Beberapa orang yang mempunyai jabatan penting baru saja keluar dari ruangan yang sama. Hingga hanya tersisa dua orang saja di dalam ruangan itu masih terlihat sibuk dengan pekerjaannya.
Hari ini baru saja terlaksana sebuah meeting yang dipimpin langsung oleh Joshua selaku direktur utama. Lelaki itu sebenarnya tengah pusing, tapi selalu terlihat kalem saja seolah tak merasa terbebani oleh apapun.
Karena suasana yang hening, seseorang di sampingnya jadi merasa enggan untuk bersuara. Sekretaris perempuan itu jadi menggaruk kepala bingung.
"Pak Josh, maaf. Saya cuma mau bilang kalau hari ini last day ya, Pak," ucapnya dengan canggung.
Joshua mendongak. Ia mengangguk kecil menatap sekretarisnya itu. "Penggantinya sudah ada kan? saya gak mau nunggu lama, tau sendiri buat kedepannya jadwal meeting padet banget."
"Baik, Pak. Kebetulan kita sudah dapat penggantinya. Hari ini dia bakal dateng," jawab sang sekretaris segera.
"Hari ini?" ujar Joshua memastikan. Mengernyit karena sedikit terkejut.
"Iya, Pak. Sekalian buat ngasih tau tugas apa aja yang harus dikerjain biar besoknya gak terlalu ngerepotin Pak Josh."
"Oke, bagus. Anyway, cepet juga nyari gantinya?!"
"Iya, karena kali ini langsung dibawa sama pak Dika."
Joshua langsung mengernyit heran. Karena kabar resign sang sekretaris yang terbilang mendadak, yaitu lima hari yang lalu. Joshua cukup dibuat kalang kabut untuk membuka lawongan kerja di perusahaannya. Ia sepenuhnya mempercayakan hal tersebut kepada divisi HRD, tapi juga menegaskan kalau ia tidak mau mendapatkan yang asal-asalan. Sampai hari ini, Joshua belum mendapat info apapun tentang pelamar tapi dikejutkan dengan info Dika yang sudah mendapatkannya.
Sejauh ini, Joshua memang selalu mempercayakan hampir segala hal penting ke Dika. Jadi untuk kali ini, Joshua untuk kesekian kalinya harus berterima kasih kepada lelaki yang selalu bisa diandalkan itu.
°°°
"Bukannya bel masuk masih lama? kenapa buru-buru banget? 'kan Papap masih kangen."
Di tengah sibuknya kerja, inilah yang dilakukan Joshua sekiranya ada sedikit waktu senggang. Menelpon anak gadisnya hanya untuk menanyakan apa saja yang tengah gadis itu lakukan sekarang.
"Ih, papap! tapi Lova mau join basket sama temen-temen, udah ditungguin!!" Di seberang sana, Lova jadi merengek jengkel karena Joshua yang berkali-kali menahannya untuk mengakihir video call antara mereka.
"Sebentar sayang, lima menit lagi. biarin Papap liat senyum kamu dulu."
Lova pun mengalah, kemudian menarik senyumnya semanis mungkin. "Oke, lima menit dimulai dari sekarang!"
Joshua terkekeh melihat senyum manis itu. Terlihat sedikit dipaksakan tapi tetap terlihat cantik. Perasaannya pun jadi menghangat. Ia hanya mempunyai Lova sebagai obat penenang hatinya.
"Lova, jadi gak?"
Joshua tersadar begitu terdengar suara lain. Lova menengok untuk merespon teman yang baru saja memanggilnya itu.
"Papap, udah ya nanti lagi!"
"Yaudah. Jangan terlalu capek ya, jangan lupa makan sama minum vitaminnya."
"Iya, papap juga. Bye papap, Lova matiin ya vcnya."
"Bye sayang." Joshua pun melambaikan tangan sambil tersenyum lebar membalas Lova.
"Siang, Pak!" sapa Dika yang masih tak dihiraukan oleh Joshua yang masih fokus pada ponselnya. "Maaf Pak Josh, ini sekretaris barunya sudah datang."
Setelah video call benar-benar terputus, barulah Joshua tersadar akan sekitar. Ia langsung terkejut dengan kehadiran Dika yang sudah di hadapannya.
"Sejak kapan kamu ada di situ? kenapa gak ketuk pintu dulu?"
"Saya sudah ketuk tiga kali kok, Pak. Karena pintu yang kebetulan kebuka, jadi saya langsung masuk aja," balas Dika. "Nih, orangnya udah dateng langsung interview sendiri aja ya." Dika lalu menarik seorang wanita di sebelahnya untuk duduk, kemudian ia langsung keluar dari ruangan Joshua.
Joshua hanya mendengkus malas, maunya untuk saat ini ia terima jadi saja. Jadi tak perlu repot basa-basi interview lagi.
"Kamu kenal Dika?" Joshua langsung saja melontarkan pertanyaan secara random.
Wanita di depannya itu nampak terkejut tak menyangka. "Eh, iya Pak. Kebetulan pak Dika itu kating saya waktu kuliah dulu," jawabnya kikuk.
"Hari ini kamu harus banyak belajar, karena besok saya mau kamu sudah menguasai semua tugas yang memang harus kamu kerjakan," ujar Joshua dengan sikap tenangnya. Namun hal itu malah membuat suasana sekitar berubah tegang.
Wanita itu jadi meneguk ludah, langsung menebak jika atasannya ini tipe bos galak. "Baik, Pak," balasnya yang sudah menciut.
Untuk berikutnya ia kembali terkejut, kali ini karena pergerakan tiba-tiba Joshua yang meraih sebuah amplop coklat besar dihadapannya.
Ia berusaha untuk tetap kalem, meski dalam hati sudah mengomel melihat Joshua yang sibuk melihat berkas-berkas berisi data pribadi miliknya.
"Pak, jadi kapan ya saya di interview?" tanyanya yang jadi heran sendiri. Apalagi Joshua hanya membolak-balik berkas itu tanpa berniat melontarkan pertanyaan basa-basi sepatah kata pun.
"Saya capek, lagi ga mood interview nanya basa-basi ke orang," jawab Joshua sekenanya.
"Yaudah deh, Pak. Saya mandiri kok, biar saya interview diri saya sendiri deh kalo gitu," jawab wanita itu yang sudah lelah dengan dirinya sendiri. Kemudian ia memundurkan kursinya dan berbalik jadi memunggungi Joshua.
Entah apa yang wanita itu perbuat sekarang. Joshua seketika mengangkat alis karena belum berhasil mencerna apa maksud wanita itu. Calon sekretaris barunya itu sudah sibuk dengan dirinya sendiri sampai membuat Joshua melongo, tak ada niatan sedikitpun untuk melontarkan sepatah kata. Entah harus berterima kasih atau justru mengajukan protes ke Dika, kok bisa sih nemu yang kayak gini?
Joshua jadi ngerasa ada gejala yang gak beres(?)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift
FanfictionCinta merupakan hadiah pemberian dari tuhan. Rasa yang ada di dalamnya itu adalah sebuah anugerah yang tuhan berikan. Kita tidak pernah tau, bahkan rasanya seperti tidak bisa memilih kepada siapa esok kita akan menjatuhkan rasa. Semuanya sudah diat...