Daratan tampak begitu jauh di mata Jaemin. Perasaan tertekan dan juga kekecewaan yang dalam. Amarah yang hanya bisa ia tahan saat kebebasannya tiba-tiba terenggut. Suara langkah kaki mendekat ke arahnya dan ia tak sekalipun ingin menoleh. Bahkan Jaemin tak terkejut lagi saat sebuah tangan kokoh mendekap tubuhnya erat. Itu sedikit membuat Jaemin merinding dulu.
"Apa kau masih belum berubah pikiran?" tanya orang yang tengah mendekapnya.
Jaemin mengerjap sesaat, terlalu malas untuk menanggapi orang dibelakangnya.
"Rupanya kau benar-benar marah saat aku melarangmu pergi, Jaemin-ku," kekeh orang itu, setengah berbisik.
"Kau sudah mencapai tujuanmu," desis Jaemin dengan nada sedingin es. "Aku tidak memiliki alasan lagi untuk berada disini."
"Sayangnya aku memiliki tujuan baru. Aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja, sayang. Tidakkah kau ingin menikmati kekuasaan yang kita dapatkan bersama?"
"Aku tidak percaya kau mengurungku diatas menara setelah bantuan yang aku berikan untukmu," desis Jaemin lagi. Ia sangat geram.
"Aku tidak akan mengurungmu di menara jika kau bersedia menikah denganku, Jaemin. Anak kita akan menjadi pemimpin terkuat dalam sejarah Kekaisaran. Semua orang akan tunduk padamu dan darah keturunanmu. Rasa takut dan hormat akan bercampur dan itu akan menciptakan era baru Kekaisaran."
"Bukan itu yang aku inginkan," gumam Jaemin. "Pergilah! Jawabanku sudah jelas, aku tidak akan memiliki anak untuk mengakhiri keturunannya."
"Darahmu istimewa, Jaemin Levianta. Aku benar-benar tidak bisa memahami jalan pikiran seseorang yang ingin menghabisimu. Aku mencintaimu. Aku tidak akan melakukan hal yang sama seperti orang itu," bujuk seseorang yang masih betah memeluk tubuh Jaemin.
"Aku hanya menginginkan kebebasan. Jika kau benar-benar mencintaiku, kau akan melepaskanku!" tegas Jaemin.
Orang itu mendengus dan memeluk tubuh Jaemin semakin erat. "Saat aku tahu kau adalah seorang ansent, sejak saat itu juga aku bertekad untuk memilikimu. Ah bukan, aku tidak peduli kau seorang dominan atau ansent, aku akan membuatmu menjadi milikku. Setiap detik yang kita lalui bersama, aku tidak bisa berhenti mengagumimu."
Jaemin menghela nafas berat. Rasanya seperti bicara pada tembok. Ia sudah beberapa kali mendengar kata-kata itu. "Kau hanya terobsesi padaku," desisnya.
"Obsesi atau apapun itu, aku tidak akan melepaskanmu."
Keringat dingin membasahi kening Jaemin. Ia kembali terbangun setelah bermimpi buruk untuk yang kesekian kalinya. Mimpi kali ini terasa lebih nyata karena perasaan tertekan itu masih terasa saat ia sudah bangun. Jaemin membasahi tenggorokannya dengan air putih. Ini salahnya yang tidak memakan obat tidur agar tidurnya lebih nyenyak. Setelah menabuh genderang perang dengan Permaisuri kemarin, Jaemin kesulitan meredakan gejolak emosi yang ia rasakan setelah mendengar ucapan Permaisuri. Meski setelah itu Taeyong mengatakan bahwa ia tak membenci Jeno.
"Jangan salah paham. Aku tidak membenci Jeno, hanya saja aku tidak bisa membiarkan ketidakadilan terjadi lagi. Aku hanya ingin Mark mendapatkan sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya."
Permaisuri mengatakan hal itu dengan ekspresi tenang walaupun Jaemin sudah menyindirnya terang-terangan seperti itu. Jaemin baru menyadari bahwa Taeyong adalah sosok yang sangat berbahaya. Ia tak boleh salah langkah saat menghadapi Taeyong. Taeyong juga adalah sedeorang yang bisa membuang sesuatu dengan mudah. Melihat betapa mudahnya ia membuang Haechan demi menempatkan Jaemin ke sisinya. Baru kali ini Jaemin merasa bersimpati pada Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin)
FanfictionPangeran kedua yang sedang patah hati mengajak Jaemin bertunangan Baca aja udah, gak bakal di unpub kalo blm ending. Pas udah ending baru unpub sebagian