15.

50 6 0
                                    

"Misi, lapor Pak!"

Pintu ruangan itu sudah terbuka lebar dengan menampakkan sosok Dika yang berjalan santai menghampiri Joshua tengah spechless di tempat duduknya.

Tak lama sebuah berkas melesat begitu saja di meja kerja yang sudah dipenuhi oleh berkas lain yang bersarang disana. Joshua melirik Dika sejenak, lalu meraih berkas itu. Isinya sebuah rencana kerja yang dibuat oleh Dika selaku manager marketing beserta divisinya. Joshua hanya membaca sekilas lalu menutupnya. Harusnya ada pihak lain yang lebih bertanggung jawab atas hal ini sebelum ia turun langsung untuk memeriksanya. Tapi... Ah sudah lah. Untuk apa membicarakan orang yang tidak ada di tempat? gak ada gunanya.

"Giri minum dong, haus gue," celetuk Dika yang selanjutnya menarik kursi, duduk berhadapan dengan Joshua. "Jadi gimana, Pak?"

"Nanti gue periksa lagi, gue lagi pusing," jawab Joshua yang kini berpindah fokus pada laptopnya.

Dika menganggukkan kepala sok paham, lelaki itu kemudian menengok ke belakang. Melihat ke arah Giri yang bergulat dengan beberapa kertas di tangannya. "Etdah Giri, gak denger lo barusan gue bilang apa? sekalian buat bos lo nih," ucapnya kembali memerintah.

"Diem deh, Dik! berisik aja lo!" sentak Giri keliatan kesal.

Joshua sontak menoleh ke arah Giri sedangkan Dika dalam hati sudah mengumpati mulut tak terkontrol wanita itu.

"Diliatin bos lo nih," seru Dika masih memperhatikan Giri yang masih sibuk sendiri.

"ASTAGA, MAAF PAK JOSH." Butuh sepuluh detik kemudian untuk Giri tersadar. Wanita itu gelagapan, segera berdiri dari duduknya. "Segera saya ambilkan minumnya," ucapnya sopan.

"Gak perlu!" ujar Joshua menahan pergerakan Giri yang akan beranjak dari mejanya.

Giri merutuk, mampus aja kalau Joshua marah karena kelakuannya yang terkesan 'tidak sopan'.

"Kamu pesen minuman di online buat tiga orang, terserah apa aja. Nanti saya yang bayar," pungkas Joshua. "Saudara Dika, kalo udah gak ada kepentingan lagi silahkan keluar dari ruangan saya."

Sekali-kali Joshua menunjukkan sikap tegasnya, apalagi ini Dika yang kadang suka seenak jidat keluar-masuk ruangannya. Apalagi semenjak Giri jadi sekretarisnya, lelaki itu jadi lebih sering berkunjung ke ruangannya hanya untuk menjahili Giri sampai wanita itu menimpuknya dengan map.

Heran aja, kadang malah ngeliat keduanya lagi sibuk ngegosip dan mengacuhkan keberadaan Joshua yang jelas masih ada di ruangan yang sama.

"Bentar Pak, saya masih ada kepentingan," ucap Dika segera. "Mana power bank lo? gue pinjem," tanyanya tertuju pada Giri.

Wanita itu langsung merengut, merogoh tas hanya untuk mengambil apa yang Dika minta. "Nih, udah pergi sana. Awas aja kalo gue dipecat gara-gara lo!" ujarnya sedikit berbisik.

"Ya mampus dong," balas Dika sambil terkekeh tanpa Dosa. "Yaudah deh, Pak saya pergi dulu ya. Awas cinlok kalian berdua," lanjutnya berpamitan. Menatap Joshua dan Giri bergantian. Tatapanya aneh seolah sedang meledek.

"Gak waras lo!" maki Giri yang tak bisa ditahan.

"Beneran dia itu cuma sebatas 'kating' kamu?" tanya Joshua berhasil menarik atensi Giri yang masih saja menatap ke arah pintu penuh dendam.

"Pak Dika?" Giri malah balik bertanya, kini mendapati wajah Joshua yang menatapnya lekat seolah minta jawaban yang lebih rinci.

Giri mendengkus pelan. Raut wajahnya jadi tak bersemangat sama sekali. "Saya sih maunya gitu, udah cukup jadi sebatas 'adik tingkat'nya pak Dika. Eh, kenyataannya dia malah nikah sama sepupu saya."

A GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang