28

7K 1.1K 67
                                    

Hari yang dinantikan akhirnya datang. Jaemin benar-benar merasa perlu liburan. Masalah-masalah yang ada di istana sungguh membuat energinya terkuras habis. Belum lagi akhir-akhir ini ia sering bermimpi buruk hingga waktu tidurnya berkurang banyak. Sejak tadi ia sibuk memperhatikan Jihoon yang mondar-mandir menyiapkan barang-barangnya. Jaemin memintanya untuk tak memasukkan terlalu banyak pakaian. Ia juga hanya menginginkan pakaian yang nyaman dipakai.

"Tuan muda, apa anda tidak kerepotan tanpa pelayan?" tanya Jihoon dengan ekspresi gelisah.

Seharusnya Jaemin setidaknya membawa satu pelayan untuk membantunya, tapi Jeno tak memberi perintah pada satupun pelayan untuk ikut. Jaemin menghela nafas. "Jeno bilang dia sudah menyiapkan semuanya. Tidak apa, Jihoon. Kupikir aku akan baik-baik saja."

Jihoon terlihat seperti akan mengatakan sesuatu, tapi ragu. Lalu ia memberanikan diri membuka mulutnya. "Apa anda tidak bisa membawa saya juga, Tuan Muda?"

"Sebelumnya aku melakukan segalanya sendiri, jadi kau tidak perlu terlalu khawatir," gumam Jaemin, tersenyum kecil untuk menenangkan Jihoon.

"B-baiklah kalau begitu," cicit Jihoon. "Tolong jaga diri anda dengan baik, Tuan Muda."

"Terimakasih, Jihoon. Aku berjanji," angguk Jaemin, lalu ia melangkah pergi karena Jeno sudah menunggunya diluar.

Jihoon mengikuti langkah kaki Jaemin sambil membawa keperluan Jaemin dan memberikannya pada pengawal yang turut mengantar Jaemin keluar. Sayang ia hanya bisa mengantar sampai keluar kamar Jaemin. Pangeran Jeno langsung mengamit tangan Jaemin dan membawanya pergi. Suasananya persis seperti bulan madu. Jihoon terus menatap punggung mereka berdua dengan raut tak terbaca. Semoga Jaemin tidak lupa meminum vitaminnya.

Sebelum meninggalkan istana, Jeno mengajak Jaemin untuk memberi salam pada Kaisar dan anggota keluarga yang lain. Semua orang berkumpul di ruang tahta, seperti menunggu kedatangan mereka. Sepertinya Kaisar sengaja mengumpulkan mereka, seolah mengindikasikan bahwa Jeno dan Jaemin sudah ia anggap seperti Putra Mahkota dan Reve. Mungkin bagi faksi Permaisuri dan Mark, Kaisar cukup keterlaluan karena sejatinya mereka belum menentukan siapa pewaris tahta Kekaisaran. Tapi mereka tetap hadir dengan wajah yang rumit.

"Salam kepada matahari Kekaisaran," kata Jeno dan Jaemin, kompak memberi salam.

"Selamat menikmati liburan kalian," gumam Jaehyun, tersenyum bangga. "Dan aku tidak keberatan jika kalian langsung memberikan cucu untukku saat pulang nanti."

Jaemin nyaris tersedak saking terkejutnya. Bisa-bisanya Kaisar mengatakan hal semacam itu di hadapan banyak orang. Jaemin tahu itu bukan hal tabu bagi pasangan yang sudah resmi bertunangan untuk melakukan hubungan seperti itu. Di Kekaisaran ini, pertunangan adalah hubungan resmi yang diakui oleh negara. Jadi hamil selama pertunangan adalah hal yang biasa. Setelah itu mereka bisa langsung menikah secara resmi. Jaemin hanya mampu menanggapi ucapan kaisar dengan tersenyum hampa.

"Aku akan mengantar kalian ke kereta."

"Tunggu, Yang Mulia," sela Permaisuri, menggunakan bahasa formal karena ini adalah ruang tahta. "Anda memiliki rapat dengan para menteri. Biar saya yang mengantar mereka."

"Rapat bisa dilakukan nanti. Lagipula ini hanya sebentar," balas Jaehyun.

"Yang Mulia, tidak bijak membuat para menteri menunggu," sanggah Taeyong. Bagaimanapun Jaehyun sangat berlebihan jika menunjukkan dukungannya secara terang-terangan begitu. Seolah mereka sudah resmi menjadi pewaris tahta Kekaisaran.

"Permaisuri benar, ayahanda. Lebih baik anda segera melakukan rapat bersama para menteri," sela Jeno, menatap Jaehyun mantap.

"Baiklah," angguk Jaehyun. "Tolong antarkan anak dan calon menantuku, Permaisuri."

{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang