Pagi-pagi sekali, Jaemin dikejutkan oleh seseorang yang sudah berada didalam kamarnya. Orang itu asyik membaca buku sambil menikmati roti bakar dan susu segar. Jaemin yang baru saja bangun menatap orang itu dengan takjub. Ia menguap dan turun dari kasurnya. Sebuah baki cuci muka untuknya sudah tersedia disana. Jaemin langsung membasuh mukanya dan mengelapnya menggunakan kain sutera halus yang sudah disiapkan."Kau kesiangan," gumam orang itu.
"Aku pikir kau yang kepagian," balas Jaemin, menghampiri orang itu dan duduk di hadapannya. Ia menampilkan senyum tipis. "Cepat juga kau berubah pikiran, saudaraku."
"Jangan salah paham," sela Renjun dengan tenang, ia mengangkat tangannya dan memberi kode untuk mengusir seluruh pelayan yang ada di kamar Jaemin. Setelah hanya tinggal mereka berdua, Renjun melanjutkan ucapannya, "ini bukan berarti aku mempercayaimu begitu saja."
Jaemin terkekeh. "Aku mengerti. Ibumu juga berkata agar kau berhati-hati denganku, bukan?"
Sontak wajah Renjun merona. "Bukan karena ucapan ibuku, tapi karena penilaianku sendiri."
"Baiklah, baiklah," kata Jaemin, tak berniat menggoda Renjun lebih lanjut. "Jadi, apa yang kau inginkan? Balas dendam atau ingin dia kembali padamu? Ah, aku tahu kau masih mencintainya."
Renjun menundukkan pandangannya, lalu menggeleng pelan. "Aku tidak tahu. Aku tidak tahu mana yang aku inginkan. Setidaknya aku ingin memastikan sesuatu dulu."
Alis Jaemin terangkat. "Apa yang ingin kau pastikan?"
"Aku hanya ingin tahu alasan dia menjauhiku. Walaupun jawabannya pasti akan menyakitiku, aku setidaknya ingin tahu kenapa dia melakukan itu padaku," lirih Renjun.
"Wah, jadi apa yang bisa aku bantu?"
"Tidak," tolak Renjun. "Aku tidak menginginkan bantuanmu. Aku akan melakukannya sendiri."
Jaemin menatapnya malas. "Lalu kenapa kau kemari?"
"Ingin saja," kata Renjun, cuek. Ia meminum susunya. "Aku kesal karena kau terus berusaha menyerangku. Kau menyebalkan. Aku hanya ingin memperlihatkan bahwa aku tak selemah itu."
Jaemin mendengus. "Ya, ampun. Aku tidak menyangka kau akan sejujur ini."
"Aku tidak suka berpura-pura," sindir Renjun. "Aku juga tidak suka saat kau terus berpura-pura bersikap sok manis di hadapan orang-orang."
"Apa boleh buat, aku sebenarnya memang anak yang manis," gumam Jaemin.
Renjun memutar bola matanya. "Aku akan mengawasimu mulai sekarang. Jika kau berani macam-macam aku tidak akan tinggal diam. Walaupun tak terlalu kuat, tapi aku bisa jika hanya sekedar untuk membuatmu tersengat."
"Aku mengerti," kata Jaemin. "Eum, bagaimana kalau hari ini kita mengobrol di taman? Aku ingin memperlihatkan makhluk sihir milikku."
"A-apa-apaan kau?! Aku tak berniat akrab denganmu!"
Jaemin tertawa. "Bukankah kau bilang akan mengawasiku?! Apa kau tidak cemas jika aku macam-macam nanti?"
"K-kau tidak akan macam-macam, kan?"
"Entahlah. Ah, aku ingin mandi dulu. Setelah itu aku akan sarapan dan pergi ke taman," kata Jaemin, beranjak dari kursi dan buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia sengaja menggoda Renjun. Entah bagaimana ekspresi Renjun terlihat sangat lucu. Bisa-bisanya Renjun melawan balik dengan cara ini.
Usai mandi, Jaemin berpakaian dengan dibantu oleh pelayannya. Ia sudah memiliki pelayan pribadi yang cukup cakap. Dan untungnya pelayan ini tidak banyak tingkah terhadapnya. Jaemin malas repot-repot mengurusinya. Sesuai dengan yang ia katakan pada Renjun, ia sarapan di kamarnya dan pergi ke taman setelah itu. Sebenarnya ia hanya ingin bersantai-santai saja sebelum pertunangan. Tapi ia nyaris tertawa saat melihat Renjun sedang menggambar sesuatu di kanvasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin)
FanfictionPangeran kedua yang sedang patah hati mengajak Jaemin bertunangan Baca aja udah, gak bakal di unpub kalo blm ending. Pas udah ending baru unpub sebagian