Hari telah berganti, tak terasa kini sudah berganti pagi dimana ia harus menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Hari ini tak ada jadwal meeting, tapi sudah dari sepuluh menit yang lalu Joshua sudah berada di ruangan tersebut untuk menunggu seseorang.
Salah satu orang yang dulu juga pernah memiliki hubungan yang dekat dengannya.
Tak lama pintu terbuka, seorang pria masuk dengan senyum cerahnya lanjut menyapa.
"Josh? sudah lama gak ketemu," ucapnya sambil menghampiri.
Joshua juga ikut tersenyum ramah. Ia menjabat tangan pria itu bahkan menciumnya. "Papa apakabar? gimana keluarga disana?"
"Papa juga semua keluarga baik-baik aja, Josh. Kamu sendiri gimana?"
"Joshua sama Lova baik-baik aja kok, Pa."
Pria itu yang tak lain adalah ayah dari Jelena lantas tersenyum tipis. Ia tahu kalau Joshua akan selalu mengatakan hal yang sama setiap kalia ia menanyakan kabarnya. Joshua selalu mencoba untuk kuat dan bertahan. Tak ingin sekalipun terlihat rapuh.
"Papa salut, pasti Lova bangga banget sama kamu," ucapnya jadi memuji.
Joshua reflek terkekeh begitu mendengar nama Lova disebutkan. "Ya, semoga seperti yang diharapkan."
"Kok gitu ngomongnya?" ucap ayah Jelena bersamaan dengan kerutan di keningnya.
"Lova semalem sempat nyeletuk, katanya pengen ganti bapak," jawab Joshua jujur atas kelakuan anak gadisnya itu.
Pria itu sampai dibuat geleng-geleng kepala. "Memangnya apa yang udah kamu perbuat sampe anaknya ngambek gitu?"
"Cuma salah pengertian aja, Pa," jawab Joshua mendengkus pelan.
Ayah Jelena lanjut mengngguk kecil, ia berdehem pelan sebelum melanjutkan pembicaraan, "Josh, yang Papa dengar katanya Jelena ngajak kamu rujuk. Betul?"
Joshua lantas tersentak. "Iya, Pa."
"Kalo kamu bener masih sendiri, kenapa gak terima saja? selama ini Jelena juga gak benar-benar bisa memulai hidup dengan pria lain. Dia hanya berpikir kalau kebahagiaannya hanya ada di kamu dan Lova."
"Maaf Pa, Joshua masih harus pertimbangin hal itu."
Mendengar pernyataan singkat dari Joshua, ayah Jelena hanya mengangguk maklum. Ia tak bisa memaksa banyak. Hanya setidaknya sebuah saran yang bisa ia utarakan. "Tolong maafin kesalahan Jelena. Coba berdamai dengan masa lalu kalian untuk masa depan yang lebih baik."
"Iya, Pa. Joshua selalu mencoba untuk hal itu." Joshua dengan rasa sesak yang tiba-tiba datang berusaha untuk tetap tegar. Ia menggenggam erat kertas di tangannya. Ingin sekali untuk segera memulai apa yang seharusnya menjadi pembahasan. Sebisa mungkin ia tarik paksa senyum di bibirnya agar tak meninggalkan jejak luka.
"Ayo, Pa. Gimana kalo kita bahas sekarang aja soal project nya," lanjutnya tanpa mengurangi rasa sopan.
"Ah, ayo. Jadi..... "
Joshua harus bersikap profesional. Ia harus berjanji pada dirinya sendiri, masa lalu tak boleh melukainya lagi sedikitpun. Bukan hanya untuk berdamai, Joshua malah sudah masa bodoh dengan hal itu meski tak sedikit yang masih penasaran dan menyinggungnya. Sudah lama ia dengan statusnya. Jadi, harusnya sudah terbiasa bukan?
°°°
"Kenyang banget Mom, jadi ngantuk," celetuk Lova sambil memegangi perutnya yang sudah kebanyakan isi.
"Udah ngantuk aja, kan kita belum nonton," balas Jelena jadi heran sendiri. Memandangi anak gadisnya itu yang kini jadi sibuk melamun.
Hari sudah menjelang sore, dari pagi sudah mereka habiskan waktu di mall dengan berbagai kegiatan.
"Mom, gimana kalo nontonnya di rumah aja. Moma temenin aku nonton drakor sambil kita rebahan," jawab Lova dengan saran lain yang ia miliki.
Entah kenapa gadis itu jadi tak bersemangat lagi untuk melanjutkan aktivitasnya. Rasanya tubuhnya itu ingin segera diistirahatkan di kasur yang empuk.
Jelena hanya mengguki, ia gapai tangan Lova yang penuh dengan paperbag dan menggandengnya. "Yaudah kalo gitu kita pulang aja, nanti Papap kamu bisa ngomel kalo sampe tau kamu kecapean."
Lova langsung mengangguk setuju. "Betul!" ucapnya kemudian menuruni tangga secara bersama-sama.
Ngomong-ngomong soal Joshua, Lova jadi ngerasa sedikit aneh saja dengan bapaknya itu. Tumben aja gak bawel nelponin padahal udah hampir seharian keluar rumah. Atau mungkin karena Lova perginya sama Jelena? jadi Joshua ngerasa aman dan gak perlu telepon berkali-kali cuma untuk nanyain keadaan.
Tapi gak juga sih, dua minggu yang lalu Lova sempet pergi seharian dianterin Dika yang notabenenya orang kepercayaan Joshua. Disitu Joshua gak ada habisnya telepon nanyain keberadaanya. Bahkan kemarin waktu pergi sama Dante, Joshua juga gitu. Cuma karena lama-lama nyebelin, akhirnya Lova milih buat matiin ponselnya.
"Astaga Lova, Moma lupa!"
Baru saja menginjakkan kaki di tangga terakhir, Lova memutar tubuh jadi menghadap Jelena sepenuhnya. "Why, Mom?"
"Kamu ke mobil duluan aja ya, Moma lupa ada pesenan dari temen Moma."
"Yaudah Mom, kalo gitu sini belajaannya biar Lova bawain." Lova mengambil alih semua paperbag di tangan Jelena.
"Makasih ya sayang, kalo gitu Moma masuk lagi. Kamu hati-hati ya." Jelena segera berbalik arah dan memasuki mall kembali.
Setelah menatap sosok ibunya yang telah hilang dari balik pintu mall, Lova lanjut melangkahkan kakinya perlahan menuju parkiran mobil. Belanjaannya ternyata cukup banyak, hingga tak terasa membuatnya cukup kesusahan membawa seorang diri.
Jarak parkiran tak begitu jauh, tepat beberapa meter dari hadapannya, tapi Lova harus menengok kanan kiri. Karena dari arah berlawanan ada mobil yang keluar masuk parkiran. Setelah dirasa aman, Lova segera menuju mobilnya. Ia lebih dulu menaruh semua paperbag di kursi tengah, kemudian membuka pintu depan dan duduk di sana sembari menunggu Jelena kembali.
Sambil mengusir rasa bosan, Lova jadi bermain ponsel karena Jelena yang tak kunjung datang setelah dua puluh menit berlalu. Gadis itu hanya scrolling akun sosmednya tak minat.
Brakk!
Lova terkejut bukan main sampai ponselnya terjatuh. Ia membatu, memajukan diri lalu melihat dari balik kaca untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Segera orang-orang datang bergerombol.
"Ada apa ya? tadi suaranya kayak motor jatuh," gumamnya menebak. Kemudian memilih untuk keluar mobil karena penasaran.
Lova mendekat ke arah kerumunan, langsung syok ketika melihat ada cowok yang tergeletak dan mengerang kesakitan di atas aspal itu. Orang-orang hanya mengerumuninya tanpa ada yang segera mengambil tindakan, menggotongnya ataupun langsung membawanya ke rumah sakit. Lova jadi reflek jongkok, meraih kepala cowok itu yang masih berbalut helm memangkunya.
"Hey, lo masih sadar kan? biar gue bawa ke rumah sakit sekarang ya," tanya Lova dengan sempat. Dan kebetulan direspon dengan anggukan oleh cowok itu.
"Pak, tolong bawa dia ke mobil saya. Biar saya anter ke rumah sakit." Lova langsung meminta bantuan pada bapak-bapak yang berada tepat di sebelahnya.
Setelah cowok itu digotong, tak lama Lova melihat Jelena yang kembali menghampirinya.
"Mom, ayo kita ke rumah sakit sekarang! nanti aku ceritain."
Jelena terpaksa menahan rasa bingungnya. Ia hanya menurut saja ketika Lova langsung menarik tangannya ke mobil yang sudah ketambahan penumpang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift
FanfictionCinta merupakan hadiah pemberian dari tuhan. Rasa yang ada di dalamnya itu adalah sebuah anugerah yang tuhan berikan. Kita tidak pernah tau, bahkan rasanya seperti tidak bisa memilih kepada siapa esok kita akan menjatuhkan rasa. Semuanya sudah diat...