9

4K 428 47
                                    

Sebulan sudah berlalu. Masa pengasingan Lauren dan juga Edgar pun otomatis telah berakhir. Tak ada yang berubah, hubungan keduanya bahkan menjadi semakin jauh setelah pertengkaran alot yang terjadi pada awal kedatangan mereka di pengasingan. Edgar tak banyak berubah, ia masih saja keras kepala dan tidak pedulian sementara Lauren wanita itu beberapa waktu kebelakang lebih banyak diam. Jika dahulu ia masih saja tetap bicara walau sangat keras sisi sakit hidup yang ia terima namun kini wanita itu seakan tidak bersemangat, tak ada daya dan upaya.

Mereka berdua menaiki kereta yang berbeda, itu permintaan Edgar. Dua kereta tersebut mulai berjalan dengan pengawalan ketat, kereta yang satu berisikan Edgar yang tampak girang yang sangat berkebalikan dengan kereta yang di tempati Lauren, tampak sunyi.

Theodore yang juga berada di dalam kereta Edgar membuka suara "Kau tampak sangat bahagia, kupikir hubungan mu dengan Lauren ada kemajuan namun melihat kau meminta berada di kereta yang berbeda sepertinya tak ada yang berubah"

"Aku tak peduli pada wanita itu, jadi jangan bahas dia di depan ku Theodoric"

"Baiklah maafkan aku untuk itu, namun jika di lihat-lihat dia sangat jauh tampak berbeda di banding terakhir kali"

"Diam Theodore!" Edgar mulai muak

"Baiklah" sahut Theodore enteng

______

Kereta mereka telah memasuki gerbang kota, kedatangan mereka di sambut. Bukan tampak balik dari pengasingan mereka justru di sambut bak pahlawan yang balik dari medan perang.

Namun sambutan itu seketika berhenti ketika mereka melihat Edgar dan Lauren turun dari kereta yang berbeda.

"Edgar.." Debora mendekat dengan pandangan yang sulit di artikan "mengapa kau dan Lauren tidak satu kereta?"

"Ada hal yang perlu aku bahas bersama Theodore di perjalanan pulang Mama"

Theodore tau Edgar berbohong

Lauren berjalan mendekat pada Debora lalu membungkuk sedikit "Hormat Mama" ucapnya pada Debora

Debora menatap Lauren, menantunya itu tampak semakin pucat dari terakhir kali bertemu.

"Apa kau baik-baik saja?" Debore menyentuh bahu Lauren

"Aku baik-baik saja" Lauren membalas dengan senyum tipis lalu ia berlalu dari sana menuju kamarnya dan Edgar

Edgar berjalan menyusul di belakang. Tetapi baru 3 langkah, ia berhenti.

Dia tidak tau ternyata Maddie juga ada disini bersama Kakak Ren.

Edgar menyusul kesana

"Hormat yang mulia Putra Mahkota"

"Kau tampak sama saja setelah 1 bulan tidak bertemu Edgar"

"Kakak, apa kau berharap aku berubah menjadi rusa?"

Keduanya saling melempar gelak tawa setelahnya.

Namun ke fokusan Edgar beralih pada Maddie "Sudah lama tak bertemu, Maddie" ucap Edgar disertai senyum lebar

Maddie hanya membalas dengan senyum lalu mendekat ke arah Ren. Edgar tak marah ataupun tersinggung dengan tindakan Maddie. setelah puas ia berjalan menyusul Lauren yang sudah menuju kamar mereka terlebih dahulu.

"Apa kau tidak tau tadi ada Kakak Ren?" Edgar membuka suara setelah menutup pintu kamar mereka

"Aku tau" ucap Lauren seadanya

"Lalu mengapa tidak kau hampiri"

"Tidak berani"

"Bukankah kau mencintainya?"

"Aku tidak tau"

"Tapi waktu itu kau mengatakan iya"

"Apa aku pantas?"

Edgar terdiam mendengar jawaban Lauren

"Kini kau merasa tak pantas?

"Jangan ganggu aku, aku ingin istirahat"

"Apa sifat dinginmu ini karna Kaisar Veroch yang mati namun tidak meninggalkan apa-apa untukmu?"

Ya, ketika dalam masa pengasingan Kaisar Veroch dikabarkan telah tutup usia, selain karna faktor umur faktor kesehatan juga mempengaruhinya. Otomatis Maxwell naik takhta, hal ini pun menambah kecemasan para petinggi kekaisaran karna Maxwell naik takhta sebelum mempunyai pasangan. Para petinggi berdiskusi dengan ibu suri melakukan seleksi ketat terhadap calon pasangan untuk Maxwell yang akan menjadi Permaisuri kekaisaran Veroch nantinya.

"Kau masih bertanya mengapa aku tak mendapat bagian apa-apa?" Lauren menatap dingin Edgar

"Ah aku hampir saja lupa, kau putri kekaisaran Veroch yang terbuang"

"Senang jika kau masih mengingatnya" Lauren tersenyum tipis

"Aku peringatkan sekali lagi, jangan lakukan hal bodoh yang sama yaitu menyakiti Maddie!" Edgar berkata tegas dengan kata-katanya

"Apa aku masih berani berharapan dengan 3 harimau Maddiya Fello? Mungkin dulu aku sangat berani namun kini rasanya akan sangat membuang-buang tenaga"

Edgar mengernyitkan dahinya

"Lalu apa yang kau rencanakan?" Ucapnya curiga

"Kau masih saja mencurigaiku hm?" Lauren berjalan mendekat "Kini hanya kau yang aku miliki, dan nama belakangku pun kini marga namamu dan juga aku sudah tidak mendapatkan apa-apa dari ayahku, kini hanya kau satu-satunya peganganku. Bukankah membuatmu jatuh cinta padaku adalah hal penting yang harusnya ku pikirkan sekarang?"  Lauren berbisik dengan suara rendah yang membuat Edgar meremang

"Kau tau itu hanya akan sia-sia" Edgar tersenyum sumbang

"Jika begitu Theodoric juga tidak buruk"

Sontak Edgar menarik keras rambut Lauren dengan tangannya, seketika terbayang di dalam kepalanya bagaimana Lauren dan Theodore hampir saja berciuman dengan posisi yang membuat dia sendiri muak.

Bukan mengaduh kesakitan, Lauren justru malah tersenyum.

"Kenapa? Kau juga bisa melakukan hal yang sama dengan Maddie, dimana lagi kau mencari istri sepertiku hm"

"Lauren Veroch!! Kau benar-benar ahli dalam membangunkan amarahku" rahang Edgar mengetat

Tatapan Lauren yang semulanya masih dengan senyum di bibirnya, kini berubah sinis.

"Jangan berlagak mencintaiku sialan! Kau pikir aku akan setia padamu heh? Aku bahkan tidak sungkan mengotori namaku, aku juga tidak peduli jika mendapatkan penilaian buruk dari Mama mu, yang hanya aku inginkan kini adalah dicintai!! Aku ingin merasakan emosi itu!!" Lauren setengah berteriak

Edgar kehabisan kata-katanya

"Mengharapkanmu mencintaiku, bukankah harapan yang sia-sia?"

***

tinggalkan jejak yaa biar aku makin semangat up nya:))

Edgar VaskeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang