Happy Reading All
🖤
."NGGA! APA BANGET SI LO EL! BALIK-BALIK MALAH NUTUP MATA! BANGUN EL! GUE GASUKA LO KAYAK GINI, CEPET BANGUN EL! LIAT, ORTU KITA NANGIS KARENA LIAT KEADAAN LO.." Alvin berteriak tepat pada jenazah Elvan yang baru saja dipulangkan, raut kesedihan sangat terpatri di wajahnya.
"Stop Al, El udah ngga ada," lerai Rayan karena kasihan melihat jenazah Elvan yang terus Alvin usik.
Alvin kemudian beralih menatap Rayan tajam. "INI SEMUA SALAH PAPA! PAPA YANG UDAH BUAT EL KAYAK GINI! SEHARUSNYA EL MASIH HIDUP! TAPI KARENA OMONGAN PAPA YANG KELEWAT BATAS WAKTU ITU, EL JADI MENDERITA!" Habis sudah kesabaran Alvin saat ini, Alvin yang biasanya tidak pernah berteriak bahkan membentak Papa nya sendiri itu tentu membuat Rayan menatap Alvin tidak percaya.
Selama ini Alvin selalu menuruti kemauan Papanya, dan ia selalu mampu menurutinya dengan sempurna, tidak pernah ada satupun yang cacat. Rayan pernah bilang pada Alvin, bahwa Alvin harus bisa menjadi anak yang membanggakan, Alvin harus bisa balas kebaikannya karena telah mengurusinya dengan baik.
Jangan sampai Alvin mengecewakan sang Papa. Kalimat itu, itu yang selalu tertanam di benak Alvin, Alvin selalu memaksakan dirinya untuk selalu bisa, jangan sampai gagal. Karena Alvin sadar diri, disini dirinya hanya numpang hidup. Seharusnya Alvin tidak hadir diantara mereka.
Namun kali ini, untuk pertama kalinya, Alvin berani menaikkan nada suaranya terhadap sang Papa. Mungkin karena Alvin sudah terlalu muak dengan semuanya, drama kehidupan seperti ini yang membuat Alvin tidak suka.
"Kamu berani berteriak sama Papa?" tanya Rayan dingin.
Bukannya takut, Alvin malah terkekeh. "Al rasa, udah cukup ya selama ini Al bagaikan robot Papa. Al cape, cape sama tingkah Papa yang sampai sekarang tidak pernah berubah."
"Karena Papa, aku sama El ngga pernah akrab lagi. Karena ya itu, Papa selalu bilang berbagai kata sama kita dengan berbanding terbalik. Al cape, Al cape selalu nurutin kemauan Papa, nyatanya Al udah ngelakuin sesempurna apapun itu, tetep aja Papa ngerasa kurang. Mau Papa itu sebenarnya apa.." Alvin melirik diakhir kalimatnya, tatapannya berubah sendu.
"Papa.." Rayan seperti kehabisan kata-katanya.
"Bisa ngga Papa balikin El hidup lagi kek dulu?" tanya Alvin, yang tentu jawabannya tidak akan pernah bisa, karena Rayan bukan Tuhan.
Elvan dan Alvin adalah Adik Kakak berbeda Ibu yang keduanya tidak sedekat itu, tepatnya setelah mereka sama-sama di didik untuk belajar yang rajin agar menjadi anak yang membanggakan. Dulu mereka itu sangat akrab, seperti Adik Kakak pada umumnya, tapi itu hanya berlaku saat mereka masih kecil.
Alvin yang selalu bisa atau selalu memuaskan Rayan berbanding terbalik dengan Elvan yang tidak pernah seperti Alvin. Rayan selalu membandingi Elvan dengan Alvin, Alvin selalu sempurna di mata Rayan tetapi ketika membicarakannya pada Elvan. Tidak tahu saja Elvan, bahwa Alvin selalu di didik keras oleh Rayan. Sekali saja gagal, maka taruhannya adalah hidup Alvin. Beruntung, Alvin selalu bisa menuruti harapan Rayan meski dirinya sendiri harus mati-matian menggapainya.
Dan karena itu, karena Alvin yang selalu bisa membuat Elvan yang tidak bisa seperti Alvin, Elvan sering mendapatkan hukuman dari Rayan. Jika Alvin selalu berusaha mati-matian menuruti perintah Rayan, maka Elvan berbanding terbalik. Elvan terlalu tidak mempusingkan perintah sang Papa, ia masa bodo, karena menurutnya ini adalah hidupnya. Kepintaran tidak menjamin hidup akan bahagia juga.
Elvan sering mendapatkan hukuman dari Rayan, yaitu sering dikurung di dalam kamar mandi dalam keadaan lampu yang sengaja dimatikan. Tidak tahu saja Rayan, Elvan bukannya takut, ia malah terlihat santai dan tenang meski saat itu Elvan belum remaja.
Elvan menyukai hal gelap, sedangkan Rayan tidak tahu bahwa anaknya itu penyuka gelap. Rayan pikir, dengan cara ini Elvan akan takut akan hukumannya sehingga dia akan berusaha seperti Alvin. Namun pemikiran Rayan salah, bukannya sekali dua kali Elvan dikurung seperti itu, melainkan berkali-kali Elvan tidak pernah memberontak pada hukuman yang ia kasih.
Melita selalu memohon pada Rayan agar tidak terlalu keras dalam mendidik anak, namun karena Rayan yang sangat keras kepala, ia tidak akan berpikir dua kali. Melita selalu menjadi penyelamat sang anak ketika tahu, bahwa sang anak pasti membutuhkan istirahat.
"Elvan! Tante, ini ngga mungkin Elvan kan? Elvan masih hidup kan Tante? Elvan sekarang lagi di kamar kan? Ini Tante ngapain bawa jenazah orang kesini? Balikin Tan, Aldo mau ketemu sama Elvan masa di rumah Elvan ada jenazah si." Tiba-tiba saja Aldo dateng ke rumah Elvan, ia mendapatkan kabar dari Bian bahwa Elvan katanya sudah tiada.
Aldo tidak percaya apa yang Bian ucapkan lewat telepon tadi, Bian pasti hanya bercanda atau mungkin memang Aldo nya saja yang salah dengar. Aldo berharap, bahwa Elvan masih ada disini, menyambut kedatangannya meski dengan cuek. Namun itu hanyalah harapan, nyatanya Elvan sudah ikut pergi bersama dengan Arven.
Aldo tanpa izin memasuki rumah Elvan dengan tampang tidak berdosa nya, meski tidak dapat dipungkiri, bahwa air mata mulai mengumpul di kelopak matanya.
"Al, udah Al. Elvan ngga ada disini, itu Elvan dibawah, ngapain ke kamarnya?" Bian memberhentikan langkah Aldo yang kini sudah berada di depan kamar Elvan.
"Serius ada di bawah, Bi? Yaudah ayo ke bawah! Aldo mau ketemu sama Elvan! Udah lama Aldo ngga ketemu sama dia," dengan terlihat sedikit senang, menghapus air matanya dengan kasar, dengan antusias Aldo menuruni tangga dan mencari keberadaan Elvan ketika sudah sampai di bawah.
"Alvin, Elvan mana? Kata Bian ada di bawah," tanya Aldo pada Alvin.
"Itu Elvan, jangan liat kalo ngga sanggup." ujar Alvin dengan mengangkat dagunya ke arah satu orang yang berbaring dengan tubuhnya ditutupi oleh kain dan tengah dibacakan yasin oleh beberapa orang.
"Ih itu kan jenazah orang! Ngapain coba bacain yasin disini? Itu Elvan kemana lagi." Aldo lagi-lagi menepis kenyataan.
"Sadar Al, itu Elvan, Elvan emang udah meninggal.." cetus Bian.
"Ngga! Itu bukan Elvan! Aldo mau cari Elvan! Aldo belum cerita apa-apa sama Elvan." Aldo hendak berlari untuk mencari Elvan kemana pun itu.
"Kita belum nganterin Elvan ke tempat peristirahatan terakhirnya.. jadi lo disini dulu," celetuk Bian.
"Kenapa lagi-lagi gue kehilangan seorang sahabat? Apa ngga cukup, Arven udah diambil dan sekarang Elvan juga? Ntar kalo Bian ikut juga gimana? Lama-lama Aldo sendiri.."
"Al, inget tempat, disini bukan lo aja yang merasa kehilangan, tapi kita juga." lirih Bian.
Salsa dan Meli yang juga dateng kesini ikut prihatin menatap Elvan yang kini sudah menjadi jenazah. Rasanya tidak percaya bahwa kematian secepat itu mengambil Elvan.
Tidak terasa, rasanya baru kemarin mereka melihat Elvan yang suka didekati oleh Vania. Itu seperti sebuah tontonan yang menarik bagi mereka.
"Sekarang udah ngga ada lagi Vania yang selalu ngedeketin Elvan, drama Vania sama Elvan yang setiap hari selalu ada, semuanya udah berakhir. Vania yang udah punya kehidupan baru, dan Elvan yang hidupnya sudah berakhir hanya sampai sini." ucap Salsa.
"Dua orang sahabat yang saling mencintai, tapi tidak ditakdirkan untuk bersatu. Mereka hanya ditakdirkan untuk menjadi sahabat, bukan menjadi pasangan hidup ternyata. Gue ngga nyangka banget sama alur takdir kehidupan ini." imbuh Meli.
Ya, pada akhirnya, semuanya akan mempunyai kehidupannya masing-masing. Persoalan yang dulunya dekat bukan berarti dapat bersatu, mungkin itu hanya untuk menemani kehidupannya saja.
•••Zelvano•••
Satu part lagi kita menuju end nih ygy
Apa ada harapan kalian end nya ingin seperti apa?
Ikutin aja lah ya alur yang dibuat sama saya, hhe
Komen yang banyak dong buat kenang-kenangan, wkwk🙏 vote nya jangan sampai ketinggalah kalo suka sama ceritanya⭐
See u next chapter 🧚✍️
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELVANO [selesai]
Ficção Adolescente𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖𝒓𝒏𝒂. 𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓, 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂...