Minggu pagi ini tiba-tiba saja Todoroki Shoto harus menemani ayahnya sarapan di pusat kota. Shoto tidak menolak karena Ayahnya menyogoknya dengan makanan favoritnya, soba. Sekali saja ia akan menuruti orang tua satu itu karena kali ini sesajennya tepat.
Meja tempat mereka makan dipenuhi dengan aura yang berat. Shoto memakan sobanya dengan tenang, tanpa ekspresi. Sementara di hadapannya Ayahnya, Enji Todoroki menatap anak itu dengan serius. Seakan menunggu Shoto mengeluarkan sebuah sabda.
"Aku bertanya padamu Shoto!" ulang Endeavor untuk yang kesekian kalinya. Lelah juga ia menunggui anak kesayangannya itu untuk berbicara.
Todoroki mendongak, menatap ayahnya sambil menyeruput soba, kemudian berkata dengan wajah datar dan polos, "Ayah menanyakan apa tadi?"
Endeavor naik darah mendengar balasan yang begitu tak berdosa dari anaknya. Ia ingin menghukum Shoto, tapi ini di tempat umum, dan ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperbaiki hubungan dengan Shoto. Jadi ia harus sabar.
"Aku bertanya apa kau tidak keberatan pulang ke rumah seminggu sekali?"
Tepat setelahnya Shoto hampir memuntahkan seluruh soba yang sudah ia telan. Pertanyaan itu terlalu mengejutkan baginya. Ayahnya memintanya untuk pulang! Rencana apa lagi yang sedang disusun orang tua satu itu.
Todoroki Shoto punya dua asumsi. Pertama, sudah pasti ini berhubungan dengan (Name). Kedua, ini adalah salah satu kiat Ayahnya untuk mengambil hatinya kembali. Atau mungkin gabungan keduanya. Tapi sejujurnya Todoroki tidak terlalu bermasalah soal itu.
"Mengapa aku harus melakukannya?" tanyanya. Karena sudah diberi makan soba sampai lima porsi, Shoto jadi berbicara sedikit sopan kepada Endeavor.
"Kau itu anakku. Kau tidak punya hak untuk menolak," jawab Endeavor tegas. Bagi Shoto Ayahnya malah kelihatan seperti menyembunyikan sesuatu. Ia ingin bertanya soal (Name) tapi Shoto juga tidak ingin ketahuan bahwa ia menguping percakapan Endeavor hari itu.
"Kalau Ayah mengajakku untuk urusan pribadi Ayah. Aku menolak."
Enji Todoroki mengusap wajahnya frustasi. Ia mendengus lelah. Bagaimana cara untuk memenangkan hati anaknya sendiri? Padahal ia sudah membiarkannya makan soba sepuasnya saat jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi.
"Ayah, aku masih punya kerjaan di asrama," kata remaja dengan rambut dwiwarna itu. Ia izin dengan Jiro--selaku ketua bagian dekorasi--untuk keluar dengan Ayahnya sampai pukul sepuluh. Shoto tak punya banyak waktu. Ia harus kembali ke asrama dan membantu mengurus meja makan.
"Aku cuma ingin kita melakukan makan malam bersama setiap seminggu sekali. Sebagai sebuab keluarga yang utuh. Dengan ibumu," jelas Endeavor akhirnya. Todoroki Shoto langsung meletakkan sumpitnya. Ditatapnya Ayahnya dengan tatapan tak percaya.
"Aku tidak berbohong," ucap Endeavor lagi. Kali ini ia tersenyum dengan tulus. Ia tahu satu-satunya yang bisa menggerakkan Todoroki Shoto adalah ibunya.
Shoto hanya menunduk. Ia tak menyangka Ayahnya sendiri yang mengatakan hal ini. Biasanya pahlawan api itu pasti mengutus kakak perempuan Shoto untuk menyampaikan pesan. Tapi kali ini dengan lidahnya sendiri ia bertanya. Hal sesederhana itu cukup berarti bagi Shoto. Ia pun berkata, "Terima kasih Ayah. Aku akan pulang."
Justru karena kalimat itu terdengar pelan Endeavor malah hampir menangis. Ia tak menyangka anaknya langsung setuju. Pahlawan elit itu tertawa bahagia sambil mengelus kepala Shoto. Ia bersyukur setelah beberapa waktu akhirnya ia bisa berbicara dengan Shoto seperti ayah dan anak pada umumnya.
"Aku senang mendengarnya."
"Aku juga."
Shoto mendongak. Ditatapnya Ayahnya dengan sinar mata yang lebih tulus dari biasanya. Tak lama ia mengambil sesuatu dari balik kantung kemejanya. Sebuah surat undangan namun dalam bentuk yang lebih kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPER CLASS A || BNHA Fanfiction (You and 1-A Classmates)
Fanfiction"Tunggu, kenapa aku harus repot-repot sekolah di U.A? Kelas hero pula!!!" -(Surname)(Name) . "TIDAK BISAKAH KAU TENANG HUH?!!!" -Bakugou . "(Surname) kau tidak boleh membawa makanan ke dalam kelas!" -Iida . "(Name) lepaskan aku!!!" -Izuku . "Bisakah...