09.

53 5 0
                                    

Menikmati suasana dari lantai dua villa sungguh menyenangkan, begitu jendela kamar terbuka, Lova langsung dimanjakan dengan pemandangan yang ada. Di hadapannya langsung nampak perkampungan yang tak jauh dari Villa, ia juga dapat melihat perkebunan teh yang luas. Gadis itu lantas menghembuskan napas pelan, udara yang sejuk makin membuatnya nyaman.

"Lova, mau ke air terjun gak?"

Lova sedikit tersentak, ia membalikkan tubuh melihat Joshua yang menyembulkan kepala dari balik pintu.

"Air terjun? MAU!" pekik Lova kelewat girang. Gadis itu langsung saja berlari, bahkan sampai menerobos badan Joshua yang kini hanya bisa geleng-gelemg kepala.

Tiba di teras depan, Lova duduk di kursi menunggu Joshua yang masih belum keluar. Hari ini cuaca sangat cerah, hingga pukul tiga sore ini sinar matahari masih terasa begitu menyengat.

"Yaudah yuk langsung berangkat aja," ucap Joshua begitu setelah mengunci pintu. Sebelum menuju ke motor yang terparkir di halaman villa, pria itu melepar sebuah kemeja ke arah Lova. "Pake lengan panjang ya, soalnya masih panas."

Lova yang agak terkejut refleks jadi melihat dirinya sendiri, masih dengan kaos putih yang melekat di badannya. Gadis itu segera memakai kemeja miliknya.

"Pak Josh, udah siap?"

Suara pak Asep mengalihkan atensi, lelaki paruh baya yang baru datang dengan motor dan seseorang lagi di boncengan belakang yang kalau Lova tidak salah ingat adalah cucu pak Asep, terlihat membawa beberapa alat pancing.

"Sudah, Pak. Langsung berangkat aja," ujar Joshua mengomando yang diangguki pak Asep. Setelah menaiki motor juga Lova yang sudah berada di belakangnya, Joshua mempersilahkan pak Asep jalan lebih dulu untuk memandu jalan.

Hembusan angin mulai menerpa rambut panjangnya yang tak jarang sempat menutupi wajah. Lova sangat menikmati perjalanan sore hari ini. Meski jalanan berbatu dan sesekali menimbulkan guncangan, Lova nikmati saja karena mau kapan lagi bisa motoran sama Joshua.

Tujuh belas menit meraka tempuh dan akhirnya sampai di tujuan. Setelah memarkirkan motor, mereka harus jalan  lagi untuk menuju air terjun. Kurang lebih dua puluh menit waktu yang mereka perlukan. Awalnya jalan masih santai, Lova berjalan di depan Joshua agar Lelaki itu bisa menjaganya dari belakang jika terjadi apa-apa.

Semakin lama, jalan yang harus di lewati jadi menurun dan curam, Joshua mulai memperingati tanpa henti agar gadis itu lebih memperhatikan jalanan. Lova hanya membalas seadanya dengan malas. Sebuah kamera analog yang masih menggantung di lehernya itu tidak dianggurkan begitu saja. Bahkan sudah sedari tadi ia menyempatkan diri begitu melihat ada sesuatu yang menarik matanya. Padahal hanya kupu-kupu lewat, Lova dengan cepat mengarahkan kamera untuk mengambil gambar.

"ADUH!" pekikan kencang Lova langsung menghentikan langkah ketiga orang yang bersamanya. Joshua langsung menghampiri dengan wajah khawatirnya.

"Kan sudah Papap bilang, kenapa masih nyusruk juga?" ucap Joshua mengecek sebentar keadaan Lova sebelum akhirnya membantu gadis itu berdiri.

"Gak apa-apa kan, Kak?" tanya Dino, cucunya pak Asep yang jadi ikut khawatir.

Belum sempat bibir terbuka sempurna, Lova harus segera menelan kalimatnya karena Joshua yang langsung bersuara.

"Lova gak apa-apa, ayo langsung kita lanjut aja jalannya." Mungkin kesannya biasa saja. Tapi entah kenapa Lova rasa Joshua kayak gak mau ada yang lebih khawatir ke Lova dari dia.

Dan mereka pun melanjutkan perjalanan, dengan kini Lova yang jadi berdampingan dengan Joshua. Gadis itu tak bisa apa-apa meskipun sudah bersikeras mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Lova tak mau merusak moodnya sendiri hanya karena Joshua yang tak ingin terjadi apa-apa lagi menimpanya.

A GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang