Jaemin tertangkap saat mencoba kabur. Ia tak tahu bahwa ia dijaga seketat itu, bahkan diluar menara. Ia mendengus kesal saat dua penjaga menyeretnya kembali ke menara dengan beberapa orang penjaga lagi di sekitar mereka. Kalau saja ia bisa mengeluarkan kekuatannya, mungkin ia bisa lolos dalam waktu tak sampai satu menit. Tapi orang yang menahannya adalah seseorang yang terlalu mengenal dirinya. Dia pasti mengantisipasi ini sejak awal. Kekuataan turun temurun yang ia warisi benar-benar berhasil ditekan entah bagaimana caranya. Itu cukup membuat Jaemin frustasi.
"Kerja bagus. Berikan dia padaku!"
Begitu dua penjaga melepaskan tangan Jaemin, tubuhnya langsung ditarik dan dikurung oleh tubuh kokoh penahannya. Jaemin mencoba menahan agar tubuh itu tak mendekapnya terlalu erat. Percuma jika ia hendak melawan dan kabur lagi, penjaganya terlalu banyak dan siap menangkapnya kapan saja. Baru kali ini Jaemin merasa kesulitan tanpa kekuatannya. Padahal ia jarang memakainya karena tak terlalu menyukainya.
"Apa yang kau pikirkan hingga berani kabur dariku?"
Jaemin memilih bungkam.
"Bawa orang-orang yang membantunya kabur!"
Jaemin refleks menoleh ke pintu masuk menara. Tatapannya berubah cemas saat tiga orang pelayan yang tadi membantunya digeret dengan paksa oleh pengawal dalam keadaan babak belur. Jaemin ingin berlari kesana demi melihat kondisi mereka, tapi tubuhnya tertahan. "Tidak," desisnya gelisah.
"Ini peringatan untuk orang-orang yang berani melawan perintahku. Bunuh mereka satu persatu dan pajang kepala mereka di gerbang istana!"
Jaemin menatap nanar saat seorang penjaga yang mengeluarkan pedang dan bersiap menebas pelayan yang paling pinggir. Wajah pelayan itu terlihat pasrah dan berusaha tersenyum pada Jaemin. "Tidak! Jangaaaan!!"
Zrash
Semburat darah merah terciprat begitu saja saat kepala pelayan itu terlepas dari tubuhnya. Jaemin semakin histeris karena kejadian itu tepat didepan matanya. Bunuh membunuh memang bukan hal yang jarang ia lihat, mungkin dirinya juga bisa membunuh jika diharuskan. Tapi Jaemin paling tidak tahan jika ada orang yang merenggang nyawa demi dirinya. Jaemin kembali menjerit saat penjaga mulai mengacungkan pedangnya pada pelayan kedua. Ia menoleh pada penahannya.
"Hentikan! Aku mohon! Aku bersumpah tidak akan mengulanginya lagi. Kumohon, hiks. Aku mohon!" pertama kalinya seumur hidup Jaemin memohon seperti ini.
"Berhenti!"
Ujung pedang itu sudah melukai pelayan kedua, tapi kepalanya belum putus dan ia masih hidup. Pelayan itu gemetar ketakutan walaupun terlihat pasrah. Jaemin menangis melihat para pelayan yang sangat bersimpati padanya harus mendapatkan nasib tragis akibat membantunya melarikan diri.
"Bawa mereka ke penjara bawah tanah dan pajang kepala yang sudah terputus di gerbang. Sebarkan bahwa ini adalah akibat karena melanggar perintahku!"
"Siap, Yang Mulia."
Jaemin menatap dua pelayan yang terlihat pasrah saat kembali diseret pergi. Tubuhnya gemetar hebat dan tatapannya tertuju pada tubuh pelayan pertama yang dulunya selalu bersikap lembut dan ramah padanya. Isak tangisnya semakin kencang karena kehilangan orang yang mulai ia sayangi.
"Itu juga peringatan untukmu, sayang. Akan ada nyawa yang aku ambil jika kau nekat meninggalkanku."
Jaemin masih sesenggukkan dan tidak bisa memikirkan hal apapun selain rasa bersalah atas nyawa seseorang. Ia bahkan tak sadar saat tubuhnya sudah digendong dan dibawa masuk ke kamarnya yang berada diatas menara. Tubuhnya diletakkan di kasur berukuran besar yang disediakan untuknya. Perabot di menara ini disamakan dengan mewahnya kamar Permaisuri di istana. Tangis Jaemin menjadi lebih reda walaupun ia masih enggan untuk bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin)
FanfictionPangeran kedua yang sedang patah hati mengajak Jaemin bertunangan Baca aja udah, gak bakal di unpub kalo blm ending. Pas udah ending baru unpub sebagian