Btw aku agak kaget, pembaca tiap chapter udah seribuan tapi vote-nya ga sampe sepertiga wkwkwk
Gpp sih, cuma kaget aja 😂
.
.
.
"Jadi, bagaimana dengan pesta amalnya?" tanya Haechan, setelah mulai terbiasa dengan keberadaan Renjun.
"Menurutku itu memang bagus, tapi kurang bijaksana jika kita mengahabiskan banyak biaya hanya untuk itu saja," gumam Renjun dengan nada tenang.
"Kau benar, Renjun. Meskipun begitu, pesta amal adalah cara kita menghargai para bangsawan yang ikut berpartisipasi dalam hal ini," bantah Haechan dengan nada lembut.
Di sisi lain, Jaemin diam-diam mendengus geli melihat keduanya yang sejak tadi memiliki banyak perbedaan pendapat. Seperti yang diharapkan, keduanya akan sibuk dengan itu dan ia bisa dengan tenang memilah surat-surat dari para pengusaha yang ia tahu. Jaemin tidak mau mereka ikut campur dalam hal yang ia kerjakan. Apalagi keduanya bukan seseorang yang biasa berbisnis seperti dirinya. Terlebih, Jaemin paling malas jika harus menjelaskan semuanya secara mendetail. Biar saja, nanti ia akan memberitahu mereka jika sudah selesai.
"Itu benar. Sejujurnya aku hanya merasa sayang jika pengeluaran sebanyak ini kita pakai untuk pesta amal. Lagipula menurutku pesta amal adalah pesta yang diadakan demi rakyat kecil. Jadi jika terlalu mewah, itu agak...," gumam Renjun, sedikit berpikir.
"Dengan pesta amal itu kita akan mendapatkan uang untuk membantu rakyat kecil," kata Haechan.
"Lalu darimana kita mendapatkan dana untuk mengadakan pesta?" tanya Renjun. "Tidak mungkin kita meminjam uang, lalu mengembalikannya dengan dana yang terkumpul."
Haechan terdiam. Tidak mungkin mereka menggunakan dana pribadi untuk mengadakan pesta. Karena itu akan menyinggung pihak Permaisuri yang memberikan persetujuan pribadinya dihadapan para bangsawan lainnya. Satu-satunya cara adalah mendiskusikan ini dengan Permaisuri dan meminta pendapatnya. Atau mungkin bisa saja jika Permaisuri akan mengizinkan pendanaan dari pihak istana untuk hal ini. "Sepertinya kita harus menghadap Baginda Permaisuri lebih dulu."
"Apa itu tidak terlalu merepotkan Yang Mulia Permaisuri?" tanya Renjun dengan nada polos. "Aku dengar Baginda Permaisuri mempercayakan semuanya padamu."
Haechan tersentak. Apa sekarang Renjun sedang berusaha menyerangnya dan mengatakan bahwa ia tak kompeten padahal sudah dipercayai oleh Permaisuri? Dalam hati ia agak kesal dengan ucapan Renjun, tapi ia tidak boleh menunjukkannya. "Apa boleh buat jika kita tidak memiliki solusi untuk masalah ini," kata Haechan, menekankan kata 'kita' yang artinya Renjun juga sama saja.
"Mungkin pertama-tama kalian bisa memulai dengan membuat daftar para bangsawan lebih dulu. Setelah itu baru kita pikirkan yang lain," sela Jaemin, yang agak takut jika pertengkaran mereka semakin buruk.
"Jaemin benar," angguk Renjun. "Sebaiknya kita lakukan itu lebih dulu."
"Baiklah," gumam Haechan, merasa sedikit konyol dengan keributan tadi hingga melupakan hal lain yang tak kalah penting. Padahal ia bertekad untuk mengalahkan Jaemin, tapi anak itu malah sudah beberapa langkah didepannya. "Lalu, kau sendiri apa tidak mengalami kesulitan?"
"Jangan khawatir, mereka adalah orang-orang kukenal, jadi aku hanya perlu meminta persetujuan mereka untuk bertemu dan berdiskusi untuk membuat kesepakatan," kata Jaemin.
Haechan mengangguk kecil dan diam-diam sedikit iri. Jaemin terlihat sangat terbiasa melakukan hal itu dan sepertinya berhubungan dengan rakyat jelata tidak sesulit dengan para bangsawan. Ah, tidak. Justru disana poinnya. Jaemin akan kesulitan mendapatkan relasi bangsawan, yang notabene sangat berpengaruh di kekaisaran. Rakyat biasa tak akan terlalu dianggap. Sekarang ia hanya perlu memikirkan cara agar menguatkan posisinya di mata para bangsawan dan bersaing dengan Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin)
Fiksi PenggemarPangeran kedua yang sedang patah hati mengajak Jaemin bertunangan Baca aja udah, gak bakal di unpub kalo blm ending. Pas udah ending baru unpub sebagian