Setelah pertengkaran itu mana mungkin Todoroki bisa langsung tidur. Meski Midoriya telah membantu mengompres lebam di wajahnya dan memplester beberapa luka, bukan berarti hati lelaki itu bisa tenang. Ia kini telentang di atas futon yang telah Todoroki gelar sejak tiga jam yang lalu. Sudah pukul dua pagi dan ia masih tidak memejamkan mata.
Todoroki masih bisa merasakan cekikan Bakugo di lehernya. Cekikan yang sengaja, namun tidak dibuat serius. Sebuah gertakan yang mewakili ancaman tertahan dari lelaki paling garang di U.A itu.
"Kau bersikap seperti itu karena tahu sesuatu tentang gadis baru itu kan? Apa yang kau tahu tentangnya icy-hot?"
"Yang aku tahu hanya sesuatu tak berdasar," gumam Todoroki, mengulangi apa yang ia katakan saat bertengkar dengan Bakugo sebelumnya.
Dalam pertarungan itu Todoroki tidak bisa melihat jelas ke arah mana Bakugo melampiaskan amarahnya. Lelaki jabrik itu mengeluh keras tentang bagaimana Todoroki terlalu bodoh dalam menyimpulkan dan mengatakan sesuatu. Dia bahkan tidak mau menggunakan perumpaan yang lebih halus seperti, Shoto itu cuma polos, bukan bodoh.
Kalau bagi Bakugo mungkin polos dan bodoh itu sama saja.
Yang Todoroki pahami dari maksud Bakugo hanyalah (Name) itu murid yang sama di 1-A. Tidak peduli jika dia anak penjahat sekalipun, (Name) memiliki kesempatan yang sama untuk memilih jalannya sendiri. Yang Bakugo tidak suka, dengan kedangkalan informasi yang dimiliki Todoroki--bahkan lelaki itu masih belum menyimpulkan apa pun mengenai (Name) -- ia malah melontarkan pertanyaan bodoh dengan begitu mudahnya. Menyudutkan (Name), dan membuat gadis itu kehilangan semangat yang dia bangun di atas permukaan es tipis.
"Kalau kita semua bisa bersikap normal tentang Eri, seharusnya kau juga bisa melakukannya terhadap (Name)."
Bakugo benar dan Todoroki terlalu asal bicara. Reflek yang bercampur kepolosan memang kadang membahayakan.
"Kita hanya teman sekelasnya, mengapa kau begitu ingin mencampuri privasinya?"
Todoroki pikir ia harus meminta maaf dengan tulus kepada (Name). Mungkin Todoroki juga harus memberinya hadiah. Tapi ia tidak tahu apa yang disukai gadis itu. Makanan favorit, warna kesukaan, selera lagu, idola, dan lainnya.
Tiba-tiba ponsel lelaki itu berdering, membuyarkan pikirannya yang mulai memilah hadiah permintaan maaf. Tadi sudah ada sekitar lima pilihan untuk ia berikan kepada (Name): pakaian dari merek ternama, jepit rambut mutiara, undangan gratis fanmeeting untuk bertemu Hero Mirko, sebuket bunga dan surat permintaan maaf, atau vocher makan gratis di sebuah restoran bintang lima.
Todoroki memanjangkan tangannya dan meraba-raba sisi kanan, mencari ponsel, meraihnya, kemudian melihat pesan yang masuk.
Anonim aneh itu lagi. Kapan dia akan berhenti? Kapan ia dan Momo bisa meringkus penjahat yang meresahkan ini. Todoroki sangat kelelahan meladeninya.
Seingat Todoroki ia sudah menolak tawaran orang itu mengenai rahasia (Name). Sudah cukup dicekek dan ditampol Bakugo, jika Todoroki kelewatan lagi, kali ini pasti dia benar-benar akan dikubur di bawah lumpur. Apalagi Aizawa nyuruh mereka kalau berantem lagi jangan di sekolah. Udah pasti Bakugo bakal nyari tempat bertengkar buat mereka sampai sama-sama jadi acar.
Tadinya Todoroki ingin mengabaikan saja pesan tersebut dan lanjut memikirkan hadiah permintaan maaf untuk (Name). Namun, foto berupa petunjuk yang dikirim kali ini tampak berbeda. Tidak mungkin Todoroki melepaskan pandangannya ketika yang tertampil di dalamnya merupakan bentuk ancaman nyata.
Dalam foto berkualitas rendah dan diambil dengan kamera yang agak goyang, ia masih bisa melihat jelas wajah (Name) yang tertidur dengan tidak tenang. Rambut gadis itu tersingkir dari dahinya, digantikan dengan sebuah tangan sewarna gading.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPER CLASS A || BNHA Fanfiction (You and 1-A Classmates)
Fanfiction"Tunggu, kenapa aku harus repot-repot sekolah di U.A? Kelas hero pula!!!" -(Surname)(Name) . "TIDAK BISAKAH KAU TENANG HUH?!!!" -Bakugou . "(Surname) kau tidak boleh membawa makanan ke dalam kelas!" -Iida . "(Name) lepaskan aku!!!" -Izuku . "Bisakah...