[14] Tiga Puluh Menit

6K 1K 274
                                    

11:24
.
.
Entah bagaimana (name) kembali ke asrama. Dan untungnya asrama sedang sepi. Ia jadi tahu bahwa pelatihan khusus dilakukan serentak untuk seluruh siswa-siswi departemen pahlawan.

Ia bernapas lega. Merasa bersyukur karena hanya sendirian di asrama sebagai murid. Tentu saja, penjaga asrama tidak akan peduli dengan murid yang bolos. Tugas mereka adalah menjaga asrama yang kosong. Bukan mengurusi murid tukang cari masalah seperti (name).

(Name) berjalan linglung di koridor dasar gedung utama menuju gedung asrama perempuan. Gadis itu berjalan tidak lihat-lihat. Langkahnya tidak beraturan dan ia terus-terusan menunduk, sesekali menyeka air matanya yang masih tersisa. Diam-diam (name) meminta langit juga ikut menangis.

Dia sial sekali sih hari ini. Tidak, seluruh hidupnya memang sial.

Bagaimana mungkin ia tidak tahu kalau di U.A, All Might adalah pengajar. Ia menyesal menjadi orang yang jarang menonton televisi. Ia sudah ketinggalan berita seberapa banyak sih? Jangan-jangan ia tidak tahu siapa kaisar  yang memimpin di periode ini.

(Name) menatap langit-langit koridor seolah meminta jawaban. Wajah apa yang harus ia pasang pada Kirishima dan teman sekelasnya? Bagaimana jika ada mata pelajaran wajib yang dibimbing oleh All Might? Dia bisa mati di menit kedelapan saat kelas itu berlangsung sangking takutnya ia pada manusia berjambul kuning itu.

All Might adalah ketakutan terbesarnya. Seperti kebanyakan orang phobia lainnya. Pengalaman buruk masa lalunya yang payah membuat (name) benci sekaligus takut pada pahlawan paling berjasa itu.

All Might jugalah yang menjadi alasan (name) iritasi dengan urusan kepahlawanan di dunia. Pahlawan dan penjahat, semuanya memang sama saja kan?

(Name) berjalan dengan pikiran yang kusut. Ia menatap telapak tangannya, yang menurutnya adalah kutukan. Tangannya ini, berhasil membuat banyak orang kesulitan. Termasuk kedua orang tuanya. Tangan ini juga yang membawanya ke sekolah ini, bertemu dengan All Might, ketakutan terbesarnya. Apa nanti ia akan bernasib sama seperti orang tuanya?

Terbunuh di tangan All Might?

(Name) tidak bisa memikirkannya lebih jauh. Satu-satunya yang terpikirkan di otaknya adalah untuk lari dari keadaan ini. "Apa aku keluar dari U.A saja? Sekolah ini sama menakutkannya seperti--"

Duk!

"(Name)!"

(Name) meringis kecil, ia mengusap dahinya yang sepertinya menubruk sesuatu. Ia mendongak dan melihat sesuatu yang tak sengaja ia tabrak. Dalam kecepatan cahaya seluruh kesedihannya tertutupi dengan senyuman yang amat cerah.

"Tenya kau sudah kembali!" seru (name) senang. Ketua kelasnya ternyata pulang lebih cepat dari rumah sakit, padahal baru semalam ia jenguk. Ini pasti efek masakan yang ia buat. Memang ya masakan (name) itu paling manjur untuk orang sakit.

Iida terlihat lebih fokus pada mata (name) yang memerah dan bengkak. Dan (name) tidak suka itu. "(Name) kau menangis?"

(Name) menggeleng cepat. "Nggak, siapa bilang? Mataku kemasukan debu!"

Klise.

"Aku kira kau menangis, dari tadi aku melihatmu berjalan seperti orang kebingungan," kata Iida. (Name) cuma terkekeh. Iida tahu betul sudah pasti (name) menangis. Haruskah ia bilang, bahwa Iida sebenarnya juga mendengar gumaman (name) tadi?

(Name) cepat-cepat merangkul Iida. Iida yang terkejut langsung menata jantungnya dan menahan pipinya untuk tidak memerah.

"Ah, itu tak penting. Tenya bagaimana bisa kau kembali dengan cepat? Ngomong-ngomong Sero juga sudah kembali?" tanya (name) panjang lebar berusaha mengalihkan topik.

SUPER CLASS A || BNHA Fanfiction (You and 1-A Classmates)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang