60

5.5K 934 110
                                    


Lingkungan penjara yang lembab, membuat udara sekitar Jaemin semakin dingin. Jaemin menyeringai, ini habitat yang cocok untuk para penjahat berhati dingin seperti Eugene. Dikarenakan kejahatannya termasuk dalam kategori berat, Eugene ditempatkan di penjara paling dalam. Tepat di depan sebuah sel kecil yang hanya beralaskan jerami dan sebuah papan kayu yang sepertinya dipakai untuk tiduran, Jaemin berhenti. Ia melihat orang tua itu sedang duduk bersila sambil menatapnya datar. Hebat juga Eugene masih bisa mempertahankan harga diri kebangsawanannya.

"Apa kabar bibi?" sapa Jaemin, tersenyum ceria seolah sedang menyapa teman lama.

Pada awalnya Eugene menatapnya datar, lalu ikut tersenyum simpul. "Kabarku biasa-biasa saja."

Jaemin tertawa, padahal pipi Eugene terlihat makin tirus. "Apa bibi senang disana?" candanya.

"Seperti yang kau harapkan, Jaemin," jawab Eugene sekenanya.

Mau tak mau harus Jaemin akui ketenangan Eugene memang luar biasa, atau mungkin memang hatinya sudah beku? Lucu juga. "Anda sangat tenang. Saya harus belajar banyak dari anda, guru."

Eugene tersenyum. "Kau juga hebat, bisa membalik keadaan seperti kemauanmu. Aku tidak menyangka akan dikalahkan oleh orang sepertimu."

"Mungkin karena anda terbiasa meremehkan orang lain, ah bahkan anda juga menyepelekan nyawa orang lain," balas Jaemin.

Eugene tertawa kecil. "Apa kau sedang berusaha mengajarkan tentang kemanusiaan padaku?"

"Tidak juga. Saya paling benci melakukan hal tidak berguna."

"Kau cukup mirip ibumu, tapi sekaligus memiliki perbedaan. Sejujurnya aku cukup penasaran bagaimana dia bisa selamat setelah dibakar hidup-hidup seperti itu," gumam Eugene, seolah tanpa beban.

"Wah, haruskah saya memberitahu anda? Mungkin itu akan menjadi informasi berharga terakhir yang bisa anda dapatkan," kata Jaemin, seperti menimbang-nimbang.

Eugene mengerjap. "Tentu saja karena dia adalah penyihir hitam."

Seketika suara tawa menggema di sudut-sudut penjara. Jaemin refleks tertawa, ia selalu menganggap lucu anggapan semacam itu dari mulut orang-orang. Lalu ia kembali menatap Eugene dengan wajah datar. "Itu cukup konyol. Penyihir hitam biasanya selalu hidup dalam kegelapan dan memiliki jalan berbeda dari manusia umumnya. Saya pikir sebelum itu seharusnya anda mencari tahu lebih dalam mengenai penyihir hitam. Sihir kami, tidak memiliki identitas. Karena pada dasarnya itu adalah bagian dari dalam diri kami sendiri."

Mata Eugene melebar saat melihat bagian belakang Jaemin nampak berkobar dengan aura kehitaman, api yang membara, lalu berubah lagi dengan cahaya putih seperti uap es. Ia hanya terdiam kaku sambil terus menatap Jaemin. Udara ruangan terasa kian mencekam dengan tekanan udara yang berbeda-beda hingga membuatnya tak nyaman.

"Ah, tapi bagaimanapun kami memiliki keterbatasan," kata Jaemin, menghilangkan seluruh sihirnya. "Dan ibu saya selamat bukan karena sihirnya sendiri, seperti yang anda pikirkan. Tapi darah yang anda rendahkan itu mungkin jauh lebih mulia dan berharga dari darah manusia manapun yang hidup di dunia ini. Sangat disayangkan."

Eugene masih terdiam dengan tenggorokan tercekat.

"Anda gagal membunuh ibu saya, tapi jangan lupa bahwa anda membunuh beberapa orang lainnya dalam prosesnya. Jadi, yang berhak membalas dendam bukan saya," sambung Jaemin, menyentuh sel dan mengeluarkan sebuah bayangan hitam yang melilit hingga mencapai gembok penjara Eugene untuk membukanya.

Klek. Suara gembok berhasil dibuka dan seketika jatuh kebawah bersamaan dengan terlepasnya rantai yang melilit sel itu. Jaemin menatap Eugene sambil tersenyum manis. Ia melanjutkan, "Bagaimanapun anda akan dihukum mati, bukan? Jadi tidak masalah siapa yang menjadi eksekutornya. Inna, aku serahkan dia padamu."

{JGN DIBACA LAGI, UDAH AKAN DI-UNPUB} Perjanjian Dengan Pangeran (nomin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang