12

7.9K 1.3K 89
                                    


Usai makan siang pada keesokan harinya, para pelayan membantu Jaemin memakai pakaian khusus berkuda. Pakaiannya sangat pas. Hebat sekali Jeno menyiapkannya secepat ini. Untunglah Jaemin semalam tak bermimpi buruk lagi. Untungnya lagi sejak tadi pagi sampai sekarang Jaemin belum bertemu Jeno lagi. Entah kenapa ia merasa tak nyaman karena tatapan Jeno yang amat dalam padanya.

"Sudah selesai, Tuan muda," kata Jihoon. "Pangeran sudah menunggu di luar," imbuhnya.

Jaemin mengangguk kecil. Sekali lagi ia menatap ke arah cermin, sebelum mulai melangkah keluar kamar. Di luar, Jeno yang sudah sangat tampan terlihat seksi dan panas dengan pakaiannya yang ketat hingga memperlihatkan bagian tubuh dan beberapa ototnya dengan lebih jelas. Jaemin berusaha keras untuk tidak menghela nafas. Lagi-lagi ia merasa Jeno memang sengaja menggodanya dengan penampilan seperti itu.

"Ayo, ansent-ku," gumam Jeno sembari mengecup punggung tangan Jaemin, membuat pelayan dan pengawal yang melihat itu sedikit menahan nafas. Agaknya mereka belum sepenuhnya terbiasa dengan sikap Jeno yang sangat berbeda saat bersama Jaemin.

Mereka harus berjalan cukup jauh untuk pergi ke kandang kuda. Jeno menggenggan erat tangan Jaemin. "Pagi tadi, aku sudah membaca hasil wawancaramu kemarin," gumam Jeno.

"Eum, lalu?"

"Apa akan baik-baik saja jika para bangsawan meremehkan atau merendahkanmu?" tanya Jeno.

"Oh, apa jawabanku sebodoh itu?" cengir Jaemin.

"Menurutmu?" balas Jeno.

Jaemin tertawa kecil. "Yang penting aku mendapatkan dukungan rakyat."

Jeno melirik Jaemin sekilas. Memang bagi rakyat biasa yang tingkat pendidikannya terbatas, jawaban Jaemin seolah memberi harapan bagi mereka. Permaisuri yang memahami kondisi rakyatnya dan mau membaur adalah permaisuri yang ideal bagi mereka. Tapi bagi bangsawan kelas atas, jawaban sederhana Jaemin akan membuatnya tampak bodoh. Jika Jaemin sengaja menampilkan imej itu, berarti dia siap dengan segala konsekuensinya.

"Aku tidak masalah menghadapi orang-orang yang akan meremehkanku," gumam Jaemin, diam-diam tersenyum miring. Itu justru akan membuat segalanya lebih mudah.

Para bangsawan tak akan terlalu waspada padanya dan nantinya ia bisa melepaskan diri dari Jeno dengan mudah. Sekarang ia hanya perlu membantu Jeno mendapatkan gelar putra mahkota dengan jalan lainnya. Ia hanya perlu memperkuat posisi Jeno di mata para bangsawan, lalu setelah Jeno berhasil, para bangsawan akan mulai menyerangnya dan ia akan menyerahkan posisi reve pada Haechan dengan alasan itu. Jaemin menyeringai. Dengan simpati rakyat, tentu saja para bangsawan itu yang akan menjadi tokoh antagonisnya.

"Kita akan naik kuda yang ini," kata Jeno sembari menunjuk kuda berwarna hitam yang besar dan kokoh.

"Eh, kita?"

"Aku akan berada di belakangmu," imbuh Jeno.

Jaemin melayangkan tatapan tak percaya pada Jeno. Dalam hati ia agak kesal karena harus duduk berduaan dengan posisi yang sudah pasti menempel erat. "K-kau bilang akan melatihku?"

"Kita memang akan berlatih," kata Jeno, tersenyum ringan.

Ini berbeda dengan ekspektasi Jaemin. Tadinya ia berpikir bahwa Jeno hanya akan membantunya menggiring kuda, sementara ia yang naik sendirian diatas kuda. Tampaknya ia tak bisa menolak. Jeno membantu Jaemin naik ke atas kuda, lalu ikut naik ke belakang Jaemin. Perlahan ia sedikit menarik pinggang Jaemin ke belakang agar semakin menempel padanya. Sukses membuat Jaemin tersentak.

"Nanti kau jatuh kalau jauh-jauh," bisik Jeno tepat di telinga Jaemin.

"Aku akan pegangan kuat-kuat," sungut Jaemin. Ia terbayang-bayang lekuk tubuh Jeno dan sekarang ia bisa merasakannya di belakang tubuhnya. Pipi Jaemin memanas. Pangeran kedua ini agak berbahaya, bisiknya dalam hati.

{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang