[45] Pelindung

1.1K 235 146
                                    

"Jelaskan dengan runtut dalam waktu enam puluh detik!" Aizawa murka, tentu saja.

Jam tidurnya terganggu karena notifikasi beruntun dari robot patroli sekolah. Bisa-bisanya mereka bertengkar di area sekolah yang mana gedung tersebut masih digunakan. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Aizawa dengan cepat pergi ke TKP baku hantam dan mengamankan dua bocah yang akan dia tatar habis-habisan sekarang juga.

Aizawa udah mikirin hukuman paling mengerikan untuk mereka. Mencari kadal berekor tiga, anjing mengeong, harimau kembar siam, atau ikan hiu berquirk terbang. Atau Aizawa skors saja mereka berdua?

Wali kelas berpenampilan suram itu mengamati keadaan kedua muridnya. Todoroki tidak mendapat luka serius. Namun, bibirnya sobek dan mengeluarkan darah sedang pelipis kanannya lebam. Si pelaku aniaya menampung luka frostbite di tangan kirinya, tentu efek dari perlawanan quirk Todoroki.

"Aku memukulnya lebih dulu," ucap Bakugo, sesuai perkiraan Aizawa. Dilihat dari mana pun, bocah peledak itu memang paling mungkin untuk memulai pertikaian. Kepalanya kan selalu panas. Kalau aja ada cara yang bisa membuat akhlak anak satu itu lurus sedikit.

"Alasanmu?" Aizawa bertanya balik.

Bakugo diam. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Mungkin lebih tepatnya ia tidak ingin menjelaskan apa pun.

"Aku.... membuat (Name) menangis." Todoroki menyela, membuat Bakugo berdecih kesal. Kenapa anak setengah-setengah itu gak diam aja coba? Kan kalau begini jadi ditanya lebih banyak.

"Kalian ini memangnya masih kecil? Kenapa harus bertengkar?" Aizawa mengusap wajahnya, lelah. Dan masalah ini berpusat ke anak itu lagi. (Name) lagi. Selalu gadis itu.

Ini kayaknya Aizawa memang harus merekomendasikan anak itu dipindah kelas aja.

"Aku mengatakan sesuatu yang jahat untuk gadis itu. Bakugo hanya berusaha memperingatkanku," jelas Todoroki yang entah bagaimana malah berusaha melindungi pelaku yang membuat wajahnya bengkak.

Aizawa mengangkat sebelah alisnya. Dilihat dari reaksi Todoroki yang tidak melawan, ia bisa menemukan kepasrahan dan rasa bersalah di sana. Seakan-akan dia sendiri pun tidak keberatan jika malam itu dihajar Bakugo sampai pingsan.

"Tetap saja, ada cara memberitahu yang lebih baik daripada saling pukul kan?" Kali ini Aizawa melirik Bakugo tajam. Laki-laki seperti landak itu sebenarnya pintar, tapi mengapa dia selalu memilih cara rumit dan aneh seperti ini sih?

"Sensei, sudahi detensi yang tak diperlukan ini. Cepatlah beri aku hukuman!" balas Bakugo gerah.

"Kau begitu santai karena ini kali keduamu?" cibir Aizawa, membuat Bakugo mengingat pertengkarannya yang lain dengan Midoriya.

"Sensei, pertengkaran ini tidak akan terjadi kalau sekolah tidak menyembunyikan informasi tentang (Name). Dan si Polos Setengah-Setengah ini terlalu penasaran dengan anak yang Sensei bawa tiba-tiba ke dalam kelas sampai-sampai ia tidak memedulikan perasaannya," jelas Bakugo, berusaha tidak meninggikan suaranya dihadapan sang Pahlawan Pro Eraser Head.

Aizawa terdiam sejenak. Seperti ada anomali di sini. Dia bersyukur bahwa Bakugo sudah sangat berkembang. Bocah teruk itu bisa memikirkan perasaan orang lain juga ternyata. Walau caranya agak lain.

"Apa maksudmu?" tanya Aizawa.

"Kami tahu (Name) berasal dari keluarga penjahat terkeji di Jepang," kata Bakugo.

"Dan nama ibunya (Surename) Shina. Seorang penjahat yang baru muncul di peperangan bertahun-tahun lalu, memimpin pasukan, dan berada di sisi All for One," sambung Todoroki. "Karena itu aku dengan bodohnya berpikir bahwa dia adalah anak iblis."

SUPER CLASS A || BNHA Fanfiction (You and 1-A Classmates)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang