Happy Reading All
🖤
.Zelvano Agrayansyah Leondra, hari ini, tepatnya hari Kamis kemarin dia telah pergi kepangkuan Tuhan dengan takdir yang sudah tertulis. Diumur ke 17 tahun ini Elvan telah tiada, ia hidup di dunia ini hanya sampai 17 tahun, dengan di akhir hidupnya ini tidak diselingi kebahagiaan.
Semua yang ikut mengantarkan Elvan ke tempat peristirahatan terakhir itu perlahan pulang ke tempatnya masing-masing, kini tinggal menyisakan keluarga yang berduka.
Alvin yang nggan beranjak dari sana karena ia ingin menemani Elvan yang sudah berada bawah tanah sana. Melita yang terus menangisi kepergian anaknya, dan Rayan yang menyesali perbuatannya dulu.
"Kenapa kamu milih tinggal disini, El? Mama rasanya ngga percaya, ternyata Mama duluan yang ngeliat tempat terakhir kamu. Mama sayaaaaanggg.. banget sama kamu El, sampe rasanya ngga sanggup ditinggalin sama kamu."
"Mama mau ikut sama kamu aja, kasian anak Mama takutnya sendirian disana."
Mendengar kalimat terakhir yang Melita ucapan, membuat Rayan menegur pelan. "Mah, jangan kayak gini.."
"Kenapa si, hidup kita ini kayak gini banget? Kenapa hidup ngga sesuai apa yang kita harapkan?" kata Melita.
"Ayo kita pulang, sebentar lagi mau hujan," sela Rayan.
"Mama nggamau ninggalin El.." lirih Melita.
"Mah, El udah tenang disana. Jangan terus nangisin kepergiannya El, nanti dia sedih, Mama mau anak kita disana sedih hanya karena kita terus menangisi kepergiannya? Ikhlasin Mah, ini udah takdir. Sekarang kita pulang ya, nanti kapan-kapan kita kesini lagi."
"Hiks, El.."
"Ayo Mel." Rayan membantu sang istri berdiri, menuntun sang istri menuju mobilnya.
Melita kali ini luluh, ia pasrah.
"Ayo Al, kita pulang," ajak Rayan juga pada Alvin.
Alvin menggeleng. "Duluan aja."
"Udah gerimis kecil ini, nanti hujan."
"Kasih Al waktu," cetus Alvin kemudian ia menatap makam yang baru saja di buat, dan itu makam Elvan. Ia tidak menghiraukan Rayan.
Rayan dan Melita mulai pergi dari perkarangan tempat pemakaman ini, menyisakan Alvin yang seorang diri masih betah berada di dekat makam Elvan.
"Meskipun kita lahir di rahim yang berbeda, gue tetep sayang sama lo El. Maaf, kalo gue selalu jadi bahan perbandingan lo. Karena itu kan, lo jadi ngejauh dari gue. Lo tau ngga El, sakit saat lo terus berusaha selalu ngejauh dari gue, gue pengen banget kita akrab lagi kayak dulu. Eh, lo nya malah udah duluan pergi, padahal belum sempet kita akrab lagi."
"Gue tau, lo ngga benci sama gue, tapi lo sengaja kalo lo benci sama gue. Kadang gue heran sama cara lo, lo selalu bikin orang sakit hati karena perkataan lo supaya orang itu ngga ikut ke dalam hidup lo. Karena hidup lo, terlalu gelap sampai siapapun sulit untuk masuk."
"El, lo enak banget udah dipanggil sama Tuhan duluan, padahal gue berharap gue duluan yang dipanggil. Gue nggatau tujuan gue hidup buat apa, gue pengen banget ketemu Mama kandung gue, pengen ngeliat Mama, pengen meluk Mama, bilang kalo gue udah ngga kuat."
"Asal lo tau El, kemampuan yang gue miliki, ngga menjamin gue juga bahagia. Gue punya mimpi, yang sayangnya, mimpi itu harus terkubur dalam-dalam karena Papa pengennya gue yang ngelanjutin perusahaannya. Gue harus gimana El? Gue cape sebenarnya buat hidup, disini gue juga nyusahin, seharusnya gue ngga lahir ke dunia ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELVANO [selesai]
Teen Fiction𝑰𝒏𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒑𝒖𝒓𝒏𝒂. 𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓, 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂...