. Mama mohon bertahan, sebentar lagi ambulans datang, kamu yang kuat ya.. " Melita berusaha menampilkan senyumnya, mempercayai Elvan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"El ma-u per-gi.." lirih Elvan. Namun arti pergi dari kata yang ia ucapkan berbeda dari yang sebelumnya.

"Iya, pergi nya nanti aja ya?" balas Melita dan air matanya kembali mengalir.

"Pa-pa, Al, El min-ta ma-af ya.." Elvan melirik ke arah keberadaan Papa nya dan juga Alvin.

"Lo masih mau bertahan kan El? Kita ngga akan maafin lo kalo lo nyerah!" Desak Alvin, Alvin hanya tidak ingin Elvan pergi, pergi ke tempat yang tidak akan pernah bisa ditemui di dunia ini.

"I-ni u-dah sa-at-nya.."

"Ngga!" Tegas Bian menggeleng, bahwa ucapan Elvan tidaklah benar. Bian kembali mengeluarkan air matanya tanpa bisa ia tahan, hatinya terasa hancur hanya karena tentang keluarga dan persahabatannya. Ia memang lemah jika menyangkut dua hal itu.

"Vania aja udah menikah, El.. masa lo juga gamau ikut nyusul kek Vania? Harapan gue pengen banget nanti kita bisa kumpul bersama dengan keluarga masing-masing. Jadi plis yah, kali ini aja, lo bertahan.." Alvin ikut mengeluarkan air matanya.

"Katanya anak Papa pengen jadi seorang pelatih olahraga hebat, bukannya jadi pelatih itu harus kuat? Dan sekarang, kamu harus kuat, buktiin sama ucapan kamu waktu itu yang pernah Papa anggap remeh.." Rayan ikut bersuara, hanya dia yang tidak mengeluarkan air matanya meski hatinya sangat ingin menangis.

Jessica menutup mulutnya dengan telapak tangannya dengan kencang, ia tidak ingin terisak, melihat bagaimana mengenaskannya keadaan Elvan saat ini membuat dirinya benar-benar tidak sanggup untuk melihatnya. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, seandainya dirinya tidak bilang-bilang ingin ke luar negeri, pasti Elvan tidak akan ikut bersamanya dan berakibat seperti ini.

"Ma-af.. El e-mang selemah i-ni. El u-dah ngga ta-han, sa-kit ba-nget.." Elvan mengepalkan kedua tangannya, sejak kapan dirinya jadi selemah ini?

"Sakit banget ya El? Ngga kuat? Tapi Mama nggamau kehilangan kamu.." ucap Melita dengan perasaan semakin sesak.

"I-zi-nin El per-gi ya? Ta-pi jan-ji, se-te-lah i-ni, ja-ngan na-ngi-sin ke-per-gi-an El ter-la-lu da-lam.. ka-li-an, ha-rus ba-ha-gia."

"Gimana bisa kita bahagia sedangkan hidup lo selalu menderita?! Ini ngga adil!" seru Bian.

ZELVANO [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang