Joshua menghembuskan napas pelan, kini kembali aktif lagi menjalani tugasnya sebagai seorang direktur. Hari ini ia lalui seperti biasanya saja. Jadwal tak terlalu padat sehingga ia memilih untuk terdiam sejenak dan membiarkan sekretaris barunya itu mengerjakan tugasnya.
Joshua sendiri masih belum begitu dekat dengan wanita yang akrab dipanggil Giri itu. Hubungannya benar-benar sebatas kerjaan hingga ruangannya tak seberisik saat dengan sekretaris yang dulu karena mulut bawelnya. Entahlah, mungkin karena masih baru. Tapi yang Joshua liat sekilas Giri itu rada-rada! bukan bermaksud mau ngejelekin orang, tapi Giri emang udah nunjukin gejalanya bahkan saat awal pertemuan mereka. Wanita itu tak segan mengomel meski hanya di hadapan Dika padahal di ruangan itu juga ada Joshua.
Sekarang aja lagi pada diem, padahal dua menit yang lalu mereka berdua lagi berisik adu mulut. Joshua mah bodoamatan karena efek ngantuk aja.
"Kok lo jadi sering kesini sih, Dik?" Joshua yang menegakkan tubuh dari sandaran kursinya itu lantas bersuara.
Rupanya hal itu mampu membuat Giri mengalihkan pandangan dan melakukan hal yang sama dengan apa yang Dika lakukan– menatap Joshua penuh tanya.
"Lagi senggang aja sekalian ngajarin nih bocah," kata Dika menjelaskan.
Segitunya? padahal kan ada Joshua yang masih mampu memberikan arahan, lagipula Giri ini sekretarisnya.
"Gimana negosiasi sama vendor, udah deal?" tanya Joshua tak jauh-jauh dari pekerjaan. Sebenarnya itu bukan urusannya sih, cuma ya udah terlanjur buka obrolan jadi diterusin aja.
Dika hanya menipiskan bibir. "Beres semua itu mah," katanya percaya diri. Jadi kepercayaan seorang direktur yang kini tengah jauh keberadaannya membuat Dika semakin totalitas dalam bekerja. Lelaki ini memang paling bisa diandalkan bukan hanya di bidang marketing, tapi juga dalam hal menitipkan Lova. "Eh, kalo gitu gue duluan ya. Mau telpon bos gue dulu," ucap Dika begitu akan mengemasi barang-barangnya.
"Sok sibuk amat lo, Bang!" maki Giri dengan sempatnya.
"Diem lu, kerja yang bener kalau gak mau gue nyuruh Pak Josh pecat lo," ancam Dika tak terima.
Adu mulut kembali terdengar, Joshua hanya bisa geleng kepala.
"Salamin buat bos lo itu, kalo perlu gausah balik. Biar lo bisa naik jabatan," kelakar Joshua ketika Dika sudah bersiap meninggalkan ruangan.
Dika lantas tertawa keras. "Heran dah gue Pak ama dia. Enak bener pamit ke luar negeri mana kaga balik-balik, udah tau kerjaan banyak," candanya berkeluh kesah.
"Tenang aja, ntar keluhan lo langsung gue sampein ke orangnya," jawab Joshua santai.
Dika melebarkan mata. Mengacungkan telujuknya tepat hadapan Joshua. "Gak usah macem-macem lo, Josh!"
Setelah mengancam atasannya, Dika dengan tenang keluar dari ruangan Joshua tanpa dosa.
"Pak Josh, udah makan siang belum?"
Joshua yang tadinya masih menertawakan Dika langsung terhenti menatap Giri.
"Kenapa? kamu beliin saya makanan?" tanya Joshua tersenyum tipis sebelum akhirnya meraih salah satu berkas yang tertumpuk di meja lalu membukanya.
Giri jadi gelagapan, bukan itu maksudnya. Lagian gaya banget kalau sampai beneran traktir Joshua sedangkan dia sendiri kerja belum ada seminggu. Uang dari mana?
"Bapak nih kayak yang gak tau basa-basi aja?" gumam Giri yang masih bisa didengar Joshua.
"Kamu sendiri sudah makan? atau mau sekalian saya pesenin online?" tawar Joshua.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift
FanfictionCinta merupakan hadiah pemberian dari tuhan. Rasa yang ada di dalamnya itu adalah sebuah anugerah yang tuhan berikan. Kita tidak pernah tau, bahkan rasanya seperti tidak bisa memilih kepada siapa esok kita akan menjatuhkan rasa. Semuanya sudah diat...