16

5K 467 42
                                    

"Pernahkah kau membayangkan apa yang terjadi jika kita memutuskan untuk saling menerima satu sama lain, Edgar?"

"Jangan membayangkan suatu hal yang sia-sia Lauren, itu tak akan pernah terjadi"

"Bahkan untuk sekedar membayangkan aku tak pantas?"

"Kau bertanya seberapa pantas? Lihatlah dirimu Lauren, kau tak pantas untuk semua kebahagiaan di kehidupan ini"

"Tidakkah menurutmu ucapanmu barusan sangat kasar?"

"Wanita kasar sepertimu pantas menerimanya"

Mereka tengah duduk berhadapan di sebuah paviliun di dekat taman kediaman, dua cangkir teh serta sebuah teko menjadi teman keduanya di paviliun nan rindang itu. Lauren menatap dalam kedua mata Edgar, lelaki itupun melakukan hal yang sama dengan wajah bertanya-tanya "apa yang wanita ini teliti dari ku?". Keduanya larut dalam tatapan satu sama lain hingga kemudian si wanita menyerah, ia memutus tatapannya.

"Apa yang terjadi? Kau telah menemukan apa yang kau cari?" Edgar dengan gaya pongahnya terlihat meremehkan Lauren

"Secercah harapan, itu yang aku cari pada matamu"

"Lalu kau menemukannya?"

"Kau lebih dari tau jawabannya"

Tawa Edgar meledak, ia tertawa hingga kedua matanya hilang. Tampak sangat menikmati kalimat serius yang seperti candaan baginya.

"Ini akan menyakiti hatimu tapi aku mengatakannya untuk kebaikan kau juga Lauren, jangan lagi berfikir mengenai hubungan kita karna tak pernah sekalipun aku mencoba memandangmu dengan pandangan cinta begitu juga kau, kau harus melakukan hal yang sama karna kau dan aku begitu mustahil untuk menjadi sepasang kekasih yang mencintai satu sama lain, Lauren."

"Jika begitu, apa alasan kita masih bersama?" Ucapnya tercekat

"Karna kau tak memiliki siapa-siapa lagi"

"Lalu kenapa kau tidak berusaha untuk mencoba menjadi lelaki yang ku tumpukan hidupku padanya, Edgar?"

"Perasaan benar-benar tidak bisa di paksa Lauren"

"A-Aku masih memiliki Theodoric bukan?"

Seketika wajah Edgar memerah, lelaki itu terdiam cukup lama menatap wajah Lauren penuh amarah.

"Bukankah sudah kukatakan untuk jangan lagi mengungkit soal dia di hadapanku?! Dan bukankah aku sudah menyuruhmu untuk melupakannya?! Begitu sulit untuk kau lakukan, hah?!" Rahang Edgar mengetat

Lauren tersenyum miring, ia menghapus air mata yang masi membekas di pipinya kemudian memajukan tubuhnya untuk berbicara lebih dekat dengan Edgar "Ah ya.. nama Theodoric selalu membuatmu mendidih bukan? Kau ingin menyekapku seperti wanita gila di pernikahan yang hambar ini? Sudah kukatakan berkali-kali 'cintai aku!!' Namun kau selalu mengelak dengan sikap sok jantanmu itu? Kau pikir cintaku mati padamu?! Kau pikir tidak ada lelaki lain di hatiku?! Kau pikir aku begitu mencintaimu?! Kau salah paham Edgar.."

Buku jari Edgar memutih akibat kepalan tangannya yang begitu kuat di bawah meja sana

"Aku bahkan lupa Lauren.. kau memiliki sisi jalang dalam dirimu" Edgar tampak meremehkan dengan emosi yang mati-matian berusaha ia tahan

"Yaa.. karna aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya di cintai Edgar, bukankah sudah berkali-kali aku memohon pada mu untuk mencintaiku?"

"Kau wanita menyedihkan"

"Apa bedanya denganmu? Kau cemburu pada Theodoric hingga membujuk Ayahmu untuk segera menjodohkannya, kau masih saja malu untuk mengakui bahwa hatimu sudah menaruh sedikit rasa padaku?"

"Kau begitu percaya diri Lauren" Edgar mengukir senyum culas

"Belum terlambat, kita bisa memulai semuanya sekarang. Menjadi pasangan yang saling menbahagiakan?"

"Persetan, kau tak akan pernah ada di hatiku Lauren! Berhentilah mengemis cinta, memalukan."

"Mulutmu tak pernah gagal membuat orang-orang membencimu apa kau tau?"

"Kau berbicara omong kosong!" Edgar berdiri dari duduknya kemudian melangkah pergi

"Aku bertukar surat dengan Theo"

Lima kata mematikan yang berhasil membuat Edgar berhenti dari langkahnya. Pria itu mengepalkan tangannya, badannya bergetar menahan amarah. Dengan sekejap mata ia berbalik dan berjalan ceoat menuju Lauren memegang kasar kedua bahu ringkih  wanita itu. Rahangnya mengatup keras dengan raut muka yang memerah menahan amarah.

"Kau selalu saja tak mengindahkan kata-kataku, Lauren. Apakah sulit bagimu untuk mengerti apa yang aku ucapkah,hah?!! Wanita sialan kau menguji kesabaranku!"

Lauren mengangkat wajahnya pongah menantang kembali Edgar "kau hidup sesukamu, lalu aku tak dapat melakukannya? Bukankah adil jika kita berdua bersenang-senang hm?"

"Kau membuat keputusan yang salah Lauren, kau menbuat keputusan yang salah" Edgar melepas pegangannya kemudian menunjuk wajah Lauren "besok pagi, ingat besok pagi kau akan menerima kepala Theodoric"

Edgar berlalu dari sana setelah mengucapkan kata-katanya

"Bajingan!! Kau bajingan Edgar Vaske!!" Lauren berteriak kesetanan

Ia segera berlari menyusul langkah lebar Edgar. Lelaki itu berjalan begitu cepat dengan sorot mata yang menakutkan "seharusnya aku tidak membuat lelucon dengan lelaki iblis sepertinya!!" Lauren menyesali ucapannya ia masih dengan sekuat tenaga menyusul Edgar di depannya

***

Edgar VaskeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang