Assalamualaikum, masih ada kah yang mau baca part ini?
Alhamdulillah kalo masih, hhe
Happy Reading All
🖤
."Hai, Gea?" sapa lelaki tersebut.
"Elvan?" Vania menggeleng pelan, tidak mungkin, apa ia sedang halu?
"Gue Arfan, bukan Elvan." kata lelaki tersebut seraya memutar bola matanya malas, ia malas sekali tadi berkata manis saat menyapa perempuan yang ada di hadapannya ini.
Berbicara nya pun persis seperti Elvan, Vania benar-benar tidak menyangka. Siapa dia? Kenapa ada sosok yang begitu mirip dengan Elvan? Arfan? Siapa? Vania tidak mengenalinya sebelumnya, yang ia kenali adalah sosoknya yang sangat mirip dengan Elvan. Dan, jika ini bukan Elvan, lalu kenapa bisa dia ada disini?
"Siapa yang datang, Vani?" Afnan baru saja muncul diantara mereka, Afnan belum melihat ke arah orang yang datang kesini.
"Gatau, tapi dia mirip Almarhum Elvan.." jawab Vania.
Afnan pun menatap ke arah seorang lelaki yang berada di depan pintu. "Arfan? Kapan kamu pulang?"
Tunggu, Afnan kenal dengan lelaki ini? Aishh, ini membuat Vania semakin bingung.
"Tadi malem," jawab Arfan.
"Ini ngga ditawarin masuk apa ya," cetus Arfan sekaligus menyindir.
"Eh silahkan masuk, biar lebih enak, ngobrolnya di dalem aja. Aku izin buat minuman dulu ya." Meskipun masih bingung dengan sosok yang bernama Arfan ini, tapi Vania berusaha untuk menahan dulu kebingungannya. Vania pun pergi ke dapur untuk membuatkan teh.
Arfan, lelaki itu memasuki rumah ini dan ia duduk di sofa ruang tamu.
"Kenapa ngga ngabarin?" tanya Afnan.
Arfan melirik sekilas ke arah Afnan, menghela nafas sesaat kemudian menjawabnya. "Harus banget kah? Kan udah ngabarin Abi sama Umi."
Arfan ini adalah adik dari Afnan, dia seusia Vania. Dia kemarin baru pulang dari luar negeri. Fyi, Arfan tinggal di luar negeri karena ia bersekolah disana. Dia tinggal disana bersama Om dan Tantenya yang kebetulan memang tinggal disana. Itu kemauan Arfan sendiri, bukannya tidak ingin sekalian belajar di pesantren milik orangtuanya, hanya saja Arvan ingin belajar di luar. Toh, dari kecil Arfan juga sudah sekalian belajar di pesantrennya.
"Ya kenapa ngga bilang-bilang dulu kalo mau kesini?" ucap Afnan lagi.
"Abang juga ngga bilang-bilang tuh kalo udah pindah kesini, mana gue ngga liat pernikahan lo lagi, seperti adik yang terlantar." celetuk Arfan.
"Bukannya kamu yang ngga bisa pulang? Kamu sok sibuk," cetus Afnan.
"Bukannya sok sibuk, emang sibuk beneran. Hehe, maaf, jadwal bener-bener padat. Kalo ditunda, makin numpuk segunung," balasnya.
"Hm."
"Btw, bini lo tadi nyebut ke gue Elvan, dia kek kenal ke gue padahal gue belum kenal sama dia." ucap Arfan membuka suaranya lagi.
"Jaga bahasanya," tegur Afnan dengan pelan.
"Iya-iya, kelepasan maaf."
"Karena kamu mirip sahabat dia yang udah meninggal beberapa bulan lalu." Jelas Afnan.
"Apa? Mirip? Gue eh maksudnya aku punya kembaran gitu? Wah jangan-jangan.. aku bukan anak kandung--" ucapan Arfan tersela oleh Afnan.
"Astagfirullah, Abang yang setia nemenin kamu waktu lahir, bisa-bisanya kamu bilang begitu." Afnan benar-benar tidak habis pikir dengan Adiknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELVANO [selesai]
Teen Fiction𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖𝒓𝒏𝒂. 𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓, 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂...