10.

47 5 0
                                    

Hembusan angin pelan terasa menerpa wajah, disusul dengan bunga-bunga kecil berwarna pink yang jatuh ke permukaan. Gadis dengan rambut kepang dua itu tengah sibuk bergerak, menentukan pose yang menarik demi hasil foto yang bagus.

Joshua hanya bisa geleng kepala ketika dijadikan tukang foto dadakan. Sejak lima menit yang lalu, sebuah kamera polaroid berwarna biru ada di genggamannya, terus memotret sesuai komando Lova. Joshua menurut saja begitu Lova menyuruhnya untuk sedikit geser ke kanan-kiri, lebih menaikkan ataupun menurunkan kameranya.

"Udah dong, Papap capek!" keluhnya tanpa bisa dibendung lagi. Sebuah kertas keluar dari kamera dan menampilkan foto Lova disana. Gadis itu menyimak, lalu menganggukkan kepala tanda cukup puas dengan hasil foto- yang Joshua harap jadi yang terakhir.

"Good, thank's Papap." Lova mengambil alih kamera polaroid dari tangan Joshua. Gadis itu lantas mendudukkan diri di bawah pohon yang sudah beralaskan kain kotak-kotak berwarna merah. Ia sibuk sambil sekilas tersenyum melihat hasil foto yang lumayan banyak itu.

"Buat apa foto sebanyak itu?" tanya Joshua yang kini ikut duduk. Meraih sebotol cola dan meminumnya. Gak tau kenapa, tiba-tiba jadi ngerasa kalo sekarang Lova jadi narsis-atau malah makin narsis? dikit-dikit di foto.

Kayak tadi pagi sebelum memutuskan untuk pergi piknik ke taman sakura. Masih pagi buta Lova udah ribut bangunin Joshua. Sebenarnya rencana hari ini mereka bakal pergi ke hutan pinus sama ngasih makan rusa, karena Joshua pengen liat rusa sekalian ketemu sama pemiliknya yang tak lain temannya sendiri. Tapi tiba-tiba pagi tadi Lova ngubah rencana dan bilang kalau ia punya rekomendasi tempat yang gak kalah keren. Joshua tentu gak bisa nolak, meski masih ngantuk ia paksakan untuk bangun dan bersiap. Lalu menotice Lova yang ternyata lagi cekikikan sibuk memfoto wajah baru bangunnya itu, mana dia bilang bakal dikirim ke momanya lagi, kan malu.

Dan sekarang berakhirlah mereka disini, sesuai dengan keinginan Lova. Sebuah taman yang banyak di tumbuhi bunga yang asalnya dari negara matahari terbit. Tempatnya emang indah banget, bahkan Joshua sendiri belum pernah ngeliat bunga sakura secara langsung. Karena kalau di tempat asalnya, bunga itu hanya mekar sekali setahun, tepatnya di musim semi. Sedangkan disini, bunga itu bisa mekar hingga dua kali dalam setahun.

"Buat dikasih ke temen," jawab Lova terang-terangan.

Saat itu Joshua langsung syok denger penuturan anak gadis itu, untung aja gak sampai keselek cola. "Temen? siapa?" Gak gampang juga buat Joshua main negative thingking gitu aja ke Lova. Mau gak mau jadi diingatkan kembali dengan ucapan Dika waktu itu. Lova udah bukan anak kecil lagi, Josh!

Iya emang sih, Lova udah bukan anak kecil. Joshua bisa liat kok, ia tidak menampik kenyataan itu. Waktu berlalu begitu saja, bahkan tahun depan Lova bakal merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun. Joshua cuma bisa ngedumel dalem hati bilang, 'sayang, jangan cepet gede dulu dong. Papap masih pengen nguyel pipi kamu'.

"Ada lah," jawab Lova enteng. "Dia temen sebangku aku. Kita udah janji bakal saling tuker foto liburan pas masuk sekolah nanti," lanjutnya menambahkan.

"Cewek apa cowok?" tanya Joshua menggebu.

"Cowok!" ujar Lova menatap Joshua dengan matanya yang berbinar. "Pokonya nanti Papap harus ketemu sama dia."

Seketika Joshua tersentak. Bukan bermaksud tak suka dengan Lova yang dekat dengan teman cowoknya. Joshua gak pernah ngelarang Lova untuk bergaul dengan siapapun, apalagi Lova sendiri anaknya social butterfly gak pernah pilih-pilih teman. Cuma... apa bener kalo Lova udah mulai suka sukaan?

"Lova minta pendapat Papap dong, tolong pilihin foto mana yang paling bagus buat dikasih ke dia." Lova kembali bersuara hingga membuat Joshua yang sedang bergelut dengan pikirannya terlonjak.

A GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang