Rasa panik seketika menyerangnya, Lova tak bisa tenang mulai dari perjalanan sampai tiba di rumah sakit. Pasalnya, cowok yang ia tolong tadi masuk UGD dan masih dalam penanganan dokter. Setahunya, keadaan cowok itu tidak terlalu parah. Namun Lova tak tahu pasti karena dia bukanlah seorang dokter.
"Jadi sebenarnya anak itu siapa? kenapa?" Jelena akhirnya buka suara karena sedari tadi penasaran.
"Gak tau Mom, yang Lova tau dia udah jatuh dan dikerumunin orang," jelas Lova seadanya.
Jelenan hanya menipiskan bibir. "Moma kira dia temen kamu atau kalian saling kenal," ucapnya menduga.
Lova menggeleng keras. Ia tak pernah mengenal sosok itu. Bahkan belum sempat melihat wajahnya dengan jelas. "Lova cuma mau nolong aja, Mom. Kasian dia," tuturnya.
Jika diingat kembali, Lova jadi merasa miris sendiri. Entah kenapa sudah tahu ada orang celaka tapi malah dijadikan tontonan.
Beberapa detik kemudian, baik Lova juga Jelena terlonjak mendengar pintu yang dibuka. Memperlihatkan dokter yang menangani cowok tadi keluar dari ruang UGD.
"Kalian berdua kerabatnya? mau ada yang saya bicarakan mengenai keadaan pasien," ucap sang dokter kompak membuat keduanya melongo.
Lova dan Jelena saling tatap. Kemudian Jelena lebih dulu mengalihkan pandangan dan menatap ke arah dokter. "Maaf, Dok. Kami bukan kerabatnya. Kami tadi cuma nolong dia."
Dokter itu mengangguk mengerti, kemudian tersenyum. "Ah begitu. Apa bisa saya minta tolong untuk menghubungi kerabatnya?"
Jelena meringis sambil menggeleng kecil. "Maaf, bahkan kita gak saling kenal satu sama lain."
"Baik Bu, kalo gitu boleh saya minta Ibu tetap disini sampai salah satu kerabat dari pasien datang?" ucap dokter serius.
Jelena hanya mengangguk menyetujui. "Baik, Dok."
"Terima kasih, Bu. Kalo gitu saya permisi dulu ya."
Sang Dokter pun pergi menjauh, Lova berdiri dari duduknya. Ia berdiri di depan pintu UGD, mengintip keadaan di dalam ruangan dari bagian kaca pintu. Tak begitu jelas, ia hanya bisa melihat cowok itu terpejam di tempat tidurnya.
"Gimana? parah banget apa ya?" tanya Jelena ikut mengintip.
"Gak tau Mom. Ada patah tulang kali ya, tadi pas jatuh bunyinya kenceng banget," jawab Lova sungguh-sungguh.
Jelena jadi ngeri sendiri, menatap kedalam sana dengan iba.
"Permisi, maaf kalo boleh tau dokternya kemana ya?"
Seorang pria tiba-tiba menyapa, keduanya jadi memutar badan melihat sosoknya. Lova mengernyit begitu melihat penampilan pria di hadapannya.
Pakaiannya serba hitam juga wajah yang sangar, mirip bodyguard di sinetron yang pernah ia tonton.
"Om.. kerabatnya pasien yang di dalem?" tanya Lova hati-hati.
"Benar!" jawab pria itu dengan tegas hingga membuat Lova mengerjap.
"Begini, Pak. Gimana kalo Bapak tunggu disini, biar kami yang panggil dokternya sekalian kami mau pamit pulang," ucap Jelena menawarkan.
Pria itu menganggukkan kepala setuju. "Baik, terima kasih sudah menolong putra kami. Kami sangat berhutang budi atas kebaikan kalian."
Jelena dan Lova balas tersenyum tipis. Keduanya kompal menganggukkan kepala. Berikutnya segera angkat kaki dari sana.
Dan pria itu tanpa menunggu lama langsung saja memasuki ruangan, bertepatan dengan cowok tadi yang baru saja membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gift
FanfictionCinta merupakan hadiah pemberian dari tuhan. Rasa yang ada di dalamnya itu adalah sebuah anugerah yang tuhan berikan. Kita tidak pernah tau, bahkan rasanya seperti tidak bisa memilih kepada siapa esok kita akan menjatuhkan rasa. Semuanya sudah diat...